BAB I
PENDAHULUAN
Peradaban manusia telah berusia ribuan tahun,
dan selama itu pula pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi manusia berhasil menyingkap
rahasia alam semesta dan menghasilkan berbagai teknologi. Namun, apa yang
dihasilkan manusia ternyata tidak ada apa-apanya dibandingkan kehebatan dan kesempurnaan
teknologi di alam.
Kekuatan teknologi dan peradaban manusia yang
merupakan simbol kekuatan, kecerdasan, kehebatan dan kedigdayaan mereka dengan
mudah terhempaskan oleh kekuatan alam seperti bencana gunung berapi, banjir,
angin tornado, gempa bumi. Bahkan manusianya pun mudah dibuat lunglai tak
berdaya, bahkan tak bernyawa, akibat serangan organisme yang tampaknya jauh
lebih lemah dari dirinya, seperti virus, bakteri, jamur, dan sebagainya.
Demikianlah, ini berarti keberadaan serta
keberlangsungan alam ini beserta seluruh isinya, termasuk tumbuhan, hewan dan
manusia itu sendiri, tercipta dengan kecerdasan, kekuatan dan kekuasaan yang
jauh lebih hebat dari manusia maupun makhluk lainnya. Inilah kekuasaan dan
kekuatan Pencipta dalam mencipta dan berkehendak atas segala sesuatu, yang tak
dapat dihadang oleh siapa pun, termasuk manusia itu sendiri. Seluruh
seluk-beluk isi alam ini, termasuk tubuh manusia sendiri, telah dirancang
dengan sengaja dan secara sempurna. Satu bagian kecil saja dari keseluruhan
sistem yang mengatur tubuh manusia ini tidak berfungsi, maka ini akan
membahayakan hidupnya. Di antara ratusan, atau bahkan ribuan, sistem yang ada
pada tubuh manusia adalah sistem
pembekuan darah.
Darah manusia sekilas tampak sederhana, cairan
biasa berwarna merah. Seolah tak ada yang istimewa dari darah, dan seseorang
mungkin berpikir bawah darah terbuat dari cairan biasa yang diberi pewarna
merah. Namun fakta bahwa manusia akan sakit, bahkan mati, ketika kekurangan
darah atau menderita kelainan darah menunjukkan bahwa darah bukanlah cairan
biasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH PEMBEKUAN DARAH
Teori pada pembekuan darah telah ada sejak
jaman dahulu. Fisiologi Johannes Müller (1801-1858) menggambarkan
fibrin, substansi dari suatu trombus . Prekursor larut nya, fibrinogen , demikian disebut oleh Rudolf Virchow (1821-1902), dan terisolasi kimia
oleh Prosper Sylvain Denis
(1799-1863). Alexander Schmidt menyarankan bahwa
konversi dari fibrin fibrinogen adalah hasil dari suatu enzimatik proses, dan berlabel enzim hipotetis " trombin "dan prekursor" prothrombin ". Arthus ditemukan pada tahun 1890 kalsium
yang penting dalam koagulasi. Trombosit diidentifikasi pada tahun 1865, dan fungsi mereka
dijelaskan oleh Giulio Bizzozero pada tahun 1882.
Teori bahwa trombin dihasilkan oleh adanya faktor jaringan dikonsolidasikan oleh Paulus Morawitz pada tahun 1905. Pada tahap ini,
diketahui bahwa thrombokinase / tromboplastin (faktor III) dilepaskan
oleh jaringan yang rusak, bereaksi dengan prothrombin (II), yang
bersama-sama dengan kalsium (IV), bentuk trombin, yang
mengubah fibrinogen menjadi fibrin (I).
B.
PENGERTIAN PEMBEKUAN DARAH (HEMOSTASIS)
Hemostasis berasal dari
kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang amat kompleks,
berlangsung terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara spontan, serta
menghentikan pendarahan akibat kerusakan sistem pembuluh darah. Hemostasis merupakan pristiwa penghentian perdarahan akibat putusnya
atau robeknya pembuluh darah, sedangkan thrombosis terjadi ketika endothelium
yang melapisi pembuluh darah rusak atau hilang. Proses ini mencakup pembekuan
darah (koagulasi) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi trombosit serta
protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan maupun yang melarutkan bekuan.
Hemostasis bertujuan untuk menjaga agar darah
tetap cair di dalam arteri dan vena, mencegah kehilangan darah karena luka,
memperbaiki aliran darah selama proses penyembuhan luka. Hemostasis juga
bertujuan untuk menghentikan dan mengontrol perdarahan dari pembuluh darah yang
terluka.
Merupakan suatu mekanisme tubuh
untuk melindungi diri terhadap kehilangan darah dengan cara mengcegah
terjadinya pendarahan spotan dan mengatasi pendarahan akibat trauma dengan
melibatkan pembuluh darah dan faktor koagulasi. pada peristiwa-peristiwa yang
memerlukan hemostatis di perlukan koagulasi (pembekuan) yang merupakan salah
satu proses hemostasis terpenting terapi untuk tetap mengalir darah harus cair.
oleh karena itu dalam keadaan fisiologis, disamping mekanisme koagulasi juga
juga ada suatu mekamisme lain dengan efek antagonis yang bertujuan untuk
mengimbangi mekanisme koagulasi dan memelihara agar darah tetap cair ; salah
satu diantarsanya adalah proses fibrinolisis. Dengan adanya mekanisme
fibrinoloisis bekuan yang terjadi dapat di batasi dan pembuluh darah yang tersumbat
dapat dialirakan darah kembali.
Koagulasi dan fibrinolisis merupakan
mekanisme yang saling berkaitan erat sehingga seorang tidak dapat membicarakan
masalah koagulasi tanpa di sertai dengan fibrinolisis demikian juga
sebaliknya.dalam system koagulasis dan fibrinolisis terdapat system lain yang
mengatur agar kedua proses tidak langsung berlebihan .sistem tersebut terdiri
dari factor-faktor penghambat ( inhibitor). Seluruh proses merupakan mekanisme
terpadu antara aktifitas pembuluh darah,fungsi trombosit ,interaksi antara
prokoagulan dalam sirkulasi dengan trombosit ,aktifasi fibrinolisis dan
aktifitas inhibitor.
Hemostasis terdiri dari 3 tahap:
1. Hemostasis Primer.
Jika terjadi desquamasi dan luka kecil pada pembuluh
darah, akan terjadi hemostasis primer. Hemostasis primer ini melibatkan tunika
intima pembuluh darah dan trombosit. Luka akan menginduksi terjadinya
vasokonstriksi dan sumbat trombosit. Hemostasis primer ini bersifat cepat dan
tidak tahan lama. Karena itu, jika hemostasis primer belum cukup untuk
mengkompensasi luka, maka akan berlanjut menuju hemostasis sekunder.
2. Hemostasis Sekunder.
Jika terjadi luka yang besar pada pembuluh darah atau
jaringan lain, vasokonstriksi dan sumbat trombosit belum cukup untuk
mengkompensasi luka ini. Maka, terjadilah hemostasis sekunder yang melibatkan
trombosit dan faktor koagulasi. Hemostasis sekunder ini mencakup pembentukan
jaring-jaring fibrin. Hemostasis sekunder ini bersifat delayed dan long-term
response. Kalau proses ini sudah cukup untuk menutup luka, maka proses
berlanjut ke hemostasis tersier.
3. Hemostasis Tersier.
Hemostasis tersier ini bertujuan untuk mengontrol agar
aktivitas koagulasi tidak berlebihan. Hemostasis tersier melibatkan sistem
fibrinolisis.
Pada hemostasis terjadi vasokonstriksi inisial
pada pembuluh darah yang cedera sehingga aliran darah di sebelah distal cedera
terganggu. Kemudian hemostasis dan thrombosis memiliki 3 fase yang sama:
1. Pembekuan agregat trombosit yang longgar dan sementara pada tempat
luka. Trombosit akan mengikat kolagen pada tempat luka pembuluh darah dan
diaktifkan oleh thrombin yang terbentuk dalam kaskade pristiwa koagulasi pada
tempat yang sama, atau oleh ADP yang dilepaskan trombosit aktif lainnya. Pada
pengaktifan, trombosit akan berubah bentuk dan dengan adanya fibrinogen,
trombosit kemudian mengadakan agregasi terbentuk sumbat hemostatik ataupun
trombos
2. Pembentukan jarring fibrin yang terikat dengan agregat trombosit
sehingga terbentuk sumbat hemostatik atau trombos yang lebih stabil.
