RSS

Blue Tongue


Penyakit Blue Tongue

Nama lain: Ovine Catarrhal Fever (OCF), Penyakit Lidah Biru, atau di Indonesia dikenal sebagai BT. Merupakan penyakit menular pada domba ditandai dengan stomatitis kataral, rhinitis, enteritis, pincang karena peradangan sarung kuku, abortus, kerdil dan hyperplasia limforetikuler. Bluetongue kadang-kadang juga menyerang kambing dan sapi dengan gejala tidak kentara, tetapi penyakit ini dapat serius pada beberapa spesies hewan liar khususnya rusa ekor putih (Odocoileus virginianus) di Amerika Utara.
Penyakit ini sangat penting artinya pada domba, dengan tingkat keganasan yang beragam dari subklinis sampai serius tergantung kepada galur virus, bangsa domba, dan ekologi setempat. Kerugian timbul akibat kematian dan buruknya kondisi domba yang bertahan hidup.
Penyakit lidah biru (bluetongue) termasuk penyakit infeksi tetapi ticlak menular secara kontak . Penyakit bluetongue merupakan salah satu penyakit arbovirus yang dapat menimbulkan gejala klinik sehingga bprdampak negatif bagi petani ternak . Penyakit ini dapat menyerang ruminansia besar seperti kerbau clan sapi, clan ruminansia kecil termasuk domba clan kambing (St George,1985) .
Di Indonesia, penyakit bluetongue pernah dilaporkan terjadi pada domba impor pada tahun 1981 (Sudana clan Malole, 1982) . Namun kejadiannya pads ternak lokal belum pernah dilaporkan . Hasil uji serologik menunjukkan bahwa kerbau clan sapi mempunyai angka prevalensi yang tinggi (60%-70%) dibanding pada domba clan kambing (20%-30%) (Sendow dkk. 1986) . Kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh penyakit ini antara lain abortus, kemandulan sementara, penurunan berat badan ataupun penurunan produksi susu pada ternak perah (Erasmus, 1975 ; Osburn, 1985) . Di Indonesia, isolasi virus yang berasal dari sapi perah lokal telah diperoleh hasilnya (Sendow dkk,1991).
Kasus BT (Blue Tongue) di Indonesia pada ternak lokal belum pernah dilaporkan. Wabah BT hanya terjadi pertama kali dan terakhir kali pada domba impor Suffolk pada tahun 1981. Saat itu morbiditasnya mencapai 90% dengan mortalitas 30%.  Bluetongue adalah salah satu penyakit arbovirus. Penularan penyakit tidak melalui kontak langsung, tetapi harus melalui vektor nyamuk. Jenis nyamuk yang dapat bertindak sebagai vektor antara lain adalah jenis Culicoides spp.
Penularan virus melalui vektor terjadi secara mekanis maupun biologis, atau melalui inseminasi buatan dengan semen yang telah terkontaminasi virus BT. Penularan ini tidak dapat melalui kontak langsung, makanan dan udara. Penularan secara mekanis terjadi apabila virus ditularkan tanpa melalui proses replikasi pada tubuh serangga. Penularan secara biologis terjadi apabila virus bereplikasi pada tubuh vektor sebelum ditularkan ke ternak lainnya. Vektor berupa serangga memainkan peranan yang sangat penting dalam menularkan penyakit BT dari hewan yang satu ke hewan yang lain. Hingga saat ini vektor BT yang telah diketahui antara lain adalah C. brevitarsis, C.fulvus, C. imicola, dan C. variipennis .
Ø Etiologi

Penyakit blue tongue disebabkan oleh orbivirus RNA beruntai ganda (double stranded) yang termasuk keluarga Reoviridae. Virus ini tahan terhadap eter, kloroform dan deoksikholat, tetapi sensitive terhadap tripsin. Dibandingkan dengan virus lain, virus blue tongue relative lebih stabil. Dalam darah yang sudah tidak mengandung fibrinogen, darah berisi antikoagulan ataupun suspensi jaringan limpa yang disimpan pada suhu 4oC, virus ini tahan selama beberapa tahun. Masa viremia pada domba dapat mencapai 30 hari, sedangkan pada sapi 300 hari. Jadi sapi merupakan reservoir yang potensial.
Virus blue tongue berukuran 100 – 150 mu, tahan terhadap keadaan busuk dan tumbuh cepat pada telur ayam tertunas pada suhu 33,5oC, sedangkan dilaboratorium virus tumbuh pada biakan sel dan telur embrio bertunas.
Dengan mikroskop electron para peneliti berhasil mengidentifikasi bahwa virion mempunyai garis tengah antara 50 – 110 nm, tidak berkapsul dan mempunyai RNA beruntai ganda. Menurut jansen, partikel virus yang berlipat ganda di dalam sitoplasma sel induk semang, virus ini dapat hidup selama 25 tahun dalam darah bersitrat pada suhu kamar. Nilai kestabilan pH yang menguntungkan bervariasi dari 6 sampai 8. Pada suhu 60oC, virus dapat di nonaktifkan dalam waktu 30 menit.
Neitz berhasil mengidentifikasikan 12 tipe antigen, sedangkan Howel menambah 4 tipedan menurut Bowne diantara tipe – tipe ini 6 tipe ditemukan di Amerika. Sampai saat ini, telah diketahui ada 22 serotipe virus bluetongue, 4 serotipe ada di Amerika serikat sedangkan 3 serotipe ditemukan di Australia.
Beberapa serotype yang ada di Afrika, Timur Tengah, Amerika, Pakistan, India, mempunyai patogenitas tinggi, sedangkan serotype yang ada di Australia dikatakan kurang pathogen pada domba maupun ruminansia yang lain. Hewan yang sembuh mempunyai kekebalan terhadap galur virus yang sama, selama kira – kira satu tahun.
Ø Gejala Klinis

