Laporan Praktikum
Pemeriksaan Daging
Oleh
SUHARMITA DARMIN
O111 10 127
PROGRAM STUDI
KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Daging adalah salah satu bahan
pangan sumber protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh manusia, karena
zat-zat makanan yang dikandungnya sangat diperlukan untuk kehidupan manusia,
terutama bagi anak-anak yang sedang tumbuh. Menurut Food and Drug
Administration, daging merupakan bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi,
kambing atau domba yang dipotong dalam keadaan sehat dan cukup umur, tetapi
hanya terbatas pada bagian muskulus yang berserat yaitu yang berasal dari
muskulus skeletal atau lidah, diafragma, jantung dan useofogus (yakni pembuluh
makanan yang menghubungkan mulut dengan perut) dan tidak termasuk bibir,
hidung, atau pada telinga dengan atau tanpa lemak yang menyertainya, serta
bagian-bagian dari tulang, urat, urat syaraf dan pembuluh-pembuluh darah.
Komposisi kimia daging terdiri dari
air 56%, protein 22%, lemak 24%, dan substansi bukan protein terlarut 3,5% yang
meliputi karbohidrat, garam organik, substansi nitrogen terlarut, mineral, dan
vitamin. Daging merupakan bahan makanan yang penting dalam memenuhi kebutuhan
gizi, selain mutu proteinnya yang tinggi, pada daging terdapat pula kandungan
asam amino esensial yang lengkap dan seimbang (Lawrie, 1995). Protein merupakan
komponen kimia terpenting yang ada di dalam daging, yang sangat dibutuhkan
untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan kesehatan. Nilai
protein yang tinggi di dalam daging disebabkan oleh asam amino esensialnya yang
lengkap. Selain kaya protein, daging juga mengandung energi, yang ditentukan
oleh kandungan lemak di dalam intraselular di dalam serabut-serabut otot.
Daging juga mengandung kolesterol, walaupun dalam jumlah yang relatif lebih
rendah dibandingkan dengan bagian jeroan maupun otak.
Kualitas daging
dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum
pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies,
bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon,
antibiotik, dan mineral), serta keadaan stres. Faktor setelah pemotongan yang
mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat
keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), lemak
intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan, macam otot
daging, serta lokasi otot (Astrawan 2008).
TUJUAN DAN
MANFAAT
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kondisi daging yang diperjual belikan di pasar
tradisional, mengetahui kedersihan daging melalui penghitungn jumlah mikroba
yang mengkontaminasi, mengetahui masa awal pembusukan daging serta untuk
mengetahui kesempurnaan pengeluaran darah pada daging
Manfaat praktikum ini adalah untuk
memberikan informasi tentang status daging
yang harus Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
a.
Daging
Daging juga merupakan sumber vitamin
dan mineral yang sangat baik. Secara umum, daging merupakan sumber mineral
seperti kalsium, fosfor, dan zat besi serta vitamin B kompleks tetapi rendah
vitamin C (Anonimus, 2004). Kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor,
baik pada waktu hewan masih hidup maupun setelah dipotong. Pada waktu hewan
hidup, faktor penentu kualitas dagingnya adalah cara pemeliharaan, meliputi
pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan, dan perawatan kesehatan. Kualitas
daging juga dipengaruhi oleh perdarahan pada waktu hewan dipotong dan
kontaminasi sesudah hewan dipotong.
Daging yang tidak aman dapat
membahayakan kesehatan konsumen. Beberapa kriteria daging yang tidak baik
adalah sebagai berikut:
1.
Bau dan rasa tidak normal. Bau yang tidak normal
biasanya akan segera tercium sesudah hewan dipotong. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh adanya kelainan-kelaianan sebagai berikut:
·
Hewan sakit, terutama yang menderita radang yang
bersifat akut pada organ dalam, akan menghasilkan daging yang berbau seperti
mentega tengik.
·
Hewan dalam pengobatan, terutama dengan pemberian
antibiotika, akan menghasilkandaging yang berbau obat-obatan.
2.
Warna daging tidak normal. Warna daging yang tidak
normal tidak selalu membahayakan kesehatan konsumen, namun akan mengurangi
selera konsumen.
3.
Konsistensi daging tidak normal. Daging yang tidak
sehat mempunyai kekenyalan rendah (jika ditekan dengan jari akan terasa lunak),
apalagi diikuti dengan perubahan warna yang tidak normal, maka daging tersebut
tidak layak dikonsumsi
4.