3. Pelarutan parsial atau total agregat hemostatik atau trombos oleh
plasmin
Tipe trombos :
1. Trombos putih tersusun dari trombosit serta fibrin dan relative
kurang mengandung eritrosit (pada tempat luka atau dinding pembuluh darah yang
abnormal, khususnya didaerah dengan aliran yang cepat (arteri).
2. Trombos merah terutama terdiri atas erotrosit dan fibrin. Terbentuk
pada daerah dengan perlambatan atau stasis aliran darah dengan atau tanpa
cedera vascular, atau bentuk trombos ini dapat terjadi pada tempat luka atau
didalam pembuluh darah yang abnormal bersama dengan sumbat trombosit yang
mengawali pembentukannya.
3. Endapan fibrin yang tersebar luas dalam kapiler/p.darah yang amat kecil.
Ada dua lintasan yang membentuk bekuan fibrin, yaitu lintasan instrinsik dan ekstrinsik. Kedua lintasan ini tidak bersifat independen walau ada perbedaan artificial yang dipertahankan.
3. Endapan fibrin yang tersebar luas dalam kapiler/p.darah yang amat kecil.
Ada dua lintasan yang membentuk bekuan fibrin, yaitu lintasan instrinsik dan ekstrinsik. Kedua lintasan ini tidak bersifat independen walau ada perbedaan artificial yang dipertahankan.
Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin
sebagai respons terhadap cedera jaringan dilaksanakan oleh lintasan ekstrinsik.
Lintasan intrinsic pengaktifannya berhubungan dengan suatu permukaan yang
bermuatan negative. Lintasan intrinsic dan ekstrinsik menyatu dalam sebuah
lintasan terkahir yang sama yang melibatkan pengaktifan protrombin menjadi
thrombin dan pemecahan fibrinogen yang dikatalis thrombin untuk membentuk
fibrin. Pada pristiwa diatas melibatkan macam jenis protein yaitu dapat diklasifikaskan
sebagai berikut:
a.
Zimogen protease yang bergantung
pada serin dan diaktifkan pada proses koagulasi
b.
Kofaktor
c.
Fibrinogen
d.
Transglutaminase yang menstabilkan
bekuan fibrin
e.
Protein pengatur dan sejumla
protein lainnya
Koagulase
terdiri dari tiga jalur yaitu sebagai berikut :
1)
Lintasan intrinsic
Lintasan intinsik melibatkan factor XII, XI,
IX, VIII dan X di samping prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi,
ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit. Lintasan ini membentuk factor Xa (aktif).
2)
Lintasan Ekstrinsik
Lintasan ekstrinsik melibatkan factor jaringan,
factor VII,X serta Ca2+ dan menghasilkan factor Xa.
3)
Lintasan Terakhir
Pada lintasan terskhir yang sama, factor Xa
yang dihasilkan oleh lintasan intrinsic dak ekstrinsik, akan mengaktifkan
protrombin(II) menjadi thrombin (IIa) yang kemudian mengubah fibrinogen menjadi
fibrin.
C. KOMPONEN PENTING DALAM PROSES
PEMBEKUAN DARAH
Komponen-komponen penting dalam proses
pembekuan darah adalah sebagai berikut:
1. Pembuluh
darah
Terdiri dari tiga lapisan yaitu
sebagai berikut :
o Intima ; terdiri atas satu lapis sel endotel yang barsifat
nontrombogenik dan membrane elestis interna.
o Media ; terdiri atas otot polos.
o Adventisia ; terdiri atas membrane elestis eksterna dan jaringan ikat
penyokong
Kerja pembuluh darah
;
Jika lapisan endotel rusak maka terjadi vasokonstriksi
sehingga aliran darah akan menurun dan meningkatkan aktivasi kontak trombosit
dan factor koagulasi
2. Trombosit
Secara stuktur trombosit terdiri
atas ;
1. Zona perifer ; terdiri
atas glikokalik yang terletak dibagaian paling luar dan di dalam nya terdapat
membrane plasma.
2. Zona sol – gel ; terdiri
atas mikrotubulus,mikrofilamen dan system tubulus Berfungsi ; untuk mengatur
perubahan bentuk trombosis
3. Zona organel ; terdiri
atas granula padat, mitokondria,granula α ,dan organel (lisosom dan RE)
Fungsi Trombosit
Fungsi utama trombosit adalah menutup koyakan atau
celah pada dinding vascular. Berperan dalam system stadium primer proses
hemostatis yaitu stadium pembentukan sumbat trombosit. Pembentukan sumbatan
trombosit ; 3 fase yaitu adhesi, aktivitas dan agregasi trombosit
Adhesi trombosit
Apabila pembuluh darah luka, maka jaringan
subendotelium (kolagen) akan terbuka/terpapar maka trombosit akan menempel ke
jaringan kolagen (proses adhesi)
Aktivitas trombosit
Adhesi trombosit pada serat kolagen akan mengaktifkan
trombosit Trombosit mengalami perubahan bentuk dari discoid menjadi sferis
dengan tanduk tipis menjalur keluar beberapa dari permukaan trombosit
Agregasi trombosit
Agregasi trombosit adalah ; perletakan antara sesame
trombosit.
3. Faktor-faktor
pembekuan darah
Faktor I
Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat
molekul protein plasma dan diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin.
Kekurangan faktor ini menyebabkan masalah pembekuan darah afibrinogenemia atau
hypofibrinogenemia.
Faktor II
Prothrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan
protein plasma dan diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh
pembelahan dengan mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan.
Fibrinogen trombin kemudian memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor
menyebabkan hypoprothrombinemia.
Faktor III
Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal
dari beberapa sumber yang berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru;
Jaringan Tromboplastin penting dalam pembentukan prothrombin ekstrinsik yang
mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan.
Faktor IV
Kalsium: sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam
berbagai fase pembekuan darah.
Faktor V
Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang
relatif labil dan panas, yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan
fungsi baik di intrinsik dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin
mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini,
sifat resesif autosomal, mengarah pada kecenderungan berdarah yang langka yang
disebut parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga
akselerator globulin.
Faktor VI
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu
bentuk aktif faktor V, tetapi tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.
Faktor VII
Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang
relatif stabildan panas dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik.
Hal ini diaktifkan oleh kontak dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan
faktor III itu faktor X. Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter
(autosomal resesif) atau diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin
K), hasil dalam kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin
konversi faktor akselerator dan stabil.
Faktor VIII
Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi
penyimpanan yang relatif labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari
koagulasi, bertindak (dalam konser dengan faktor von Willebrand) sebagai
kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-X sifat,
penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin dan faktor
antihemophilic A.
Faktor IX
Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi
penyimpanan yang relatif stabil dan terlibat dalam jalur intrinsik dari
pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi faktor X. hasil di hemofilia
B. Disebut juga faktor Natal dan faktor antihemophilic B.
Faktor X
Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan
yang relatif stabil dan berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik
jalur koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur umum dari pembekuan.
Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor
V, yang disebut prothrombinase; hal ini dapat membelah dan mengaktifkan
prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan
koagulasi sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan
disebut juga thrombokinase.
Faktor XI
Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang
stabil yang terlibat dalam jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan,
itu mengaktifkan faktor IX. Lihat juga kekurangan faktor XI. Disebut juga
faktor antihemophilic C.
Faktor XII
Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang
diaktifkan oleh kontak dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai
jalur intrinsik dari koagulasi dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor
ini menghasilkan kecenderungan trombosis.
Faktor XIII
Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah faktor
koagulasi yang merubah fibrin monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi
stabil dan tidak larut dalam urea, fibrin yang memungkinkan untuk membentuk
pembekuan darah. Kekurangan faktor ini memberikan kecenderungan seseorang
hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan protransglutaminase. Bentuk yang
diaktifkan juga disebut transglutaminase.