Pada infeksi percobaan, masa inkubasi penyakit 2-4 hari, ditandai dengan demam tinggi (40,5-41°C) yang berlangsung 5-6 hari. Pada domba, penyakit ini dicirikan oleh demam yang dapat berlangsung beberapa hari sebelum hiperemia, pengeluaran air liur berlebihan (hipersalivasi), dan buih pada mulut menjadi kentara; cairan hidung pada awalnya encer kemudian menjadi kental dan bercampur darah. Bibir, lidah, gusi dan bantalan gigi bengkak dan oedema. Jika selaput lender mulut terkikis lama-kelamaan akan berubah menjadi bentuk luka dan air liur terangsang keluar dan mulut berbau busuk.
Luka-luka tersebut juga dapat ditemukan di bagian samping lidah. Hewan sulit menelan ludah dan gerak pernafasannya meningkat, sering pula diikuti dengan diare dan disentri. Luka juga dapat ditemukan pada teracak mengakibatkan kaki pincang dan, sering rebah-rebah, malas berjalan dan menyebabkan rasa sakit yang hebat. Kepala sering dibengkokkan ke samping mirip penyakit milk fever. Bulu-bulu wool rontok dan kotor. Penyakit yang menyerang rusa serupa, sebaliknya pada sapi tidak kentara dan jarang bersifat akut. Pada pedet dan anak domba yang terinfeksi in utero, viremia dapat terjadi pada saat lahir dan berlangsung sampai beberapa hari.
Pada kambing, gejala yang terlihat berupa demam, konjungtivitis, lekopenia dan kemerahan pada selaput lender mulut.
Ø Patogenesa
Virus BT mengadakan perbanyakan dalam sel hemopoietik dan sel endotel pembuluh darah, yang kemudian menyebabkan lesi epithelial BT yang tersifat. Viremia biasanya terjadi pada stadium awal penyakit. Domba dewasa kadang-kadang menderita viremia paling lama 14-28 hari, dan pada sapi virus dapat bertahan selama 10 minggu. .
Ø Diagnosa
Bluetongue dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologis, gejala klinis, patologis, isolasi dan identifikasi virus. Kambing yang memperlihatkan lekopenia, limfopenia dan anemia adalah konsisten seperti pada domba. Antigen virus BT dalam C. variipennis dapat dideteksi dengan FAT, sedangkan antibodi grup spesifik dapat dideteksi pada minggu pertama atau kedua pascainfeksi dengan beberapa uji serologis seperti agar gel precipitation (AGP), enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) immunoprecipitating dan immunoblotting. Antibodi virus spesifik dapat dideteksi dalam waktu 9 hari pascainfeksi dengan competitive ELISA (C-ELISA). Semua protein virus struktur dan non struktur dapat dideteksi dengan immunoblotting atau dot blot immunobinding assay (DIA) dan immunoprecipitation serta fragmen DNA dapat dideteksi dengan polymerase chain reaction (PCR).
Virus BT sering sulit diisolasi di laboratorium. Peluang untuk mengisolasi virus meningkat bila darah diambil dari hewan yang menunjukkan tanda-tanda klinis awal atau demam yang hebat, dan isolasi virus kemungkinan besar berhasil bila lapis sel darah putih diinokulasikan secara intravena ke dalam embrio ayam umur 10 atau 11 hari.
Bluetongue dapat didiagnosa berdasarkan epidemiologis, gejala klinis, patologis, isolasi dan identifikasi virus. Kambing yang memperlihatkan lekopenia, limfopenia dan anemia adalah konsisten seperti pada domba. Antigen virus BT dalam C. variipennis dapat dideteksi dengan FAT, sedangkan antibodi grup spesifik dapat dideteksi pada minggu pertama atau kedua pascainfeksi dengan beberapa uji serologis seperti agar gel precipitation (AGP), enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) immunoprecipitating dan immunoblotting. Antibodi virus spesifik dapat dideteksi dalam waktu 9 hari pascainfeksi dengan competitive ELISA (C-ELISA). Semua protein virus struktur dan non struktur dapat dideteksi dengan immunoblotting atau dot blot immunobinding assay (DIA) dan immunoprecipitation serta fragmen DNA dapat dideteksi dengan polymerase chain reaction (PCR).