Daging busuk.
Daging yang busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen, karena dapat menyebabkan
gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi karena penanganan yang
kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat,
atau karena dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu relatif lama pada
temperatur kamar, sehingga terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim membentuk
asam sulfida dan amonia.
Pada umumnya, faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging ada dua macam, yaitu (a).
Faktor intrinsik termasuk nilai nutrisi daging, keadaan air, pH, potensi
oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi pengahalang atau penghambat; (b).
Faktor ekstrinsik, misalnya temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen
dan bentuk atau kondisi daging (Fardiaz, 1992).
Temperatur merupakan faktor yang
harus diperhatikan untuk mengatur pertumbuhan bakteri sebab semakin tinggi
temperatur semakin besar pula tingkat pertumbuhannya. Demikian juga kadar pH
ikut mempengaruhi pertumbuhan bakteri, hamper semua bakteri tumbuh secara
optimal pada pH 7 dan tidak akan tumbuh pada pH 4 atau diatas pH 9. Setelah
penyembelihan pH daging turun menjadi 5,6-5,8, pada kondisi ini bakteri asam
laktat dapat tumbuh dengan baik dan cepat (Ramli, 2001). Untuk berkembang biak,
bakteri membutuhkan air, jika terlalu kering bakteri tersebut akan mati.
Zat-zat organik, Gas, CO2 penting aktivitas metaboliknya. pH, kebanyakan
bakteri tumbuh dengan baik pada medium yang netral (pH 7,2-7,6). Temperatur, bakteri
akan tumbuh optimal pada suhu tubuh ± 370 C (Gibson, 1996).
b. Pembusukan Daging
Pembusukan makanan disebabkan oleh
aktivitas mikrobial pada makanan tersebut atau karena pelepasan enzim
intraseluler dan ekstraseluler mikrobial pada makanan tersebut. Parameter
kebusukan makanan antara lain perubahan warna, aroma (bau), tekstur, bentuk,
terbentuknya lendir, terbentuknya gas, dan akumulasi cairan. Pembusukan makanan
oleh mikroba terjadi lebih cepat daripada pembusukan karena enzim intraseluler
dan ekstraseluler. Makanan mentah dan yang telah diproses mengandung berbagai
macam kapang, khamir, dan bakteri yang mempunyai kemampuan untuk berkembang
biak dan menyebabkan kebusukan. Perkembangbiakan mikroba ini menjadi
sangat penting pada proses pembusukan karena bakteri memerlukan waktu yang
cepat, diikuti oleh khamir dan kapang. Mikroorganisme pembusuk memperoleh
kebutuhan dari makanan untuk tumbuh yang berasal dari karbon, nitrogen,
vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat-zat ini dalam makanan bervariasi tergantung
temperatur, ketersediaan air, tekanan osmose, pH, potensial oksidasi reduksi,
dan tekanan atmosfer.
Hasil-hasil metabolit yang
diproduksi selama proses pembusukan antara lain alkohol, komponen sulfur,
keton, hidrokarbon, pigmen floresens, asam organik, karbonil, dan diamin.
Pembusukan makanan disebabkan oleh faktor-faktor intrinsik antara lain
aktivitas air (aw), pH, potensi oksidasi-reduksi, kandungan nutrisi,
kandungan antimikrobial, dan struktur protein. Makanan yang mengandung aw
rendah (kurang dari 0,90) dan pH yang rendah (kurang dari 5,3) lebih tahan
terhadap pembusukan dibandingkan dengan makanan yang mengandung aw lebih
dari 0,98 dan pH lebih tinggi dari 6,4. Tetapi kapang dan khamir dapat tumbuh
pada kondisi ini (Ray dan Bhunia 2008).
Pembusukan makanan sering terjadi pada daging. Daging adalah produk
makanan yang sangat sangat cepat rusak (highly
perishable) karena komposisi biologisnya (Zhou et al. 2010). Daging
adalah semua jaringan hewan dan produk hasil pengolahan jaringan-jaringan
tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan
kesehatan bagi yang mengkonsumsinya (Soeparno, 1998). Daging kaya dengan
nutrien matriks yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri pembusuk dan
bakteri patogen. Oleh karena itu diperlukan metode yang tepat untuk
mempertahankan keamanan dan kualitas daging (Aymerich et al. 2008).