4. Faktor –
faktor fibrinolisis
Koagulasi diawali dengan adanya
cedera vascular. Vasokontriksi merupakan respons segera tergadap cedera, yang
diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen pada dinding pembuluh yang
terpajan dengan cedera. ADP dilepas oleh trombosit, menyebabkan agregasi trombosit.
Sejumlah keci trombin juga merangsang agregasi trombosit, bekerja memperkuat
reaksi. Faktor III trombosit, dari membrane trombosit juga mempercepat
pembekuan plasma. Dengan cara ini, terbentuklah sumbatan trombosit, kemudian
segera diperkuat oleh protein filamentosa yang dikenal sebagai fibrin. Produksi
fibrin dimulai dengan perubahan factor X menjadi Xa, seiring dengan
terbentuknya bentuk aktif suatu faktor.
Faktor X dapat diaktifasi melalui
dua rangkaian reaksi, yaitu:
Jalur ektrinsik, yaitu rangkaian yang memerlukan
faktor jaringan yang dilepaskan oleh endotel pembuluh darah pada saat cedera.
Jalur intrinsik, menggunakan faktor-faktor yang
terdapat di dalam system vascular plasma.
D. PROSES PEMBEKUAN DARAH
Proses pembekuan darah yang normal mempunyai 3
tahap yaitu
1. Fase koagulasi
Koagulasi diawali dalam keadaan homeostasis
dengan adanya cedera vascular. Vasokonstriksi merupakan respon segera terhadap
cedera, yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen pada dinding pembuluh
yang terpajan dengan cedera. Trombosit yang terjerat di tempat terjadinya luka
mengeluarkan suatu zat yang dapat mengumpulkan trombosit-trombosit lain di
tempat tersebut. Kemudian ADP dilepas oleh trombosit, menyebabkan agregasi
trombosit. Sejumlah kecil trombin juga merangsang agregasi trombosit, bekerja
memperkuat reaksi. Trombin adalah protein lain yang membantu pembekuan darah.
Zat ini dihasilkan hanya di tempat yang terluka, dan dalam jumlah yang tidak
boleh lebih atau kurang dari keperluan.
Selain itu, produksi trombin harus dimulai dan
berakhir tepat pada saat yang diperlukan. Dalam tubuh terdapat lebih dari dua
puluh zat kimia yang disebut enzim yang berperan dalam pembentukan trombin.
Enzim ini dapat merangsang ataupun bekerja sebaliknya, yakni menghambat pembentukan
trombin. Proses ini terjadi melalui pengawasan yang cukup ketat sehingga
trombin hanya terbentuk saat benar-benar terjadi luka pada jaringan tubuh.
Factor III trombosit, dari membrane trombosit juga mempercepat pembekuan
plasma. Dengan cara ini, terbentuklah sumbatan trombosit, kemudian segera
diperkuat oleh protein filamentosa (fibrin). (Sylvia A.Price &Lloraine
M.Wilson.,2003)
Produksi fibrin dimulai dengan perubahan factor
X menjadi Xa, seiring dengan terbentuknya bentuk aktif suatu factor. Factor X
dapat diaktivasi melalui dua rangkaian reaksi. Rangkaian pertama memerlukan
factor jaringan, atau tromboplastin jaringan, yang dilepaskan oleh endotel
pembuluh darah pada saat cedera.. karena factor jaringan tidak terdapat di
dalam darah, maka factor ini merupakan factor ekstrinsik koagulasi, dengan
demikian disebut juga jalur ekstrinsik untuk rangkaian ini. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson.,2003.)
Rangkaian lainnya yang menyebabkan aktivasi
factor X adalah jalur intrinsic, disebut demikian karena rangkaian ini
menggunakan factor-faktor yang terdapat dalam system vascular plasma. Dalam
rangkaian ini, terjadi reaksi “kaskade”, aktivasi satu prokoagulan menyebabkan
aktivasi bentuk pengganti. Jalur intrinsic ini diawali dengan plasma yang
keluar terpajan dengan kulit atau kolagen di dalam pembuluh darah yang rusak.
Factor jaringan tidak diperlukan, tetapi trombosit yang melekat pada kolagen
berperan. Faktor XII, XI, dan IX harus diaktivasi secara berurutan, dan faktor
VIII harus dilibatkan sebelum faktor X dapat diaktivasi. Zat-zat prakalikrein
dan HMWK juga turut berpartisipasi, dan diperlukan ion kalsium. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson.,2003)
Dari hal ini, koagulasi terjadi di sepanjang
apa yang dinamakan jalur bersama. Aktivasi aktor X dapat terjadi sebagai akibat
reaksi jalur ekstrinsik atau intrinsik. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa
kedua jalur tersebut berperan dalam hemostasis. Langkah selanjutnya pada
pembentukan fibrin berlangsung jika faktor Xa, dibantu fosfolipid dari
trombosit yang diaktivasi, memecah protrombin, membentuk trombin. Selanjutnya
trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. Fibrin ini pada awalnya
merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami
polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit, dan memerangkap sel-sel
darah. Untaian fibrin kemudian memendek (retraksi bekuan), mendekatkan
tepi-tepi dinding pembuluh darah yang cederadan menutup daerah tersebut.
(Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)
2. Penghentian pembentukan
bekuan
Setelah pembentukan bekuan, sangat penting
untuk melakukan pengakhiran pembekuan darah lebih lanjut untuk menghindari
kejadian trombotik yang tidak diinginkan.yang disebabkan oleh pembentukan
bekuan sistemik yang berlebihan. Antikoagulan yang terjadi secara alami
meliputi antitrombin III (ko-faktor heparin), protein C dan protein S.
Antitrombin III bersirkulasi secara bebas di dalam plasma dan menghambat sistem
prokoagulan, dengan mengikat trombin serta mengaktivasi faktor Xa, IXa, dan
XIa, menetralisasi aktivitasnya dan menghambat pembekuan. Protein C, suatu
polipeptida, juga merupakan suatu antikoagulan fisiologi yang dihasilkan oleh
hati, dan beredar secara bebas dalam bentuk inaktif dan diaktivasi menjadi
protein Ca. Protein C yang diaktivasi menginaktivasi protrombin dan jalur
intrinsik dengan membelah dan menginaktivasi faktor Va dan VIIIa. Protein S
mempercepat inaktivasi faktor-faktor itu oleh protein protein C. Trombomodulin,
suatu zat yang dihasilkan oleh dinding pembuluh darah, diperlukan untuk menimbulkan
pengaruh netralisasi yang tercatat sebelumnya. Defisiensi protein C dan S
menyebabkan spisode trombotik. Individu dengan faktor V Leiden resisten
terhadap degradasi oleh protein C yang diaktivasi. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson.,2003.)
3. Resolusi bekuan
Sistem fibrinolitik merupakan rangkaian yang
fibrinnya dipecahkan oleh plasmin (fibrinolisin) menjadi produk-produk
degradasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan. Diperlukan beberapa interaksi
untuk mengubah protein plasma spesifik inaktif di dalam sirkulasi menjadi enzim
fibrinolitik plasmin aktif. Protein dalam bersirkulasi, yang dikenal sebagai
proaktivator plasminogen, dengan adanya enzim-enzim kinase seperti
streptokinase, stafilokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa, dikatalisasi
menjadi aktivator plasminogen. Dengan adanya enzim-enzim tambahan seperti
urokinase, maka aktivator-aktivator mengubah plasminogen, suatu protein plasma
yang sudah bergabung dalam bekuan fibrin, menjadi plasmin. Kemudian plasmin
memecahkan fibrin dan fibrinogen menjadi fragmen-fragmen (produk degradasi
fibrin-fibrinogen), yang mengganggu aktivitas trombin, fungsi trombosit, dan
polimerisasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan. Makrofag dan neutrofil juga
berperan dalam fibrinolisis melalui aktivitas fagositiknya. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson.,2003.)
E.
MEKANISME PEMBEKUAN DARAH
Pembekuan darah disebut juga
koagulasi darah. Faktor yang diperlukan dalam penggumpalan darah adalah garam
kalsium sel yang luka yang membebaskan trompokinase, trombin dari protombin
dan fibrin yang terbentuk dari fibrinogen. Mekanisme pembekuan
darah adalah sebagai berikut setelah trombosit meninggalkan pembuluh darah dan
pecah, maka trombosit akan mengeluarkan tromboplastin. Bersama-sama
dengan ion Ca tromboplastin mengaktifkan protrombin menjadi trombin.