Virus BT sering sulit diisolasi di laboratorium. Peluang untuk mengisolasi virus meningkat bila darah diambil dari hewan yang menunjukkan tanda-tanda klinis awal atau demam yang hebat, dan isolasi virus kemungkinan besar berhasil bila lapis sel darah putih diinokulasikan secara intravena ke dalam embrio ayam umur 10 atau 11 hari.
Diagnosis penyakit BT dilakukan berdasarkan gejala klinis, perubahan patologis anatomis dan diikuti oleh pemeriksaan serologis, isolasi agen penyebab dan karakterisasi dari isolat virus yang diperoleh. Pada kejadian wabah BT di Indonesia tahun 1981,diagnosis dilakukan berdasarkan gejala klinis, perubahan patologis anatomis,dan hasil pemeriksaan serologis dengan teknik Agar Gel Immunodiffusion(AGID)(Sudana dan Malole 1982). Uji serologis dengan AGID mempunyai beberapa kelemahan antara lain terjadinya reaksi silang antara kelompok orbivirus seperti BT, Epizootic Haemmorhagic Disease (EHD) dan Eubenangee.
Untuk mengidentifikasi serotipe virus BT diperlukan uji serum netralisasi. Kendala lain dalam pengujian ini adalah diperlukannya seluruh serotipe BT sebanyak 24, yang tentunya hanya dimiliki oleh laboratorium rujukan saja. Untuk mengatasi masalah tersebut,diperlukan uji kelompok yang sensitif dan spesifik dalam mendiagnosis BT. Lunt  telah mengembangkan teknik deteksi antibodi yang spesifik terhadap semua serotipe BT.
Teknik tersebut akhirnya diadopsi sebagai uji penyaringan dengan menggunakan antibodi monoklonal terhadap virus BT yang dikenal sebagai uji kompetitif ELISA (C-ELISA). Uji ini telah digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap kelompok virus BT sebagai pengganti uji AGID dalam rangka penelitian epidemiologi infeksi BT, sehingga gambaran musim penyakit BT dapat diketahui. Hasil penelitian Sendow menunjukkan bahwa infeksi BT terjadi pada awal dan akhir musim hujan, dan prevalensi reaktor lebih tinggi pada ruminansia besar dibanding ruminansia kecil. Hal tersebut berkaitan dengan populasi vektor sebagai penular BT dari hewan ke hewan. Lebih lanjut Purse menunjukkan bahwa terjadinya wabah dapat diprediksi dan sangat berhubungan dengan perubahan variabel iklim. Wabah BT dapat terjadi pada kondisi suhu udara rendah dengan kelembapan yang tinggi. (Dari berbagai sumber)
Ø Diagnosa Banding
Penyakit ini memiliki gejala klinis yang sangat mirip dengan penyakit Epizootic Haemorrhagic pada rusa, tetapi dapat dibedakan secara serologis dan sifat pertumbuhan virus pada telur ayam berembrio disamping itu tingkat kematian pada epizootic haemorrhagic tinggi dan menyerang segala umur. BT juga mirip dengan beberapa penyakit, Orf atau Contagious Ecthyma, Ulcerative Dermatosis dan Sheep Pox. Sheep pox umumnya ditandai dengan tingkat kematian yang tinggi dengan lesi pox yang tersifat
Ø Epidemiologi
Bluetongue tersebar luas di dunia. Afrika dilaporkan telah ditemukan lebih dari 100 tahun lalu, kemudian terjadi pula di Siprus, Yunani, Israel, Portugal, Spanyol, Turki, Lebanon, Oman, yaman, Syria, Saudi Arabia, Mesir, Pakistan, India, Bangladesh, Jepang, Amerika Serikat, Amerika Latin, Kanada, Australia, New Zealand, Papua New Guinea, Thailand, Malaysia dan Indonesia.