Kebusukan pada daging ditandai dengan bau busuk, pembentukan lendir,
perubahan tekstur, terbentuknya pigmen (perubahan warna), dan perubahan rasa
(Adams & Moss 2008). Perubahan warna disebabkan oleh elaborasi pigmen asing
dari pseudomonas. Bau busuk dibentuk terutama oleh bakteri anaerob melalui
dekomposisi protein dan asam amino yang akan menghasilkan indole, metilamin,
dan H2S (Lawrie 2003).
Setelah hewan disembelih, karkas dapat terkontaminasi oleh feses, isi
lambung, dan kulit. Kontaminasi silang dapat terjadi pada saat proses
penyembelihan seperti dari alat-alat penyembelihan, bangunan, kontak oleh
manusia, dan kontak antar karkas. Mikroba yang mengkontaminasi ini non patogen
tetapi dapat menyebabkan kebusukan. Teknik dekontaminasi ditargetkan mengurangi
atau menghilangkan bakteri patogen atau bakteri pembusuk. Bakteri-bakteri yang
sering berperan sebagai pembusuk adalah Pseudomonas, Acinetobacter/Moraxella,
Aeromonas, Alteromonas putrefaciens,
Lactobacillus, dan Brochothrix
thermosphacta (Huffman 2002).
Flora utama yang bertanggung jawab pada pembusukan daging segar selama
penyimpanan aerobik adalah spesies pseudomonas. Spesies pseudomonas ini dominan
pada daging unggas, daging babi, daging sapi, dan daging domba. Pseudomonas fragi dan Pseudomonas fluorescens menyebabkan
penurunan kualitas daging dan produk daging yang disebabkan oleh produksi
protease ekstraseluler dan lipase ekstraseluler pada suhu rendah (Zhang et al. 2009)
Pseudomonas
fluorescens adalah bakteri batang gram negatif yang motil. P. fluorescens motil karena memiliki
flagela pada satu kutubnya. Bakeri ini merupakan anggota gamma-proteobacteria dan merupakan bakteri yang umum hidup di tanah
(Mastropaolo 2009).
Bakteri ini mendapatkan nama
fluorescens karena bakteri ini memproduksi pigmen berwarna hijau
fluorescens terutama pada kondisi kurang besi (Fe). Bakteri ini bersifat
aerob obligat kecuali pada beberapa strain yang dapat menggunakan NO3
sebagai ganti dari O2(Silby & Levy 2010).
P.
fluorescens bersifat psikrotofik dan beberapa strain bersifat
mesotrofik (Mu et al. 2008). Bakteri
psikotrofik menurut Ray & Bhunia (2008) adalah bakteri yang mampu tumbuh
pada suhu di bawah 5oC namun tumbuh cepat pada suhu 10-25oC.
Bakteri ini mampu tumbuh baik pada suhu lemari pendingin. P. fluorescens bersifat katalase dan oksidase positif, menghasilkan
asam (memfermentasi) pada glukosa, tidak menghasilkan asam pada laktosa dan
manitol. Uji methyl red voges proskauer
(MRVP) negatif dan menghasilkan pigmen berwarna biru kehijauan fluorescens (Jay
et al. 2003).
c. Bakteri pada Daging
Pada umumnya, faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging ada dua macam, yaitu
(a). Faktor intrinsik termasuk nilai nutrisi daging, keadaan air, pH, potensi
oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi pengahalang atau penghambat; (b).
Faktor ekstrinsik, misalnya temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya
oksigen dan bentuk atau kondisi daging
(Fardiaz, 1992). Temperatur merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk
mengatur pertumbuhan bakteri sebab semakin tinggi temperatur semakin besar pula
tingkat pertumbuhannya. Demikian juga kadar pH ikut mempengaruhi pertumbuhan
bakteri, hampir semua bakteri tumbuh secara optimal pada pH 7 dan tidak akan
tumbuh pada pH 4 atau diatas pH 9. Setelah penyembelihan pH daging turun
menjadi 5,6-5,8, pada kondisi ini bakteri asam
laktat dapat tumbuh dengan baik dan cepat (Ramli, 2001). Untuk berkembang biak, bakteri membutuhkan
air, jika terlalu kering bakteri tersebut
akan mati. Zat-zat organik, Gas, CO2 penting aktivitas metaboliknya. pH,
kebanyakan bakteri tumbuh dengan baik pada medium yang netral (pH 7,2-7,6).