Trombin adalah enzim yang mengubah fibrinogen
menjadi fibrin. Fibrin inilah yang berfungsi menjaring sel-sel darah
merah menjadi gel atau menggumpal. Kisaran waktu terjadinya koagulasi darah
adalah 15 detik sampai 2 menit dan umumnya akan berakhir dalam waktu 5 menit.
Gumpalan darah normal akan mengkerlit menjadi sekitar 40% dari volume semula
dalam waktu 24 jam. Koagulasi dapat dicegah dengan penambahan kalium sitrat
atau natrium sitrat yang menghilangkan garam kalsium.
Berikut penjelasan skema pembekuan darah:
1. Luka
2. Trombosit pecah
3. Mengeluarkan Trombokinase
(tromboplastin)
4. Dengan bantuan vit K akan membentuk protombin
5. Dengan bantuan ion Ca2+ mengubah
protombin menjadi trombin
6. Trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin
7. Fibrin inilah yang merupakan benang-benang
yang saling menjalin sehingga dapat menghambat sel-sel darah keluar dari
pembuluh darah.
F. WAKTU PEMBEKUAN DARAH
Kisaran waktu
terjadinya pembekuan darah adalah 15 detik sampai 2 menit dan umumnya akan
berakhir dalam waktu 5 menit. Gumpalan darah normal akan mengkerlit menjadi
sekitar 40% dari volume semula dalam waktu 24 jam.
Prothrombin time (PT) adalah tes darah yang
mengukur berapa lama waktu yang dibutuhkan darah untuk membeku. Sebuah tes
waktu prothrombin dapat digunakan untuk memeriksa masalah pendarahan. PT juga
digunakan untuk memeriksa apakah obat-obat untuk mencegah pembekuan darah
bekerja.
Sebuah tes PT juga dapat disebut tes INR. USD
(rasio normalisasi internasional) singkatan cara standardisasi hasil tes waktu
prothrombin, tidak peduli metode pengujian.
Darah faktor
pembekuan yang diperlukan untuk darah
menggumpal (koagulasi). Protrombin, atau faktor II, adalah salah satu faktor
pembekuan dibuat oleh hati.
Vitamin K dibutuhkan untuk membuat faktor-faktor pembekuan protrombin dan
lainnya. waktu
protrombin adalah tes penting karena memeriksa untuk melihat apakah lima
faktor pembekuan darah yang berbeda (faktor I, II, V, VII, dan X) yang hadir.
Waktu prothrombin dibuat lagi oleh:
·
Obat pengencer darah,
seperti heparin.
Tes lain, diaktifkan waktu
tromboplastin parsial (APTT) uji, adalah tes
yang lebih baik untuk mengetahui apakah dosis yang tepat heparin sedang
digunakan.
·
Rendahnya tingkat
faktor pembekuan darah.
·
Perubahan dalam
aktivitas dari setiap faktor pembekuan.
·
Tidak adanya faktor
pembekuan.
·
Zat lain, yang disebut
inhibitor, yang mempengaruhi faktor-faktor pembekuan.
·
Peningkatan dalam
penggunaan faktor-faktor pembekuan.
Tes lain pembekuan darah, disebut tromboplastin
parsial waktu (PTT), langkah-langkah faktor pembekuan lainnya. Tromboplastin
parsial waktu dan waktu prothrombin sering dilakukan pada waktu yang sama untuk
memeriksa perdarahan masalah atau kesempatan untuk perdarahan terlalu banyak
dalam operasi.
·
Cari penyebab
perdarahan abnormal atau memar.
·
Periksa untuk melihat
apakah obat pengencer darah, seperti warfarin (coumadin), bekerja. Jika tes ini
dilakukan untuk tujuan ini, PT dapat dilakukan setiap hari pada awalnya. Ketika
dosis obat yang benar ditemukan, Anda tidak perlu begitu banyak tes.
·
Periksa rendahnya
tingkat faktor pembekuan darah. Kurangnya beberapa faktor pembekuan dapat
menyebabkan perdarahan gangguan seperti hemofilia
, yang dilewatkan dalam keluarga (diwariskan).
·
Periksa tingkat rendah
vitamin K. Vitamin K dibutuhkan untuk membuat faktor-faktor pembekuan
protrombin dan lainnya.
·
Memeriksa seberapa baik
hati bekerja. Tingkat protrombin diperiksa bersama dengan tes-tes hati yang
lain, seperti aspartat aminotransferase dan alanin aminotransferase.
·
Periksa untuk melihat
apakah tubuh menggunakan sampai faktor pembekuan sangat cepat sehingga darah
tidak bisa menggumpal dan perdarahan tidak berhenti. Ini mungkin berarti orang
tersebut telah disebarluaskan
koagulasi intravaskular (DIC) .
G. PENYAKIT AKIBAT GANGGUAN
PEMBEKUAN DARAH
contoh penyakit
akibat gangguan pembekuan darah, antara lain:
1.
Hemofilia
Hemofilia merupakan penyakit kelainan koagulasi
yang sering kita jumpai. Hemofilia adalah gangguan koagulasi herediter akibat
terjadinya mutasi atau cacat genetik pada kromosom X. Kerusakan kromosom ini
menyebabkan penderita kekurangan faktor pembeku darah sehingga mengalami
gangguan pembekuan darah. Dengan kata lain, darah pada penderita hemofilia
tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. (Dr.Umar zein, 2008)
Hemofilia tak mengenal ras, perbedaan warna
kulit ataupun suku bangsa. Namun mayoritas penderita hemofilia adalah pria
karena mereka hanya memiliki satu kromosom X. Sementara kaum hawa umumnya hanya
menjadi pembawa sifat (carrier). Seorang wanita akan benar-benar mengalami
hemofilia jika ayahnya seorang hemofilia dan ibunya pun pembawa sifat. Akan tetapi
kasus ini sangat jarang terjadi. Meskipun penyakit ini diturunkan, namun
ternyata sebanyak 30 persen tak diketahui penyebabnya. (Dr.Umar zein, 2008)
Ada dua jenis utama Hemofilia , yaitu:
Hemofilia A
Disebut Hemofilia Klasik. Pada hemofilia ini,
ditemui adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor antihemofilia
VIII, protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
( Gugun,2007)
Hemofilia B :
Disebut Christmas Disease. Ditemukan untuk
pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas yang berasal dari
Kanada.pada Christmas Disease ini, dijumpai defisiensi atau tidak adanya
aktivitas faktor IX. (Gugun, 2007)
Penyakit hemofilia diklasifikasikan menjadi
tiga, yaitu :
·
Hemofilia berat, jika kadar
aktivitas faktor kurang dari 1 %.
·
Hemofilia sedang, jika kadar aktivitas
faktor antara 1-5 %.
·
Hemofilia ringan, jika kadar aktivitas faktor
antara 6-30 %.
Gangguan pembekuan darah terjadi karena kadar
aktivitas faktor pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan
hampir tidak ada. Sementara tingkat normal faktor VIII dan IX adalah 50-200 %.
Pada orang normal, nilai rata-rata kedua faktor pembeku darah adalah 100%.
(Gugun,2007)
Faktor penyebab Hemofilia
a) Faktor Genetik
Hemofilia atau pennyakit gangguan pembekuan
darah memang menurun dari generasi ke generasi lewat wanita pembawa sifat
(carier) dalam keluarganya, yang bisa secara langsung, bisa tidak. Seperti kita
ketahui, di dalam setiap sel tubuh manusia terdapat 23 pasang kromosom dengan
bebagai macam fungsi dan tugasnya. Kromosom ini menentukan sifat atau ciri
organisme, misalnya tinggi, penampilan, warna rambut, mata dan sebagainya.
Sementara, sel kelamin adalah sepasang kromosom di dalam initi sel yang
menentukan jenis kelamin makhluk tersebut. Seorang pria mempunyai satu kromosom
X dan satu kromosom Y, sedangkan wanita mempunyai dua kromosom X. Pada kasus
hemofilia, kecacatan terdapat pada kromosom X akibat tidak adanya protein
faktor VIII dan IX (dari keseluruhan 13 faktor), yang diperlukan bagi komponen
dasar pembeku darah (fibrin). (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,
Patofisioogi klinik proses-proses penyakit vol.1.)