Di Indonesia ditemukan pada beberapa propinsi, diantaranya Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, Bali, NTB, NTT, dan Timor Leste terdeteksi antibodinya. Hewan Terserang Bluetongue menyerang domba, kambing, sapi, kerbau, dan ruminansia lain seperti rusa. Domba merupakan hewan paling peka terutama yang berumur 1 tahun, sedangkan anak domba yang masih menyusui relative tahan karena telah memperoleh kekebalan pasif dari induk (antibodi maternal) dan antibodi ini biasanya bertahan sampai 2 bulan. Ras domba Inggris dan Merino lebih peka dibandingkan dengan domba Afrika.
Ø F. Preventif
Di beberapa negara yang secara klinik BT ditemukan, pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan vaksinasi . Vaksin yang digunakan dapat berbentuk vaksin aktif maupun inaktif.
Jenis vaksin yang digunakan dapat terdiri dari :
1 . Vaksin monovalen, yang terdiri dari 1 tipe virus BT .
2 . Vaksin bivalen, yang terdiri dari 2 tipe virus BT .
3. Vaksin polivalen, yang terdiri lebih dari 2 tipe virus BT .
Di Indonesia, pencegahan dengan vaksinasi terhadap ternak lokal tidak dilakukan, mengingat gejala klinik yang ditimbulkan belum dilaporkan ada dan tipe virus BT yang berada di Indonesia saat ini masih dalam proses penelitian . Namun perlu dipertimbangkan vaksinasi terhadap domba yang akan diimpor ke Indonesia, terutama domba yang berasal dari daerah bebas BT, agar tidak terinfeksi oleh virus BT yang ada di Indonesia . Sampai saat ini belum diketahui apakah pemberian vaksin dari tipe tertentu akan memberikan proteksi silang terhadap infeksi tipe lainnya .
Alternatif lain adalah dengan pemberantasan vektor penyakit . Namun hal ini sangat sulit untuk dilakukan, baik dari segi ekonomik maupun efisiensi . Beberapa jenis Culicoides sp . yang dapat bertindak sebagai vektor BT, mempunyai media perkembang biakan pada campuran kotoran sapi dan lumpur . Perkembangbiakan serangga tadi mungkin dapat dihambat apabila sanitasi kandang diperhatikan dengan baik .
Ø Morbiditas dan Mortalitas
Tingkat morbiditas dan mortalitas bervariasi tergantung dari populasi vector dan status hewan. Jika penyakit terjadi pertama kali di suatu daerah maka tingkat morbiditas bias mencapai 50-75% dan mortalitas 20-50%, selanjutnya setelah terjadi kekebalan kelompok dan populasi vektor rendah maka tingkat morbiditas dan mortalitas menjadi rendah pula.
Ø Pencegahan dan Pengendalian
Virus BT sekarang diketahui dapat menginfeksi ruminansia di tiap benua yang ada ternaknya. Geografi dan iklim mendorong terjadinya epidemik lidah biru di daerah tertentu tergantung kepada masuknya vektor serangga ke daerah yang ternaknya rentan. Hewan yang sakit dipisah dan tidak memasukkan hewan tertular ke daerah yang bebas. Melakukan penyemprotan dengan insektisida pada kandang atau lokasi disekitarnya untuk mengurangi populasi nyamuk dan vektor mekanis lainnya.
Pengendalian melalui vaksinasi sangat perlu di daerah endemik virus BT yang virulen. Vaksin BT telah dikembangkan yaitu vaksin hidup dan vaksin mati. Vaksin hidup yang dilemahkan seringkali menimbulkan kasus pascavaksinasi, sedangkan vaksin mati lebih aman, akan tetapi daya rangsangan pembentukan antibodi sangat lemah dan pemberian dosis yang besar.
Penelitian selanjutnya dikembangkan vaksin rekayasa genetik yaitu digunakan vaksin yang berasal dari protein P2 virus BT dan disuntikkan 3X100mcg P2 yang dapat memproteksi 100% dan titer antibodi yang tinggi setelah 40-42 hari.
Referensi :
 http://adhona-gsm.blogspot.com/2010_08_01_archive.html
 Sendow,Indrawati.1993.Infeksi virus lidah biru (bluetongue) pada ternak ruminansia di Indonesia.Balai Penelitian Veteriner.Bogor
 http://drhyudi.blogspot.com/2009/02/penyakit-viral-hewan-kecil.html
 Pudjawati,Lilik.1983. Cwliceides (DIPTERA:CERATOPOGONIDAE) DAN
http://dewchusniasih.blogspot.com/2012/12/rinderpest-virus.html