Temperatur, bakteri akan tumbuh optimal pada suhu tubuh ± 37 OC (Gibson,
1996). Adapun ciri-ciri daging yang
busuk akibat aktivitas bakteri antara lain sebagai berikut:
a. Daging
kelihatan kusam dan berlendir. Pada umumnya disebabkan oleh bakteri dari genus Pseudomonas,
Achromobacter, Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus dan Micrococcus
b. Daging
berwarna kehijau-hijauan (seperti isi usus). Pada umumnya disebabkan oleh
bakteri dari genus Lactobacillus dan Leuconostoc.
c. Daging
menjadi tengik akibat penguraian lemak. Pada umumnya disebabkan oleh bakteri
dari genus Pseudomonas dan Achromobacter.
d. Daging
memberikan sinar kehijau-hijauan. Pada umumnya disebabkan oleh bakteri dari
genus Photobacterium dan Pseudomonas.
BAB III
METEDOLOGI PRAKTIKUM
A.
Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
pada hari Rabu 15 Mei 2013 pukul 10.00
sampai selesai.
B. Alat dan
Bahan
Alat dan kegunaannya yang di gunakan dalam praktikum
daging adalah :
No.
|
Alat
|
Kegunaan
|
1
|
Cawan
Petri
|
Untuk
meletakkan objek pengamatan
|
2
|
Silet atau
Pisau
|
Untuk
mengiris sampel pengamatan
|
3
|
Pipet
tetes
|
|
4
|
Tabung
reaksi
|
Untuk
pengenceran
|
5.
|
Rak tabung
|
Tempat
meletakkan tabung reaksi
|
6.
|
Erlemeyer
|
Sebagai
tempat pencampuran sampel
|
Bahan dan kegunaannya yang di
gunakan dalam praktikum daging yaitu sebagai berikut :
No.
|
Bahan
|
Kegunaan
|
1
|
Daging
sapi
|
Sebagai
sampel pengamatan
|
2
|
Malachite
Green
|
Pewarna
dalam pengujian pengeluran darah
|
3
|
aquades
|
Pelarut
|
4
|
Kertas
saring
|
Untuk uji
pembusukan
|
5
|
Pb asetat
|
Untuk uji
pembusukan
|
6
|
H2O2 3%
|
Untuk uji
pengeluaran darah
|
C.
Prosedur Praktikum
a. Uji H2S
1.
Daging di potong dengan ukuran kecil
2.
Kemudian masukkan ke dalam cawan petri
3.
Daging ditutup dengan kertas saring
4.
Lalu tetesi PB asetat
5.
Biarkan beberapa menit kemudian amati
b. Pemeriksaan Mikrobiologi
Adapun langkah-langkah
dalam pengujian agar tuang antara lain sebagai berikut :
1. Lakukan
pengenceran
·
Masukkan ekstra daging dengan
menggunakan pipet pasteur sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi 1.
·
Masukkan aquades dengan menggunakan
pipet pasteur sebanyak 4,5 ml kedalam tabung reaksi 2 kemudian tambahkan 0,5 ml
ekstrak daging dari tabung reaksi 1, setelah itu homogenkan.
·
Masukkan aquades dengan menggunakan
pipet pasteur sebanyak 4,5 ml kedalam tabung reaksi 3 kemudian tambahkan 0,5 ml
ekstrak daging dari tabung reaksi 2, setelah itu homogenkan.
·
Masukkan aquades dengan menggunakan
pipet pasteur sebanyak 4,5 ml kedalam tabung reaksi 4 kemudian tambahkan 0,5 ml
ekstrak daging dari tabung reaksi 3, setelah itu homogenkan.
·
Masukkan aquades dengan menggunakan
pipet pasteur sebanyak 4,5 ml kedalam tabung reaksi 5 kemudian tambahkan 0,5 ml
ekstrak daging dari tabung reaksi 4, setelah itu homogenkan.
·
Pengenceran yang terdapat pada tabung 2
sama dengan 10 kali, tabung 3 sama dengan 100 kali, tabung 4 sama dengan 1000
kali dan tabung 5 sama dengan 10000 kali
2.
Pengenceran ekstrak yang telah dibuat
akan ditumbuhkan dalam medium agar tuang. Adapun langkah langkahnya adalah
sebagai berikut.