Contoh bagaimana penyakit hemofilia
dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya:
jika seorang laki-
laki normal memiliki anak dari seorang wanita pembawa sifat hemofilia
hemofilia.Jika mereka mendapatkan anak laki -laki, maka anak tersebut 50%
kemungkinan terkena hemofilia. Ini tergantung dari mana kromosom X pada anak
laki – laki itu didapat. Jika ia mewarisi kromoson X normal dari sang ibu, maka
ia tidak akan terkena hemofilia. Jika ia mewarisi kromosom X dari sang ibu yang
mengalami mutasi, maka ia akan terkena hemofilia. Dengan jalan yang sama,
sepasang anak perempuan memiliki 50% kemungkinan adalah pembawa sifat
hemofilia. Ia akan normal jika ia mewarisi kromosom X normal dari sang ibu. Dan
sebaliknya ia dapat mewarisi kromosom X dari sang ibu yang memiliki sifat
hemofilia, sehingga ia akan menjadi pembawa sifat hemofilia. (Gugun,2007)
Pria penderita
hemofilia menikah dengan wanita normal, maka kemungkinan anak mereka adalah 50%
anak laki-laki normal dan 50% anak perempuan carrier (pembawa sifat)
hemofilia.Karena seorang carrier hanya memiliki satu buah kromosom X normal
yang dapat memproduksi sejumlah Faktor VIII atau Faktor IX didalam susunan
pembeku darah, maka mereka dapat terhindar dari segala jenis hemofilia berat
yang jumlah kadar zat pembekunya kurang dari 1 %. Bagaimanapun juga, tingkatan
dalam zat pembeku darah yang bervariatif pada seorang pembawa sifat sangatlah
luas. Jumlah kadar zat pembeku darah seorang carrier hemofilia akan memiliki
jumlah yang sama dengan penderita hemofilia hanya saja mereka masih dalam taraf
yang normal. Hal ini terjadi karena adanya 2 buah kromosom X, salah satu gennya
memiliki pembawa sifat hemofilia sehingga fungsinya tidak seimbang. Bila
kromosom X hemofilia fungsionilnya terjadi di setiap sel, maka seorang carrier
akan memiliki aktifitas pembeku darah dengan tingkatan yang paling rendah.
(Gugun,2007)
Kebanyakan dari
seorang carrier hemofilia memiliki tingkatan pembeku darah antara 30 % dan 70 %
dari angka normal dan tidak selalu mengalami perdarahan yang berlebihan. Namun
beberapa carrier hemofilia memiliki kadar faktor VIII atau IX 30% lebih rendah
dari keadaan normalnya. Dan para wanita ini dapat di kategorikan setengah
hemofilia.Dalam hal ini , semua carrier hemofilia harus lebih menaruh perhatian
pada perdarahan yang tidak wajar. Tanda -tandanya antara lain : menstruasi yang
berkepanjangan dan berlebihan (menorrhagia), mudah terluka, sering mengalami
perdarahan pada hidung (mimisan). (Gugun,2007)
b) faktor komunikasi antar sel
Sel-sel di dalam
tubuh manusia juga mempunyai hubungan antara sel satu dengan sel lain yang
dapat saling mempengaruhi. Penelitian menunjukkan, peristiwa pembekuan darah
terjadi akibat bekerjanya sebuah sistem yang sangat rumit. Terjadi interaksi
atau komunikasi antar sel, sehingga hilangnya satu bagian saja yang membentuk
sistem ini, atau kerusakan sekecil apa pun padanya, akan menjadikan keseluruhan
proses tidak berfungsi.. Jalur intrinsik menggunakan faktor-faktor yang
terdapat dalam sistem vaskular atau plasma. Dalam rangkaian ini, terdapat
reaksi air terjun, pengaktifan salah satu prokoagulan akan mengakibatkan
pengaktifan bentuk seterusnya. Faktor XII, XI, dan IX harus diaktivasi secara
berurutan, dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X dapat diaktivasi.
Zat prekalikein dan kiininogen berat molekul tinggi juga ikut serta dan juga
diperlukan ion kalsium. Koagulasi terjadi di sepanjang apa yang dinamakan jalur
bersama. Aktivasi faktor X dapat terjadi sebagai akibat reaksi jalur ekstrinsik
atau intrinsik. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa kedua jalur tersebut
berperan dalam hemostasis. Pada penderita hemofilia, dalam plasma darahnya
kekurangan bahkan tidak ada faktor pembekuan darah, yaitu faktor VIII dan IX.
Semakin kecil kadar aktivitas dari faktor tersebut maka, pembentukan faktor Xa
dan seterusnya akan semakin lama. Sehingga pembekuan akan memakan waktu yang
lama juga (terjadi perdarahan yang berlebihan). (Sylvia A.Price &Lloraine
M.Wilson.,2003.)
c) faktor epigenik
Hemofilia A
disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan kekurabgab faktor
IX. Kerusakan dari faktor VIII dimana tingkat sirkulasi yang fungsional dari
faktor VIII ini tereduksi. Aktifasi reduksi dapat menurunkan jumlah protein
faktor VIII, yang menimbulkan abnormalitas dari protein. Faktor VIII menjadi
kofaktor yang efektif untuk faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX
aktif, fosfolipid dan juga kalsium bekerja sama untuk membentuk fungsional
aktifasi faktor X yang kompleks (”Xase”), sehigga hilangnya atau kekurangan
kedua faktor ini dapat mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya aktifitas
faktor X yang aktif dimana berfungsi mengaktifkan protrombin menjadi trombin,
sehingga jiaka trombin mengalami penurunan pembekuanyang dibentuk mudah pecah
dan tidak bertahan mengakibatkan pendarahan yang berlebihan dan sulit dalam
penyembuhan luka. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Patogenesis
penyakit hemofilia
Proses kejadian
dimulai dari terjadinya cedera pada permukaan jaringan, kemudian dilanjutkan
pada permukaan fosfolipid trombosit yang mengalami agregasi. Ada proses utama
homeostatis pada pembekuan darah :
1. fase konstriksi sementara (respon
langsung terjadi cedera)
2. reaksi trombosit yang terdiri dari
adhesi, seperti faktor III dari membran trombosit juga mempercepat pembekuan
darah
3. pengaktifan faktor-faktor pembekuan,
seperti faktor III dari membran
trombosit, juga mempercepat pembekuan
darah dengan cara ini, terbentuklah sumbatan sumbat trombosit yang kemudian
diperkuat oleh protein filamentosa yang dikenal dengan fibrin. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson,2003)
Produksi fibrin dimulai dengan
perubahan faktor X menjadi Xa (belum aktif). Rangkaian reaksi pertama
memerlukan faktor jaringan (tromboplastin) yang dilepas endotel pembuluh saat
cedera. Faktor jaringan ini tidak terdapat dalam darah, sehingga disebut faktor
ekstrinsik. Sedangkan faktor VIII dan IX terdapat dalam darah, sehingga disebut
jalur intrinsik. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Manisfestasi
klinik
·
Hemofilia A
Hemofilia A atau hemofilia klasik
berkarakteristik perdarahan berlebihan sebagian besar bagian tubuh. Hematoma
dan Hemarthroses dapat terjadi pada penyakit ini. Gejala klinis dapat berupa
perdarahan spontan yang berulang dalam sendi, otot, maupun anggota tubuh yang
lain. Hal ini dapat berakibat kecacatan pada sendi dan otot, bahkan perdarahan
berlanjut dapat menyebabkan kematian pada usia dini. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson,2003)
Di sisi lain jika luka sobek di
permukaan kulit, darah akan terlihat mengalir keluar perlahan kemudian pasti
menjadi kumpulan darah yang lembek. Tetapi bila lukanya di bawah kulit, akan
terjadi memar atau lebam kebiruan kendati luka itu berasal dari benturan. Beda
lagi jika perdarahan terjadi di persendian dan otot. Jaringan di sekitarnya
bisa rusak. Itulah sebabnya mengapa hemofilia bisa menyebabkan kelumpuhan.