Perencenaan

a.    Pengertian Perencanaan
Perencanaan secara garis besar diartikan seagai proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkann rencana aktivitas kerja organisasi. Pada dasarnya yang dimaksud perencanaan yaitu memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan apa (what), siapa (who), kapan (when), dimana (where), mengapa (why), dan bagaimana (how). Jadi perencanaan yaitu fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan pemilihan dari sekumpulan kegiatan-kegiatan dan pemutusan tujuan-tujuan, kebijaksanaan-kebijaksanaan serta program-program yang dilakukan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan berjalan.
Rencana dapat berupa rencana informal atau secara formal. Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi. Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal adalah merupakan bersama anggota korporasi, artinya setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi ami guitar dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.
b.   Tujuan Perencanaan
Stephen Robbins dan Mary Coulter mengemukakan empat tujuan perencanaan yaitu sebagai berikut :
1.    Untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun karyawan nonmanajerial. Dengan rencana, karyawan dapat mengetahui apa yang harus mereka capai, dengan siapa mereka harus bekerja sama, dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi.
2.    Untuk mengurangi ketidakpastian. Ketika seorang manajer membuat rencana, dia dipaksa untuk melihat jauh ke depan, meramalkan perubahan, memperkirakan efek dari perubahan tersebut, dan menyusun rencana untuk menghadapinya.
c.    Untuk meminimalisir pemborosan. Dengan kerja yang terarah dan terencana, karyawan dapat bekerja lebih efesien dan mengurangi pemborosan. Selain itu, dengan rencana, seorang manajer juga dapat mengidentifikasi dan menghapus hal-hal yang dapat menimbulkan inefesiensi dalam perusahaan. untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya, yaitu proses pengontrolan dan pengevalusasian.
c.    Proses Perencanaan
Menurut T. Hani Handoko (1999) kegiatan perencanaan pada dasarnya melalui empat tahap sebagai berikut :
1.    Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan
2.    Merumuskan keadaan saat ini
3.    Mengidentifikasikan segala kemudahan dan hambatan
4.    Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan
d.   Alasan Perlunya Perencanaan
Ada dua alasan dasar perlunya perencanaan :
1.    Untuk mencapai “protective benefits” yang dihasilkan dari pengurangan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pembuatan keputusan.
2.    Untuk mencapai “positive benefits” dalam bentuk meningkatnya sukses pencapaian tujuan organisasi.
e.    Manfaat Perencanaan
Beberapa manfaat perencanaan adalah :
1.    Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan
2.    Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas
3.    Membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat
4.    Memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi
5.    Memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi
6.    Membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipaham
7.    Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti
8.    Menghemat waktu, usaha, dan dana
f.     Kelemahan Perencanaan
Beberapa kelemahan perencanaan adalah :
1.    Pekerjaan yang tercakup dalam perencanaan mungkin berlebihan pada kontribusi nyata
2.    Perencanaan cenderung menunda kegiatan
3.    Perencanaan mungkin terlalu membatasi manajemen untuk berinisiatif dan berinovasi
4.    Kadang-kadang hasil yang paling baik didapatkan oleh penanganan setiap masalah pada saat masalah tersebut terjadi
5.    Ada beberapa rencana yang diikuti caracara yang tidak konsisten
g.    Hubungan Perencanaan dengan Fungsi Lain
Perencanaan adalah fungsi yang paling dasar dari fungsi manajemen lainnya. Fungsi perencanaan dan fungsi-fungsi serta kegiatan manajerial lainnya adalah saling berhubungan saling tergantung dan berinteraksi.
Pengoranisasian (organizing) adalah perencanaan untuk menunjukkan car dan perkiraan bagaimana mengoranisasikan sumber daya-sumber daya orgnisasi untuk mencapai efektivitas paling tinggi.
Pengarahan (directing) adalah perencanaan untuk menentukan kombinasi paling baik dari sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk mengarahkan, mempengaruhi dan memotivasi karyawan.
Pengawasan (controlling) adalah perencanaan dan pengawasan yang saling berhubungan erat. Pengawasan bertindak sebagai kriteria penilaian pelaksanaan kerja terhadap rencana.
h.   Elemen Perencanaan
Perencanaan terdiri dari dua elemen penting, yaitu sasaran (goals) dan rencana itu sendiri (plan).
a.    Sasaran
Sasaran adalah hal yang ingin dicapai oleh individu, grup, atau seluruh organisasi. Sasaran sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk mengukur suatu pekerjaan.
b.    Rencana
Rencana atau plan adalah dokumen yang digunakan sebagai skema untuk mencapai tujuan. Rencana biasanya mencakup alokasi sumber daya, jadwa, dan tindakan-tindakan penting lainnya. Rencana dibagi berdasarkan cakupan, jangka waktu, kekhususan, dan frekuensi penggunaannya. Berdasarkan cakupannya, rencana dapat dibagi menjadi rencana strategis dan rencana operasional. Rencana strategis adalah rencana umum yang berlaku di seluruh lapisan organisasi sedangkan rencana operasional adalah rencana yang mengatur kegiatan sehari-hari anggota organisasi.
i.      Tipe -Tipe Perencanaan
Secara umum perencanaan terbagi atas dua tipe utama, yaitu :
1. Perencanaan Strategis (Strategic Planning) adalah perencanaan jangka panjang (long term plan) yang dirancang untuk memenuhi tujuan-tujuan organisasi yang lebih luas.
2. Perencanaan Operasional (Operational Planning) adalah perencanaan jangka pendek yang dirancang untuk menerjemahkan rencana jangka panjang ke dalam serangkaian kegiatan yang lebih rinci. Ia merupakan terjemahan sekaligus penunjang rencana jangka panjang.

j.     Perencanaan Strategis Versus Perencanaan Operasional
Berikut ini adalah perbandingan antara perencanaan strategis dengan perencanaan operasional yang ditinjau dari sembilan aspek :
No.
Aspek
Perencanaan Operasional
Perencanaan Strategis
1.
Isu bahasan
Masalah-masalah pengoperasian
Keberlangsungan serta pengembangan organisasi jangka panjang
2.
Sasaran
Keuntungan saat ini
Keuntungan di waktu yang akan datang
3.
Batasan
Lingkungan sumber daya saat ini
Lingkungan sumber daya waktu yang akan datang
4.
Hasil yang diperoleh
Efisiensi dan stabilitas
Pengembangan potensi mendatang
5.
Informasi
Dunia bisnis saat ini
Kesempatan dan peluang di waktu yang akan datang
6.
Organisasi
Birokrasi/Stabil
Kewiraswastaan/Fleksibel
7.
Kepemimpinan
Cenderung Konservatif
Menginspirasikan perubahan secara radikal
8.
Pemecahan Masalah
Berdasarkan pengalaman masa lalu
Antisipatif, menemukan pendekatan-pendekatan baru
9.
Tingkat Resiko
Resiko rendah
Resiko tinggi