·
ambil ekstrak daging dengan pengenceran
10 kali menggunakan pipet tetes 1ml sebanyak 1ml kemudian tuang ke dalam cawan
petri, selanjutnya tuang agar kedalam cawan tadi hingga menutupi semua
permukaan cawan ± 20 ml.
·
Lakukan hal yang sama pada pengenceran
100 kali, 1000 kali dan 10000 kali.
·
Setelah kesemua pengenceran telah dibuat
agar tuang, diamkan selama beberapa menit hingga agar tersebut membeku, setelah
itu masukkan kedalam mesin pendingi dengan suhu 40oC selama 24 jam.
·
Amati jumlah pertumbuhan koloni pada
cawan tersebut.
c. Uji Kesempurnaan Pengeluaran Darah
1.
Cincang daging tambahkan 15 ml akuadest dalam
erlemeyer
2.
Diamkan 15 menit
3.
Saring ekstrak kemudian ambil 1 ml ekstrak masukkan ke
tabung reaksi tambahkan 1 tetes larutan malachite green dan 1 tetes H2O2 3 %
4.
Diamkan selama 20 menit
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
1. Hasil
a. Uji H2s
(Pembusukan Daging)
No.
|
Sampel
|
Perlakuan
|
Reaksi
|
Hasil
|
1.
|
Sampel daging
|
Ditetesi
Pb asetat
|
Timbul
bintik-bintik hitam
|
+
|
b. Uji
Mikrobiolgi (Perhitungan Bakteri)
No.
|
Sampel
|
Jenis Medium
|
Jumlah
bakteri
|
Pengenceran
|
1.
|
Sampel daging
|
Nutrient
agar
|
112
|
10-5
|
Sampel daging
|
Endo agar
|
60
|
10-5
|
c. Uji
Kesempurnaan Pengeluaran Darah
No.
|
Sampel
|
Perlakuan
|
Reaksi
|
Hasil
|
1.
|
Sampel daging
|
Ditetesi Malachite Green
|
Warna biru
|
-
|
2.
Pembahasan
a. Uji H2S
(Pembusukan Daging)
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, sampel daging menunjukkan hasil yang negative karena tidak terdapat (timbul)
bintik-bintik hitam pada kertas saring. Dari hasil uji H2S pada sampel daging menunjukkan
bahwa daging tersebut belum terjadi pembusukan. Uji H2S pada dasarnya adalah
uji untuk melihat H2S yang dibebaskan oleh bakteri yang menginvasi daging
tersebut. H2S yang dilepaskan pada daging membusuk akan berikatan dengan Pb
acetat menjadi Pb sulfit (PbSO3) dan menghasilkan bintik-bintik berwarna coklat
pada kertas saring yang diteteskan Pb acetat tersebut. Hanya kelemahan uji ini,
bila bakteri penghasil H2S tidak tumbuh maka uji ini tidak dapat dijadikan
ukuran. Pembusukan dapat terjadi karena dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu
relatif lama sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat dan terjadi proses
fermentasi oleh enzim-enzim yang membentuk asam sulfida dan amonia.
Menurut
Astrawan 2008, Warna daging sapi yang baru diiris biasanya merah ungu gelap. Warna tersebut berubah menjadi terang (merah ceri) bila daging dibiarkan
terkena oksigen. Perubahan warna merah ungu menjadi terang tersebut bersifat reversible
(dapat balik). Namun, bila daging tersebut terlalu lama terkena oksigen, warna
merah terang akan berubah menjadi cokelat. Mioglobin merupakan pigmen berwarna
merah keunguan yang menentukan warna daging segar. Mioglobin dapat mengalami
perubahan bentuk akibat berbagai reaksi kimia. Bila terkena udara, pigmen
mioglobin akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna merah
terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan pigmen
metmioglobin yang berwarna cokelat. Timbulnya warna cokelat menandakan bahwa
daging telah terlalu lama terkena udara bebas, sehingga menjadi rusak.
Umumnya daging segar tidak
menimbulkan aroma. Aroma akan timbul jika daging segar menyerap bau dari udara
atau lingkungan sekitar, sedangkan daging sample mempunyai bau khas daging
sapi. Hal ini berarti belum terjadi pemecahan protein oleh mikroorganisme menjadi
asam-asam volatil yang berbau menyengat. Aroma pada daging dipengaruhi oleh
umur, cara penanganan dan jenis pengolahan daging.