(Sylvia A.Price &Llorainem M.Wilson,2003)
Hemofilia A dapat diklasifikasi
menjadi tiga, yaitu : ringan, sedang, dan berat. Berikut ini akan menjelaskan
manifestasi klinis berdasarkan klasifikasi hemofilia:
Hemofilia berat
Hemofilia berat
tingkat faktor VIII : ≤ 1% dari
normal (≤ 0,01 U/ml)
Manifestasi klinis :
1. perdarahan spontan sejak awal masa pertumbuhan
(masa infant).
2. lamanya perdarahan spontan dan perdarahan lainnya
membutuhkan faktor pembekuan pengganti.
3. frekuensi perdarahan sering dan terjadi secara
tiba-tiba.
Hemofilia
sedang
Tingkat faktor VIII : 1-5 % dari normal (0,01-0,05
U/ml)
Manifestasi klinis :
1. perdarahan karena trauma atau pembedahan.
2. frekuensi perdarahan terjadi
kadang-kadang.hemofilia.
Hemofilia
ringan
Tingkat faktor VIII : 6-30 % dari normal (0,06-0,30
U/ml)
Manifestasi klinis :
1. Perdarahan karena trauma atau pembedahan.
2. frekuensi perdarahan jarang.
Gejala penyakit
Hemofilia
Apabila terjadi benturan pada tubuh akan mengakibatkan kebiru-biruan
(pendarahan dibawah kulit)
Apabila terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti.
Pendarahan dalam kulit sering terjadi pada persendian seperti siku
tangan maupun lutut kaki sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang hebat.
Sendi dan otot yang mengalami pendarahan terlihat bengkak dan nyeri bila disentuh.(andra. 2007)
Sendi dan otot yang mengalami pendarahan terlihat bengkak dan nyeri bila disentuh.(andra. 2007)
Dampak Psikologis
Penderita
Timbulnya suatu penyakit yang kronis
– seperti pada hemofilia – dalam suatu keluarga memberikan tekanan pada system
keluarga tersebut dan menuntut adanya penyesuaian antara si penderita sakit dan
anggota keluarga yang lain. Penderita sakit ini sering kali harus mengalami
hilangnya otonomi diri, peningkatan kerentanan terhadap sakit, beban karena
harus berobat dalam jangka waktu lama. Sedangkan anggota keluarga yang lain
juga harus mengalami “hilangnya” orang yang mereka kenal sebelum menderita
sakit (berbeda dengan kondisi sekarang setelah orang tersebut sakit), dan kini
(biasanya) mereka mempunyai tanggungjawab pengasuhan terhadap anggota keluarga
yang mengalami penyakit hemofilia. ( Dr. Ika Widyawati SpKJ, 2007)
2.
von willebrand
Penyakit von willebrand adalah suatu penyakit
yang diakibatkan oleh kekurangan atau kelainan pada vaktor von willebrand di
dalam darah yang sifatnya diturunkan. Faktor von willebrand adalah suatu
protein yang mempengaruhi fungsi trombosit. Gen yang membuat VWF bekerja pada
dua jenis sel yaitu :
§ Sel endotel yaitu yang melapisi pembuluh darah, dan
§ Trombosit
Jika tidak terdapat cukup VWF dalam darah, atau
tidak bekerja dengan baik, maka dalam proses pembekuan darah memerlukan waktu
lebih lama. Penyakit ini tidak sama dengan hemofilia dan sering dialami oleh
wanita. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.2003)
Patogenesis
Dalam tubuh darah diangkut dalam pembuluh
darah. Jika ada cedara jaringan, terjadi kerusakan pembuluh darah dan akan
menyebabkan kebocoran darah melalui lubang pada dinding pembuluh darah.
Pembuluh dapat rusak dekat permukaan seperti saat terpotong. Atau ia dapat
rusak di bagian dalam tubuh sehingga terjadi memar atau perdarahan dalam.
(Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Trombosit adalah sel kecil yang beredar dalam
darah. Setiap trombosit berukuran garis tengah kurang dari 1/10,000 centimeter.
Terdapat 150 to 400 miliar trombosit dalam 1 liter darah normal. Trombosit
mempunyai peranan penting untuk menghentikan perdarahan dan memulai perbaikan
pembuluh darah yang cedera. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Jika pembuluh darah terluka, ada empat tahap
untuk membentuk bekuan darah yang normal.
§ Tahap 1 Pembuluh darah terluka dan mulai mengalami perdarahan.
§ Tahap 2 Pembuluh darah menyempit untuk memperlambat aliran darah ke
daerah yang luka.
§ Tahap 3 Trombosit melekat dan menyebar pada dinding pembuluh darah yang
rusak. Ini disebut adesi trombosit. Trombosit yang menyebar melepaskan zat yang
mengaktifkan trombosit lain didekatnya sehingga akan menggumpal membentuk
sumbat trombosit pada tempat yang terluka. Ini disebut agregasi trombosit.
§ Tahap 4 Permukaan trombosit yang teraktivasi menjadi permukaan tempat
terjadinya bekuan darah. Protein pembekuan darah yang beredar dalam darah
diaktifkan pada permukaan trombosit membentuk jaringan bekuan fibrin.
(Gugun,2007)
(Gugun,2007)
Protein ini (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X,
XI, XII dan XIII dan Faktor Von Willebrand ) bekerja seperti kartu domino,
dalam reaksi berantai. Ini disebut cascade koagulasi
VWD dapat terjadi pada dua tahap terakhir pada
proses pembekuan darah. Pada tahap ke 3, seseorang dapat berkemungkinan tidak
memiliki cukup Faktor Von Willebrand (VWF) di dalam darahnya atau faktor
tersebut tidak berfungsi secara normal. Akibatnya VWF tidak dapat bertindak sebagai
perekat untuk menyangga trombosit di sekitar daerah pembuluh darah yang
mengalami kerusakan. Trombosit tidak dapat melapisi dinding pembuluh darah.
(Gugun,2007)
Pada tahap ke 4, VWF membawa Faktor VIII.
Faktor VIII adalah salah satu protein yang dibutuhkan untuk membentuk jaringan
yang kuat. Tanpa adanya faktor VIII dalam dalam jumlah yang normal maka proses
pembekuan darah akan memakan waktu yang lebih lama. (Gugun,2007)
Manisfestasi klinik
Penderita penyakit ini akn mudah mengalimi
pendarahan karena faktor perekatnya dalam proses pembekuan darah berkurang atau
proses penutupan luka berlangsung lama dikarenakan proses pembekuan darahnya
memerlukan waktu yang lebih lama dibanding orang normal. (Gugun,2007)
3.
Trombositosis
Peningkatan jumlah trombosit di atas 400.000/mm3.
Trombositosis dibagi menjadi dua yaitu:
1. Trombositosis primer
Terlihat pada gangguan mieloproliferatif seperi
plosistemia vena atau leukemia grunulomasitik kronik dimana bersama kelompok
sel lainnya mengalami poliferasi abnormal sel megakariosit dalam sumsum tulang.
2. Trombositosis sekunder
Terjadi akibat stress atau kerja fisik disertai
pengeluaran trombosit dari pool cadangan (dari limpa) atau saat terjadinya
peningkatan permintaan sumsum tulang seperti pada pendarahan atau pada anemia
hemolitik. Jumlah trombosit yang meningkat juga ditemukan pada orang yang
limpanya sudah dibuang dengan pembedahan. Limpa adalah tempat penyimpanan dan
penghancuran utama trombosit, splenektomi tanpa disertai penguranga pembentukan
sumsum tulang juga dapat menyebabkan trombositosis. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson.,2003.)
Patogenesis
Apabila konsentrasi trombosit
tinggi, terjadi agregasi spontan pada trombosit, menyumbat kapiler-kapiler
darah yang lembut. Pada proses ini, dinding kapiler akan rusak yang dapat
menimbulkan. pemeriksaan masa pendarahan dan fungsi trombosit lain pada umumnya
dalam batas normal. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003.)
Manisfestasi
klinis
Meningkatnya jumlah trombosit di
dalam plasma darah, dapat menyebabkan pendarahan di mukosa, khususnya di dalam
mukosa saluran cerna., pendarahan juga terjadi di pembuluh darah vena dan
arteri. Fungsi abnormal dari trombosit dapat menyebabkan pendarahan yang
panjang. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
4.