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Dasar-Dasar Perencanaan. http://fecon.uii.ac.id/ images/ Hand _Out Manajemen/Sejarah_Pemikiran_Mnj/sppm-07-dasar dasar %20 perencanaan.pdf. Diakses tanggal 19 Februari 2013.
Novia, dkk. 2011. Perencanaan Dalam Manajemen. http://mbegedut. blogspot. com2011/09/contoh-makalah-perencanaan-dalam.html. Fakultas Ekonomi; Universitas Negeri Malang. Diakses tanggal 19 Februari 2013.

Nursyamsi, Julius. 2010. Proses Perencanaan. http://staff.uny.ac.id /sites/default/ files/pendidikan/Mimin%20Nur%20Aisyah,%20M.Sc.,%20Ak./Bab%205%20Proses%20Perencanaan.pdf. Diakses tanggal 19 Februari 2013.

EDEMA PARU PADA ANJING

Tugas: Radiologi Veteriner



CANINE PULMONARYEDEMA (EDEMA PARU PADA ANJING




Oleh
SUHARMITA DARMIN
O111 10 127




PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

EDEMA PARU PADA ANJING (CANINE PULMONARY EDEMA)
I.     DEFINISI
Edema paru diidentifikasi sebagai penumpukan cairan di paru-paru. Hal ini sering dikaitkan dengan pneumonia, meskipun ada banyak kemungkinan penyebab lain. Paru-paru normal memiliki cairan yang dipindahkan dari paru-paru ke dalam ruang internal tubuh, proses yang sedang berjalan untuk fungsi sehat dan normal. Setiap tekanan yang ditambahkan dalam paru-paru anjing dapat merusak mekanisme ini, yang mengarah ke penumpukan cairan di paru-paru.
Jika ini kelebihan cairan tidak dihapus, edema bentuk. Kerusakan dapat terjadi jika kondisi ini dibiarkan tidak diobati, tetapi ketika diobati dengan tepat, hasilnya adalah positif. Hewan dari segala usia, jenis kelamin, dan ras dapat didiagnosis dengan edema paru. Edema paru mempengaruhi baik sistem pernapasan dan kardiovaskular.
Edema paru Canine terjadi ketika cairan menumpuk di paru-paru anjing. ini menyertai gagal jantung kongestif dan hasil dari darah tidak memompa cukup cepat, yang memungkinkan cairan bocor melalui kapiler ke paru-paru. Seringkali edema paru anjing terlihat dalam hubungannya dengan kedua ascites, penumpukan cairan di perut, dan edema perifer atau tungkai anjing, penumpukan cairan di bawah kulit.
II.      SIGNALMENT
·         Nama Hewan : Romi
·         Jenis Hewan : Anjing
·         Ras : Kintamani
·         Jenis Kelamin : Jantan
·         Umur : ± 3,5 tahun
·         Berat Badan : 4,5 kg
·         Warna : warna putih spesifik, hitam atau cokelat
III.   ANAMNESA
·         Tanda-tanda klinis tergantung pada penyebab
·         Tingkat keparahan edema
·         Kecepatan onset
Historical Findings
ü  Nafas yg sulit
ü  Tachypnea
ü  Batuk kering
Physical Examination Findings
ü  Crackles pada akhir inspirasi
ü  Crackles dan mengeluarkan bunyi saat inspirasi dan ekspirasi
ü   Merah muda diwarnai sekresi berbusa dari nares dan mulut (tahap akhir)
ü   Jantung murmur, gallop, dan aritmia (hewan dengan edema paru kardiogenik)
IV.   PENYEBAB
Secara umum penyebab dari pulmonary edema dibagi menjadi empat yaitu sebagai berikut :
1.    Tinggi Hidrostatik Tekanan kapiler
o  Kardiogenik Cardiomyopathy (yaitu, dilatasi, hipertrofi, menengah, dan membatasi), katup mitral endocardiosis, pecah korda tendinea, tirotoksikosis, endokarditis, penyakit katup aorta, patent ductus arteriosus, defek septum ventral, dan aritmia
o   Non Kardiogenik
Pemberian cairan intravena kardiogenik terlalu bersemangat:
2.    Rendah oncotic Tekanan kapiler
o  Hypoproteinemia (Terlalu sedikit protein dalam darah)
o  Terlalu bersemangat cairan intravena
3.    Tinggi Permeabilitas epitel kapiler atau alveolus
o  Pneumonia
o  Racun (misalnya, asap, isi lambung, dan bisa ular)
o  Pitam panas, koagulasi intravaskular diseminata
o  Hampir tenggelam (di mana jumlah yang tinggi cairan memasuki paru-paru)
o  Beredar endotoksin
4.    Tinggi intratorasik atau interstisial Tekanan Negatif
o  Obstruksi jalan napas bagian atas
o   Reexpansion paru-paru atelectatic
5.    Mekanisme tidak diketahui
o  Neurogenik (misalnya, kejang, trauma kepala, dan listrik)
V.      DIAGNOSA
Diagnosis akan didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, analisis EKG, jumlah darah, serum kimia, urinalisis, pemeriksaan tinja X-ray dan tes khusus lainnya sebagaimana yang dijaminkan. Kasus yang parah memerlukan perawatan segera seperti sesak napas dan kematian dapat terjadi.
Mendapatkan riwayat medis dan melakukan pemeriksaan fisik adalah langkah pertama dalam mendiagnosis edema paru. Melakukan aukultasi/mendengarkan dada hewan anjing dengan stetoskop untuk menentukan apakah udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru dan saluran udara suara normal. Selain itu juga menggunakan stetoskop untuk memeriksa hati hewan  untuk murmur (suara abnormal antara detak jantung) atau perubahan irama dan denyut jantung.
Untuk mendukung pemeriksaan fisik maka dilakukan pemeriksaan radiografi dada (X-ray) untuk mengkonfirmasi diagnosis edema paru. Setelah edema paru didiagnosis, setelah itu akan dilakukan tes tambahan untuk menentukan sifat cairan dan melihat ke penyebab yang mungkin untuk edema.
VI.   DIAGNOSA DIFFERENSIAL
Harus dibedakan dari penyebab lain dari batuk atau dyspnea seperti obstruksi saluran udara bagian atas, tracheitis, bronkitis, pneumonia, penyakit heartworm, runtuh trakea, benda asing pernapasan, dan neoplasia. Radiografi dada dan pengujian hematologi akan membantu mengecualikan.
Banyak hewan dengan edema paru kardiogenik memiliki tanda-tanda lain dari penyakit jantung (misalnya, murmur, aritmia, dan takikardia). 
Karakter dari batuk (yaitu, kering dibandingkan basah) dan dyspnea (yaitu, ekspirasi dibandingkan inspirasi) lebih dapat menentukan penyebab tanda-tanda klinis.