Konsistensi daging atau tingkat
keempukan daging merupakan salah satu factor yang mempengaruhi kualitas daging.
Daging sapi sampel yang diuji konsistensinya kenyal. Keempukan daging
dipengaruhi oleh umur, jenis hewan, cara penanganan sebelum dan sesudah
pemotongan dan cara pemasakan. Keempukan daging dipengaruhi juga oleh
faktor instrinsik seperti struktur myofibrial, status kontraksi dan kandungan
jaringan ikat (Astrawan 2008).
Nilai pH diukur dengan pH meter dan
diperoleh pH sampel 5.65. Jika dibandingkan dengan pH standar (5.3 - 5.8) maka
daging sampel mempunyai pH masih dalam range normal. Penyimpangan nilai pH akan
menunjukkan penyimpangan terhadap kualitas daging karena berkaitan dengan
warna, keempukan, cita rasa, daya ikat air dan lamanya penyimpanan
daging. pH daging pada saat baru dipotong 7.0 - 7.2 dan setelah
beberapa waktu dari jam pemotongan menjadi 5,3-5,5. Sedangkan untuk pH daging
ayam diawal sesudah pemotongan 6,8-7,2 dan setelah diistirahatkan 2 – 4,5 jam
pHnya 5,8-5,9. Kadar pH dipengaruhi oleh laju glikolisis dan
cadangan glikogen otot. Sesaat setelah hewan mati sirkulasi darah terhenti
maka suplai oksigen, proses reduksi oksidasi dan respirasi akan ikut berhenti
sehingga terjadi glikolisis anaerob yang membentuk asam laktat yang akan berada
di dalam otot sehingga terjadi penurunan pH otot dan perubahan stuktur jaringan
otot setelah beberpa waktu pemotongan.
d. Pemeriksaan Mikrobiologi
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, jumlah koloni yang ditemukan yaitu pada pengenceran 10-5
medium nutrient agar didapatkan jumlah koloni bakteri yaitu 112 sedangkan pada
medium Endo agar terdapat 60 jumlah koloni bakteri.
Jumlah mikroba daging dengan metode
TPC yaitu 8,4x105 menunjukkan tingginya cemaran mikroba dari
lingkungan. Jumlah ini melebihi batas normal yang boleh ada dalam daging yaitu
105. Sedangkan jumlah coliform 1,3 x 104 di bawah
standar yang di tetapkan SNI. Hal ini menunjukkan kontaminasi dari personalia
rendah (higiens personalia baik). Daging merupakan media yang sangat baik untuk
perkembangan mikroorganisme karena mempunyai kandungan protein yang tinggi, pH
lebih besar dari 5,4 dan daya ikat air lebih besar dari 0,85 cocok untuk
pertumbuhan mikroba (Sanjaya et al. 2007).. Beberapa bakteri yang tumbuh
pada daging diantaranya Salmonella sp, Staphylococcus sp, Streptococcus sp dan
lain-lain. Hal ini perlu diperhatikan menyangkut keamanan dan kelayakan pangan
yang berkaitan erat dengan kesehatan konsumen.
e. Uji Kesempurnaan Pengeluaran Darah
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, sampel daging menunjukkan hasil yang negative karena sampel yang
telah ditetesi dengan Malachite green itu berwarna biru jadi dikategorikan
sebagai pengeluaran darah sempurna.
Uji Malachite Green
test ini untuk mengetahui hewan disembelih dengan sempurna atau tidak.
Penyembelihan dan pengeluaran darah yang tidak sempurna akan diketahui, karena
H2O2 3% yang mereduksi Malachite Green dengan pengeluaran darahnya akan
dijumpai banyak Hb dalam daging. Dengan O2 dari H2O2 dalam reaksi, maka yang
terjadi Hb tidak akan mengoksidasi warna larutan. Sebaliknya jika tidak ada Hb,
maka O2 akan mengoksidasi Malachite Green menjadi warna biru. Pengeluaran darah
yang tidak sempurna mengakibatkan daging cepat membusuk serta mempengaruhi
proses selanjutnya. Pengeluaran darah yang efektif hanya dapat dikeluarkan 50%
nya saja dari jumlah total darah (Lawrie, 1995).