Tronbositopenia
Trombositopenia adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh kekurangan trombosit. Kadar trombosit di dalam plasma darah
kurang dari 200.000 permilimeter kubik. Trombosit adalah salah satu protein
dalam pembekuan darah. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Trombositopenia dapat disebabkan oleh:
1. sumsum tulang menghasilkan sedikit trombosit
Misalnya pada penyakit: anemia aplastik, hemoglobinuria
nokturnal paroksismal, leukimi, pemakaian
alkohol yang berlebihan, anemia megaloblastik kelainan sumsum tulang
2. Trombosit terperangkap dalam limpa yang membesar
Misalnya pada penyakit: sirosis disertai
spenomegali kongestif, mielfibrosis dan penyakit gaucher
3. Trombosit menjadi terlarut
Misalnya pada : Penggantian darah yang masif
atau transfusi ganti (karena platelet tidak dapat bertahan di dalam darah yang
ditransfusikan) dan Pembedahan bypass kardiopulmoner.
4. Meningkatnya penggunaan ataau penghancuran trombosit
Misalnya pada penyakit: Purpura trombositopenik
idiopatik (ITP), Infeksi HIV, Purpura setelah transfusi darah, Obat-obatan (heparin,
kunidin, kuinin, antibiotik yang mengandung sulfa, beberapa obat diabetes
per-oral, garam emas, rifamicin), Leukimia kronik pada bayi yang baru lahir, Limfoma,
Lupus eritematosus sistemik, Purpura trombositopenik trombotik, Sindroma
hemolitik-uremik, Sindrama gawat pernapasan dewasa dan Infeksi berat disertai
septikemia
5. Keadaan-keadaan yang melibatkan pembekuan dalam pembuluh darah (komplikasi
kebidanaan, kanker, keracunan darah (septikemia), akibatbakteri gram negatif,
kerusakan otak traumatik. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Manisfestasi Klinis
Pendarahan pada kulit bisa merupakan pertanda
awal dari jumlah trombosit yang berkurang, bintuk-bintik keunguan seringkali
muncul di tungkai bawah dan cedera ringan bisa menyebabkan memar yang menyebar.
Penyakit ini dapat menyebabkan pendarahaan pada gusi. Di dalam tinja dan air kemih juga dapat ditemukan darah. Pada penderita wanita, darah pada waktu menstruasi sangat banyak. Pendarahan sulit berhenti sehingga pembedahan dan kecelakaan bisa berakibat fatal bagi penderita. Jika jumlah trombosit semakin. menurun, maka pendarahan akan semakin memburuk. Jumlah trombosit kurang dari 5.000-10.000/ml bisa menyebabkan hilangnya sejumlah besar darah melalui saluran pencernaan atau terjadi pendarahan di otak (meskipun otaknya tidak mengalami cedera) yang dapat berakibat sangat fatal bagi kehidupan penderita. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Penyakit ini dapat menyebabkan pendarahaan pada gusi. Di dalam tinja dan air kemih juga dapat ditemukan darah. Pada penderita wanita, darah pada waktu menstruasi sangat banyak. Pendarahan sulit berhenti sehingga pembedahan dan kecelakaan bisa berakibat fatal bagi penderita. Jika jumlah trombosit semakin. menurun, maka pendarahan akan semakin memburuk. Jumlah trombosit kurang dari 5.000-10.000/ml bisa menyebabkan hilangnya sejumlah besar darah melalui saluran pencernaan atau terjadi pendarahan di otak (meskipun otaknya tidak mengalami cedera) yang dapat berakibat sangat fatal bagi kehidupan penderita. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
5.
D.I.C (disseminated intravascular coagulation) atau pembekuan intravaskuler
tersebar.
Pembekuan intravaskuler tersebar
(DIC) adalah sindrom multifaset, sindrom kompleks dimana homeostatik normal dan
sistem fisiologik yang mempertahankan darah agar tetap cair berubah menjadi
sistem yang patologik, sehingga terjadi trombi fibrin yang menyumbat
miovaskuler dari tubuh. Keadaan ini sering timbul akibat banyaknya jaringan
yang cedera atau mati yang melepaskan faktor jaringan dalam jumlah besar
kedalam darah, seringkali bekuan ini ukurannya kecil-kecil tapi banyak dan
bekuan ini menyumbat sejumlah besar darah perifer yang kecil, terutama terjadi
pada syok septikemik. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003)
Faktor penyebab
1. Mikroorganisme : bakteri dan jamur
Misalnya : pada syok septikemik.
Bakteri mengiritasi lapisan pembukuh darah (terutama
endotoksin) sehingga mengaktifkan mekanisme pembekuan darah.
2. Luka Bakar
Luka bakar yang terlalu parah dapat menyebabkan banyak
sekali sumbatan pembuluh darah.
3. Leukimia Promielositik
4. Produk – produk tumor
5. Cedera remuk
6. Solusio plasenta (Sylvia A.Price &Lloraine
M.Wilson,2003)
Patogenesis
Diawali dengan masuknya materi atau
aktivasi proakoagulasi ke dalam sirkulasi darah. Ini dapat ditemukan pada
setiap keadaan dimana tromboplastin jaringan dibebaskan karena terjadi
perusakan jaringan yang mengalami pembekuan-pembekuan ekstrinsil. Karena
plasenta banyak mengandung tromboplastin jaringan, maka salah satu penyebab DIC
yang paling sering adalah solusio plasenta (pelepasan plasenta yang prematur)
sehingga menyebabkan tertahannya hasil – hasil konsepsi (plesenta fetus) yang
menyebabkan nekrosis dan kerusakan jaringan lebih lanjut. Produk – produk
tumor, luka bakar, cedera remuk dan leukimia promielositik semuanya menyebabkan
pelepasan tromboplastin. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson., Patofisioogi
klinik proses-proses penyakit vol.1.)
Awal jaras intrinsik juga terjadi
bila proakogulan intrinsik kontak dengan endotel pembuluh yang rusak seperti
pada vaskulitis, septic dan syok. Selama proses pembekuan, trombosit akan
beragregasi dan bersama-sama dengan faktor-faktor pembekuan, sehingga jumlah
trombosit berkurang. Hasil trombi fibrin dapat menyebabkan sumbatan pada
mikrovaskular jika jumlahnya banyak, jika jumlahnya sedikit maka tidak akn
menyebabkan sumbatan di mikrovaskular. (Sylvia A.Price &Lloraine
M.Wilson,2003)
Manisfestasi
Klinis
Manisfestasi klinis yang terjadi
pada DIC tergantung dari luas dan lamanya pembentukan trombofibrin organ-organj
yang terlibat (gijal, jantung, hipofise, paru-paru, dan mukosa saluran cerna),
nekrosis dan pendarahan yang ditimbulkan. Dampaknya adalah, penderita akan
mengalami perdarahan pada membran mukosa dan jaringan – jaringan bagian dalam,
pendarahan disekitar bagian yang cedera, hipotensi (syok), oliguri atau anuria,
kejang dan koma, mual dan muntah, diare, nyeri abdomen, nyeri punggung, dispnea
dan sianosis. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
6.
kelainan Vaskuler
Berbagai kelainan dapat terjadi pada tiap
tingkat mekanisme hemostatik. Pasien dengan kelainan pada system vascular
biasanya datang dengan perdarahan kulit, dan sering mengenai membrane mukosa.
Perdarahan dapat diklasifikasikan menjadi purpura alergik dan purpura
nonalerik. Pada kedua keadaan ini, fungsi trombosit dan factor koagulasi adalah
normal.Terdapat banyak bentuk purpura nonalergik, yaitu pada penyakit-penyakit
ini tidak terdapat alergi sejati tetapi terjadi berbagai bentuk vaskulitis.
Yang paling sering ditemukan adalah lupus eritematosus sistemik. Kelainan ini
merupakan penyakit vascular-kolagen, yaitu pasien membentuk autoantibody.
Vaskulitis, atau peradangan pembuluh darah terjadi dan merusak integritas
pembuluh darah, mengakibatkan purpura. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,
Patofisioogi klinik proses-proses penyakit vol.1.)
Jaringan penyokong pembuluh darah yang
mengalami perburukan, dan tidak efektif, yang terjadi seiring proses penuaan,
mengakibatkan purpura senilis. Umumnya terlihat perdarahan kulit pada dorsum
manus dan lengan bawah serta diperburuk oleh trauma. Kecuali mengganggu secara
kosmetik, keadaan ini tidak membahayakan jiwa. Manifestasi kulit yang serupa
juga terlihat pada terapi kortikosteroid jangka lama, yang diyakini diakibatkan
dari katabolisme protein di dalam jaringan penyokong pembuluh darah. Skorbut,
yang berkaitan dengan malnutrisi, dan alkoholisme, sama-sama mempengaruhi
integritas jaringan ikat dinding pembuluh darah.Bentuk purpura vascular yang
dominant autosomal, telangiektasia hemoragik herediter (penyakit
Osler-Weber-Rendu), terdapat terdapat pada epistaksis dan perdarahan saluran
cerna yang intermiten dan hebat. Telangiektasia difus umumnya terjadi pada masa
dewasa, ditemukan pada mukosa bukal, lidah, hidung dan bibir dan tampaknya
meluas ke seluruh saluran cerna. Pengobatan terutama suportif. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson., Patofisioogi klinik proses-proses penyakit vol.1.)
Sindrom Ehlers-Danlos, suatu penyakit herediter
lain, meliputi penurunan daya pengembangan (compliance) jaringan perivascular
yang menyebabkan perdarahan berat. Purpura alergik atau purpura anafilaktoid
diduga diakibatkan oleh kerusakan imunologik pada pembuluh darah, ditandai
dengan perdarahan petekie pada bagian tubuh yang tergantung dan juga mengenai
bokong. Purpura Henoch-schÖnlein, suatu trias purpura dan perdarahan mukosa,
gejala-gejala salurancerna, dan arthritis, merupakan bentuk purpura alergik
yang terutama mengenai anak-anak. Mekanisme penyakit ini tidak diketahui dengan
baik. Gejala-gejalanya sering didahului oleh keadaan infeksi. Pasien-pasien
mengalami peradangan pada cabang-cabang pembuluh darah, kapiler dan vena,
mengakibatkan pecahnya pembuluh, hilangnya sel-sel darah merah, dan perdarahan.
Glomerulonefritis merupakan komplikasi yang sering terjadi. Pengobatan bersifat
suportif dengan menghindari aspirin serta senyawa-senyawanya. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson,2003)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
·
Teori pada pembekuan darah telah
ada sejak jaman dahulu. Fisiologi Johannes Müller (801-1858) menggambarkan
fibrin, substansi dari suatu trombus. Prekursor larut nya, fibrinogen , demikian disebut oleh Rudolf Virchow (1821-1902), dan terisolasi kimia
oleh Prosper Sylvain Denis
(1799-1863).
·
Hemostasis merupakan pristiwa
penghentian perdarahan akibat putusnya atau robeknya pembuluh darah, sedangkan
thrombosis terjadi ketika endothelium yang melapisi pembuluh darah rusak atau
hilang. Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi) dan melibatkan pembuluh
darah, agregasi trombosit serta protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan
maupun yang melarutkan bekuan.
·
Komponen-komponen penting dalam proses
pembekuan darah yaitu pembuluh darah, trombosit, faktor-faktor pembekuan darah
dan faktor- faktor fibrinolisis
·
Faktor-faktor pembekuan darah
yaitu Fibrinogen, Prothrombin, Jaringan Tromboplastin, Kalsium, Proaccelerin, Proconvertin,
Antihemophilic faktor, Tromboplastin Plasma komponen, Stuart faktor, Hageman
faktor dan Fibrin.
·
Proses pembekuan darah yang normal
mempunyai 3 tahap yaitu fase koagulasi, Penghentian pembentukan bekuan dan
Resolusi bekuan.
·
Mekanisme pembekuan darah dimulai
dari luka kemudian trombosit pecah dan mengeluarkan Trombokinase
(tromboplastin) dengan bantuan vit K akan
membentuk protombin dan dengan
bantuan ion Ca2+ mengubah protombin
menjadi trombin kemudian trombin mengubah fibrinogen menjadi
fibrin dan akhirnya fibrin inilah yang merupakan benang-benang yang
saling menjalin sehingga dapat menghambat sel-sel darah keluar dari pembuluh
darah
·
Kisaran waktu terjadinya pembekuan
darah adalah 15 detik sampai 2 menit dan umumnya akan berakhir dalam waktu 5
menit. Gumpalan darah normal akan mengkerlit menjadi sekitar 40% dari volume
semula dalam waktu 24 jam.
·
Penyakit akibat gangguan pembekuan
darah, antara lain:
1.
Hemofilia merupakan penyakit
kelainan koagulasi yang sering kita jumpai. Hemofilia adalah gangguan koagulasi
herediter akibat terjadinya mutasi atau cacat genetik pada kromosom X.
2.
Penyakit von willebrand adalah
suatu penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan atau kelainan pada vaktor von
willebrand di dalam darah yang sifatnya diturunkan.
3.
Trombositosis yaitu peningkatan
jumlah trombosit di atas 400.000/mm3
4.
Trombositopenia adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh kekurangan trombosit.
5.
Pembekuan intravaskuler tersebar
(DIC) adalah sindrom multifaset, sindrom kompleks dimana homeostatik normal dan
sistem fisiologik yang mempertahankan darah agar tetap cair berubah menjadi
sistem yang patologik, sehingga terjadi trombi fibrin yang menyumbat
miovaskuler dari tubuh
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2011. Sejarah Pembekuan Darah. http:// www.wikipedia.com,
diakses pada tanggal 22 Oktober 2011.
Anonim. 2011. Mekanisme Pembekuan Darah. http:// www.yahooanswercom, diakses pada tanggal
22 Oktober 2011.
Anonim. 2009. Hemostasis(Pembekuan Darah). http:// www.4ulidez’s blog.com,
diakses pada tanggal 19 Oktober 2011.
Anonim. 2009. Gangguan Pembekuan Darah. http:// www.Imgreatdoctor’s blog.com, diakses pada
tanggal 25 Oktober 2011.
Arinto, Seno 2009. 13 Faktor Pembekuan Darah. http:// www.youth dynasty.com,
diakses pada tanggal 25 Oktober 2011.
Cimobi Crew. 2010. Proses Pembekuan Darah. http:// www.Calon dokter link jurnal.com, diakses pada
tanggal 20 Oktober 2011.
Evelyn,
Pearce. 2001. Anatomi dan Fisiologi untuk
Paramedis. Gramedia. Jakarta.
Feylana. 2008. Pembekuan Darah. http:// www.blogroll.com,
diakses pada tanggal 25 Oktober 2011.
Frandson,
R.D. 2005. Anatomi dan Fisiologi Ternak
Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Gugun.
2007. Hemofilia Indonesia. http:// www.waspada.online.com,
diakses pada tanggal 19 Oktober 2011
Halim, Abdul. 2010. Hemostasis dan Koagulasi http:// www.Halak Panompuan blog.com, diakses pada
tanggal 25 Oktober 2011.
Indah. 2008. Sistem yang Sempurna:Pembekuan Darah. http:// www.wordpress
blog.com, diakses pada tanggal 19 Oktober 2011.
Juvri, Gats. 2010. Kelainan Pembekuan Darah. http:// www.Atangwala blog.com, diakses pada tanggal
19 Oktober 2011.
Price.Sylvia A &Lloraine M.Wilson, 2003. Patofisioogi klinik proses-proses penyakit vol.1. Harper dan Row Publishers, New york.
Ross, J.S. & K.J.W. Wilson; 2003,Foundations of Anatomy & Physiology.,
Specially edition; Edinburg.
Schmid, K.
and Friends. 2009. Animal Physiology
Adaptation. and
Environment. Cambridge
University Press. USA.
Tharp, G.D. & D.A. Woodman, 2002; Experiments in Physiology; edisi ke 8,
Prentice Hall, Upper Saddle River
Zein, Umar. 2011. Hemofilia. http:// www.waspada.online.com,
diakses pada tanggal 22 Oktober 2011.
0 komentar:
Posting Komentar