VII. DARAH / URINE TES
Membantu dalam mengevaluasi penyebab noncardiogenic edema paru. Umumnya normal pada hewan dengan edema kardiogenik. Mungkin melihat leukogram stres, azotemia prerenal, dan enzim hati yang tinggi sebagai akibat dari kemacetan pasif
VIII.  DIAGNOSTIK LAIN
Darah arteri gas analisis dokumen hipoksemia, tapi ini tidak berkorelasi baik dengan keparahan edema paru.
IX.        GAMBAR RADIOGRAFI
1.    Thoracic radiografi
·           Tanda-tanda radiografi edema paru bervariasi dengan tingkat keparahan dan penyebab edema.

 








·           Pola paru interstisial atau alveolar adalah karakteristik dari edema paru.
                  
 










Keterangan: Radiografi digunakan untuk mendiagnosa edema paru, yang merupakan penumpukan cairan dalam paru-paru itu sendiri. Semua daerah keputihan di bagian kanan atas dari paru-paru adalah cairan. Biasanya daerah ini harus menjadi hitam karena dipenuhi dengan udara.
·           Edema paru kardiogenik sering dikaitkan dengan kardiomegali (atrium paling sering meninggalkan atau aurikularis embel) dan pembesaran vena paru. Edema paru kardiogenik awal pada anjing sering terletak di daerah hilus. Pada hewan dengan gagal jantung stadium lanjut, edema menjadi baur. Edema biasanya simetris, tetapi mungkin mulai di lobus paru kanan ekor
 









Keterengan: Dalam pandangan sisi perhatikan bagaimana akhir dari trakea yang lebih sempit. Hal ini disebabkan oleh pembesaran atrium kiri mengompresi. Kompresi ini merupakan penyebab umum dari batuk pada anjing dengan pembesaran jantung.
·           Edema paru neurogenik sering terletak di bidang paru ekor