Malachite Green (MG)
berkompetisi dengan hemoglobin (Hb) untuk meningkatkan oksigen, karena Hb
mempunyai afinitas lebih tinggi dari MG maka Hb akan mengikat oksigen lebih
dulu. Pengeluaran darah positif (+) tidak sempurna jika larutan campuran
ekstrak daging, H2O2 (3%) dan MG (2%) berwarna hijau keruh, sedangkan hasil
negatif (-) sempurna jika larutan berwarna hijau-biru jernih (Anonim, 1996).
Konsentrasi H2O2 dan MG juga perlu disesuaikan dengan konsentrasi ekstrak
daging. Perubahan warna dalam uji MG terhadap daging bangkai yang telah busuk
kemungkinan juga dipengaruhi adanya H2S yang membentuk mioglobin menjadi
sulf-mioglobin. Selanjutnya sulf-mioglobin berikatan dengan MG membentuk warna
hijau (Lawrie, 1995).
Kesempurnaan pengeluaran darah
dipengaruhi oleh penanganan sebelum dan sesudah hewan disembelih.
Penanganan sebelum disembelih seperti proses pemingsanan yang tidak tepat,
penyembelihan tanpa pemingsanan yang menyebabkan hewan stress, memar dan
mengalami pendarahan di bawah kulit dan daging serta perlakuan yang kasar.
Sedangkan penanganan setelah pemotongan seperti hewan tidak digantung setelah
pemotongan.
Ketidaksempurnaan pengeluran
darah menyebabkan hemoglobin berada di dalam daging dan mempercepat
terjadinya proses pembusukan atau penurunan kualitas daging. Maka untuk
mengetahui adanya hemoglobin dapat diberi malachite green dan H2O
pada sampel daging. Jika terdapat Hb di dalam daging maka Hb akan
berikatan dengan O2 dari H2O sehingga malachite green
tidak dioksidasi sehingga tetap berwarna hijau. Hal ini terjadi pada
sampel daging sapi yang digunakan dimana uji Malachite green. Uji kesempurnaan
pengeluran darah tidak pernah dilakukan pada daging unggas karena kadar Hb pada
unggas relatif rendah dan proses pengeluaran darah relatif lebih sempurna
dimana setelah dipotong dengan posisi terbalik.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Jumlah koloni yang ditemukan yaitu pada pengenceran 10-5
medium nutrient agar didapatkan jumlah koloni bakteri yaitu 112 sedangkan pada
medium Endo agar terdapat 60 jumlah koloni bakteri.
2.
Sampel daging menunjukkan hasil yang negative karena
tidak terdapat (timbul) bintik-bintik hitam pada kertas saring.
3.
Sampel daging menunjukkan hasil yang negative karena
sampel yang telah ditetesi dengan Malachite green itu berwarna biru jadi
dikategorikan sebagai pengeluaran darah sempurna
Saran
1.
Sebelum membeli daging terlebih dahulu perhatikan warna, bau dan konsistensi daging.
2.
Memotong hewan seharusnya dilakukan dengan cara
menebas kedua pembuluh darah (arteri dan vena jugularis), trakhea dan
oesophagus sekali tebasan agar pengeluaran darah sempurna.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2013. Pemeriksaan Daging. http://www.
scribd.com/doc /94395937/ PEMERIKSAAN-DAGING-oke#download. Diakses pada
tanggal 20 Mei 2013
Dewi.
2013. Laporan Praktikum Daging dan Hasil
Olahannya. http://2ayupurnamadewi.wordpress.com/2013/01/08/laporan-praktikum-daging-dan-hasil-olahannya/. Diakses pada
tanggal 20 Mei 2013
Ika.
2013. Analisis Sifat Fisik Daging. http://
ikaa083 .student .ipb. ac. id/ academic/analisis-sifat-fisik-daging. Diakses pada
tanggal 20 Mei 2013
Niza.
2012. Laporan Uji Daging. nizamora.blogspot.com/2012/10/laporan-uji-daging.html.
Diakses pada tanggal 20 Mei 2013
Martharini.
2013. Perbedaan Daging Segar dan Bangkai
Yang Beredar di Masyarakat. http://dwitiya-martharini.blog.ugm.ac.id/2013/04/14/
perbedaan-daging-segar-dan-bangkai-yang-beredar-di-masyarakat/. Diakses pada
tanggal 20 Mei 2013
LAMPIRAN
a.
Pemeriksaan
Mikrobiologi
1.
Nutrien Agar
2.
Endo
Agar
b.
Uji
H2s
0 komentar:
Posting Komentar