X.      TES DIAGNOSTIK
Tekanan kapiler pulmoner, indikator tekanan atrium kiri, dapat diukur dengan kateter Swan Ganz sementara "terjepit" di arteri paru. Tekanan tinggi (> 20-25 mmHg) biasanya ditemukan pada hewan dengan edema paru kardiogenik. Tekanan vena sentral tidak selalu tinggi pada hewan dengan gagal jantung kiri.
XI.   TINDAK LANJUT
Pemantauan Pasien
Thoracic radiografi untuk menilai pengobatan
Kemungkinan komplikasi
Kardiogenik Pulmonary Edema Sering berulang karena penyebab menghasut jarang dihilangkan. Respon terhadap pengobatan indikator yang baik jangka pendek prognosis. Prognosis jangka panjang dijaga karena penyakit yang mendasari.
XII.     GEJALA KLINIS
Adapun tanda-tanda klinis biasanya muncul dalam gangguan ini yaitu sebagai berikut :
o   Berlendir nasal discharge, serosa, berair
o   Dispnea, sulit, pernapasan mulut terbuka, mendengus, terengah-engah
o   Peningkatan tingkat pernapasan, polypnea, tachypnea, hyperpnea
o    Suara napas abnormal saluran udara bagian atas, aliran udara obstruksi, stertor, mendengkur
o   Abnormal paru atau suara pleura, rales, crackles, mengi, menggosok gesekan
o   Takikardia pulsa, cepat, denyut jantung yang tinggi
XIII.       PENGOBATAN
Pengobatan untuk edema paru dapat melibatkan beberapa tujuan:
o   Menstabilkan pasien. Jika pasien mengalami kesulitan bernapas yang signifikan atau jika tidak stabil, terapi oksigen dan perawatan lain mungkin diperlukan untuk menstabilkan hewan peliharaan. Karena edema paru dapat mengatur panggung untuk pengembangan pneumonia, antibiotik kadang-kadang diberikan bersama dengan perawatan lainnya.
o   Perlakukan edema. Dalam kebanyakan kasus, obat-obatan dapat diberikan untuk mengatasi edema. Jika akumulasi cairan yang parah, rawat inap mungkin dianjurkan sehingga pasien dapat didukung dan dipantau sebagai pengobatan mengalami kemajuan. Dokter hewan Anda mungkin menyarankan mengulangi sinar-X dada secara berkala untuk memantau seberapa baik edema yang menyelesaikan.
o   Alamat penyakit yang mendasari Penyebab yang mendasari untuk edema paru (misalnya, gagal jantung) mungkin perlu dikelola dengan obat tambahan, pemantauan,. Dan tindak lanjut tes diagnostik.
Hasil untuk hewan peliharaan dengan edema paru akan sangat tergantung pada penyebab edema. Misalnya, jika hewan peliharaan memiliki gagal jantung, edema dapat kembali kecuali gagal jantung diperlakukan secara efektif. Dalam kasus ini, gagal jantung merupakan penyakit kronis, sehingga selalu ada kemungkinan bahwa edema paru dapat kembali. Sebaliknya, jika hasil edema paru dari peristiwa traumatis (seperti cedera kepala atau tercekik), bisa diobati secara definitif asalkan pasien pulih dari trauma menghasut.
Pengobatan
Jika hewan memiliki gangguan pernapasan, penanganan minimal dan oksigen tambahan (<50%) ditunjukkan. Diagnostik harus ditunda sampai kondisi hewan yang lebih stabil. Intubasi dan ventilasi jika diperlukan.
Jika hewan yang stabil dan edema tidak parah, memperlakukan sebagai pasien rawat jalan. Cage istirahat atau pembatasan latihan dianjurkan sampai edema diselesaikan. Kandungan natrium dari diet harus dibatasi (<13 mg / kg / hari; <90 mg/100 gram makanan kering) pada pasien dengan edema kardiogenik.
Obat-obatan
o  Untuk Mengurangi Edema: Diuretik (misalnya, furosemide dan hidroklorotiazida) Vasodilator (misalnya, nitrogliserin, nitroprusside, dan enalapril)
o  Untuk Meningkatkan Pengiriman Oksigen: untuk Alveoli Bronkodilator (misalnya, aminofilin,teofilin, terbutaline)
o  Untuk Mengurangi Kecemasan (Gunakan Hanya Jika Diperlukan): Morfin (anjing saja) Acepromazine Diazepam
o   Untuk Meningkatkan tekanan oncotic kapiler: Plasma Intravenous koloid (misalnya, dekstran dan hetastarch)
o  Untuk Mengobati Permeabilitas Vaskular Tinggi: Obati penyakit yang mendasari.
Pertimbangkan kortikosteroid.
Kontraindikasi
Kecuali khusus ditunjukkan, obat dengan tindakan inotropik negatif tidak boleh digunakan pada hewan dengan edema paru kardiogenik. Morfin merupakan kontraindikasi pada hewan dengan edema paru neurogenik.
Kewaspadaan
Cardiac output berkurang, hipotensi, dan azotemia prerenal dapat terjadi dengan penggunaan berlebihan dari diuretik atau vasodilator.













http://translate.google.com/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.vetnext.com/search.php%3Fs%3Daandoening%26id%3D73055060775%252073&prev=/search%3Fq%3Danamnesis%2Bcanine%2Bpulmonary%2Boedema%26hl%3Did%26biw%3D1366%26bih%3D665&sa=X&ei=Yk5EUfjAFIiSrgfE8IH4CA&ved=0CDEQ7gEwAA


















































Copyright 2009 Assalamualaikum Penikmat BIRU..!!!. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy