RSS

Makalah Anestrus pada anjing betina



 BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Anjing (Canis lupus familiaris) adalah mamalia karnivora yang telah mengalami domestikasi dari serigala sejak 15.000 tahun yang lalu atau mungkin sudah sejak 100.000 tahun yang lalu berdasarkan bukti genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA. Penelitian lain mengungkap sejarah domestikasi anjing yang belum begitu lama (Devi, 2009).
Pubertas atau siklus estrus pertama pada anjing betina dicapai paling awal pada usia 6 bulan pada anjing ras dengan ukuran tubuh kecil, dan paling lama pada usia 2 tahun pada anjing ras dengan ukuran tubuh yang lebih besar. Siklus estrus anjing terdiri dari proestrus, estrus, metestrus dan anestrus. Durasi proestrus rata-rata 9 hari. Durasi estrus adalah sama dengan pro-estrus, kurang lebih 9 hari (dengan kisaran 4-12 hari) Durasi metestrus 130-140 (Rata-rata durasi anestrus berlangsung selama 4 hingga 5 bulan (Yudhie, 2010 ).
Anestrus merupakan suatu keadaan pada hewan betina yang tidak menunjukkan gejala estrus dalam jangka waktu yang lama. Tidak adanya gejala estrus tersebut dapat disebabkan oleh tidak adanya aktivitas ovaria atau akibat aktivitas ovaria yang tidak teramati. Anestrus sering merupakan penyebab infertilitas pada anjing betina. (Anonim, 2010). Meskipun pada anjing beberapa perubahan hormonal selama fase anestrus dan awal fase folikuler yang baru telah diketahui, namun mekanisme kontrol yang pasti dari transisi anestrus ke fase folikuler masih belum dapat dijelaskan (Yudhie, 2010).
Bagi beberapa pemilik anjing terutama kennel, durasi anestrus yang lama ini dianggap sebagai suatu kendala dalam mengawinkan anjing. Oleh karena itu, banyak peternak yang menginginkan agar durasi ini bisa lebih pendek tanpa merubah fisiologis reproduksi normal.
Selain dikarenakan fisiologis normal, anestrus juga dapat terjadi dikarenakan adanya gangguan reproduksi. Seekor anjing yang tidak mengalami estrus sampai usia 18 bulan dianggap mengalami anestrus primer, sedangkan ansetrus yang diperpanjang muncul ketika tidak ada aktivitas pada ovarium selama lebih dari 16 hingga 20 bulan pada anjing betina yang telah memiliki siklus estrus ( Yudhie, 2010).
Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis mengangkat judul makalah ”Anestrus pada Anjing Betina”.
I.2 Rumusan Masalah
Gangguan reproduksi anestrus pada anjing betina sudah sering terjadi di kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu dalam makalah ini akan membahas mengenai beberapa masalah, yakni:
1.    Mengapa gangguan anestrus bisa terjadi pada anjing betina?
2.    Bagaimana mencegah terjadinya anestrus pada anjing betina?
3.    Apa akibat yang ditimbulkan jika terjadi anestrus pada anjing betina ?
4.    Bagaimana mekanisme hormonal selama anestrus?
I.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk :
1.    Mengetahui factor yang mempengaruhi terjadinya anestrus pada anjing betina
2.    Mengetahui cara mencegah dan mengobati anestrus pada anjing betina
3.    Mengetahui mekanisme hormonal selama anestrus
4.    Mekanisme dimulainya dan diakhirinya fase anestrus
5.    Cara memperpendek anestrus tanpa mengganggu fisiologis reproduksi normal
6.     Akibat yang ditimbulkan jika tejadi anestrus pada anjing betina
7.    Gangguan reproduksi yang menyebabkan terjadinya anestrus primer maupun anestrus diperpanjang.




BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Anjing Betina
A1at kelamin betina secara anatomi dapat dibagi menjadi tiga bagian besar (Eva, 1986):
(1) Ovarium, merupakan organ reproduksi primer yang menghasilkan sel-sel kelamin betina yang biasa disebut Ova atau telur dan hormon-hormon betina
(2) Saluran-saluran reproduksi yang terbagi menjadi tuba fallopii atau oviduct, uterus, cervix dan vagina
(3) Alat kelamin bagian luar, terdiri atas sinus urogenitalis, vulva dan klitoris. Fungsi organ reproduksi sekunder (saluran-saluran reproduksi dan alat-alat ke1amin bagian luar) adalah menerima dan rnenyalurkan sel-sel kelarnin jantan dan betina; menyediakan lingkungan, memberi makan dan melahirkan individu baru yang terbentuk
Selain itu masih ada kelenjar susu yang dapat dianggap sebagai alat kelamin pelengkap karena sangat erat berhubungan dengan proses-proses reproduksi dan sangat penting fungsinya dalam pemberian makanan bagi individu yang baru lahir (Anonim, 2010).
Anatomi dan fisiologi alat kelamin betina menurut Eva (1986) adalah sebagai berikut:
1. Ovarium
Berbeda dengan testes, ovarium terletak di dalam ruang abdomen, jumlahnya sepasang dan digantung oleh mesovarium. Mempunyai fungsi ganda yaitu.sebagai alat eksokrin yang menghasilkan ovum atau sel telur dan sebagai alat endokrin yang mensekresikan hormon kelamin betina yaitu estrogen dan progesteron. Ovarium anjing berbentuk oval dan pipih, berukuran lebih kurang dua sentimeter dan bergantung pada fase sikIus berahi. Berat ovarium anjing berkisar antara satu sampai delapan gram.(Anonim, 2010).
Ovarium anjing yang baru 1ahir diperkirakan mengandung 700.000 buah oocyt. Kemudian jum1ah ini menurun menjadi 250.000 pada saat pubertas, 33.000 pada usia lima tahun dan hanya 500 buah pada anjing yang berusia 10 tahun. Hal ini disebabkan oleh kegagalan fo1ike1 menjadi matang, tidak. berovu1asi dan ma1ah berdegenerasi. Jum1ah folike1 de Graaf yang terbentuk pada satu sik1us berahi tergantung pada hereditas dan faktor-faktor 1ingkungan. Pada anjing 3-15 fo1ike1 de Graaf matang pada setiap estrus (Epi Muhammad, 2011).
 Segera setelah ovu1asi rongga fo1ikel diisi oleh darah dan limfe membentuk corpus haemorrhagicum, dan untuk kemudian berubah menjadi corpus 1uteum. Corpus 1uteum anjing mempunyai bentuk agak membulat dengan diameter dua sampai lima mi1imeter. Jika terjadi fertilisasi, corpus luteum ini akan terus berfungsi untuk mempertahankan kebuntingan. Sedangkan jika ferti1isasi tidak terjadi, corpus luteum tetap akan berfungsi sampai akhir masa estrus (Anonim, 2010).
2. Tuba Fallopii
Tuba fallopii atau oviduct merupakan saluran kelamin yang paling anterior; mempunyai hubungan anatomik yang intim dengan ovarium dan menggantung pada mesosalpinx. Terbagi atas infudibulum dengan fimbriaenya, ampula dan isthmus. Ovum yang dihasilkan dari proses ovulasi akan disapuke dalam ujung fimbriae. Kapasitasi, fertilisasi dan pembelahan embrio terjadi di dalam tuba fallopii ini. Pengangkutan sperma ke tempat fertilisasi dan pengangkutan ovum ke uterus untuk perkembangan selanjutnya diatur oleh kerja silier dari kontraksikontraksi muskuler yang dikoordinir oleh hormon-hormon ovarial, estrogen dan progesterone (Yudhie, 2010).
3. Uterus
Uterus adalah suatu saluran muskuler yang diperlukan untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi, nutrisi dan perlindungan foetus. Selain itu juga berfungsi pada stadium permulaan ekspulsi foetus pada waktu kelahiran. Uterus terdiri dari cornua, corpus dan cervix uteri. Anjing mempunyai uterus yang tergolong dalam tipe bicornua subsepticus atau bipartitus, dengan cornua yang cukup panjang 10-14 cm dan corpus 1.4-2 cm. Cornua yang panjang ini merupakan penyesuaian anatomik dengan produksi anak yang banyak. Cervix uteri adalah urat daging spincter yang terletak dian tara uterus dan vagina dengan panjang sekitar 1.5-2 cm, dan pada anjing mempunyai bentuk lumen yang tidak teratur. Fungsi utama cervix adalah sebagai penutup lumen uterus, sehingga mengurangi kesempatan masuknya jasad renik.
Tipe uterus anjing adalah duplex, yang terdiri dari dua kornu uteri masing-masing dengan saluran vagina. Ukuran dan berat dari uterus meningkat sewaktu anjing menginjak dewasa dan memasuki proestrus dan estrus, mencapai ukuran maksimal selama awal metestrus. Kemudian menurun sewaktu mulainya anestrus, meskipun tidak kembali ke ukuran anjing dewasa. Ketebalan dan lebar mencapai maksimal 7 – 9 minggu sesudah mulainya estrus (Yudhie, 2010).
4. Tuba Uterina
Tuba uterina panjangnya 4 – 10 cm dan diameternya 1 – 2 mm, tampak seperti saluran yang terbuka pada akhir ovarium dan diameternya mengecil ke arah uterus. Kornu uteri berbentuk elips pada potongan melintang, panjang dan menyempit dan bergabung di kaudal membentuk korpus uteri (Anonim, 2010).
5. Vagina, Serviks, dan Vulva
Vagina adalah organ kelamin betina dengan struktur selubung muskuler yang terdiri dari bagian vestibulum dan portio vaginalis. Bagian vestibulum yaitu bagian yang berhubungan dengan vulva (vagina anterior) yang panjangnya 5-10 cm. Sedangkan bagian portio vaginalis cervicis yaitu bagian yang berhubungan dengan cervix. Diantara kedua bagian ini terdapat selaput tipis yang disebut hymen, yang karena tipisnya akan robek dan hilang sewaktu hewan mencapai umur dewasa (Eva, 1986). Pada hewan betina normal dan tidak bunting, epitel mukosa vagina secara periodik berubah atas pengaruh hormone yang disekresikan ovarium. Sehingga pada anjing, perubahan histologis epitel vagina sangat baik untuk menentukan periode siklus reproduksi (Eva, 1986). Alat kelamin bagian luar terbagi atas vestibulum, vulva dan klitoris. Vestibulum memiliki beberapa otot sirkuler atau seperti spinkter yang menutupi saluran kelamin terhadap dunia luar. Sewaktu kopulasi terjadi, otot-otot pada vestibulum ini berkontraksi, dan ini merupakan salah satu unsur untuk terjadinya proses terkait pada  anjing.
Servik berbentuk oval memisahkan uterus dan vagina. Vagina memanjang dari servik ke selaput dara (hymen) dan vestibula memanjang ke vulva. Ciri utama dari servik adalah tidak dapat dijangkau lewat vagina karena vaginanya yang sangat panjang. Pada anjing yang tidak estrus dan belum pernah bunting, saluran servik bagian kaudal membuka ke arah bawah, ke arah dinding kranial vagina. Servik tetap tertutup pada anjing normal kecuali selama siklus estrus dan parturisi.
Vagina anjing sangat panjang, diukur berdasarkan panjang total dari vulva ke servik, termasuk vestibula. Pada anjing dengan berat 12 kg panjangnya mencapai 10 – 14 cm. Vestibula dan vagina meningkat lebarnya selama siklus estrus,dan saluran genital menjadi tegang dan bengkak. Pada fase proestrus dan anestrus servik dan vagina membesar, menebal dan oedematus, dan ketebalan myometrium meningkat. Pada fase anestrus servik dan vagina dalam keadaan pasif.
Pada anak anjing, vulva adalah organ yang relatif kecil yang dihiasi oleh berkas rambut sampai mendekati pubertas. Mulai membesar selama periode prepubertal (4 -8 bulan) dan setelah memasuki estrus pertama bentuk sudah sama seperti dewasa.
II.2 Anestrus
Anestrus adalah suatu keadaan pada hewan betina yang tidak menunjukkan gejala birahi secara klinis dalam waktu lama.
Anestrus menurut (Dihan, 2011) kondisinya terbagi menjadi dua, yaitu:
A.  Anestrus normal
Anestrus dikatakan normal jika pada alat reproduksi tidak terjadi kelainan sehingga proses reproduksi tidak terganggu, meliputi:
1.    Anestrus prapubertas.
Keadaan dimana hewan betina yang masih dara gagal memperlihatkan gejala birahi pertama pada umur sekitar 6 – 13 bulan. Hewan betina yang masih dara akan menunjukkan birahi pertama bila berat badannya telah mencapai 2/3 dari berat badan dewasa serta didukungdengan pemberian pakan yang cukup dan berkualitas baik.
2. Anestrus umur tua.
Anestrus pada hewan yang sudah tua terjadi karena fungsi endokrin dari kelenjar hipofisa anterior dan ovarium sudah mengalami penurunan dan sudah tidak berfungsi secara baik.
3. Anestrus pada periode laktasi.
Pada periode laktasi atau menyusui kadar hormon prolaktin tinggi dalam darah dan menyebabkan terjadinya korpus luteum persisten disertai gejala anestrus.
4. Anestrus diluar musim kawin.
Pada hewan betina yang dipelihara di negara dengan empat musim, birahi hanya muncul pada musim kawin yaitu musim dimana penyediaan pakan dan suhu udara serasi untuk terjadinya proses reproduksi.
5. Anestrus pada periode kebuntingan.
Kondisi anestrus diperlukan untuk menjaga kelangsungan kebuntingan sampai saat proses proses kelahiran.
6. Anestrus pasca kelahiran.
Anestrus berlangsung antara 30 - 35 hari pasca melahirkan karena pada periode ini uterus mengalami involusi yaitu uterus kembali menjadi normal setelah mengalami kebuntingan dankelahiran sebelumnya.
B.  Anestrus abnormal
Anestrus yang disertai dengan adanya abnormalitas pada salah satu alat kelamin betina dan terjadi gangguan proses reproduksi, meliputi:
1. Anestrus akibat adanya patologi uterus.
Radang uterus, tumor uterus, abses dinding uterus dan gangguan lain pada uterus menyebabkan adanya korpus luteum persisten sehingga kadar hormon progesteron tinggi dalam darah, hal ini menyebabkan hambatan terhadap sekresi hormon gonadotropin yang disertai folikel tidak berkembang pada ovarium.
2. Anestrus karena penyakit kelamin menular.
Berkaitan dengan adanya korpus luteum persisten sehingga kadar hormon progesteron tinggi dalam darah dan berlanjut pada kondisi anestrus.
3. Anestrus karena adanya ketidakseimbangan hormon reproduksi.
Anestrus selalu terjadi pada kekurangan hormon gonadotropin. Adanya kista luteal pada ovarium juga selalu disertai kondisi anestrus.
4. Anestrus karena kurang pakan.
Pakan dengan kualitas dan kuantitas yang rendah dapat menyebabkan penurunan fungsi kelenjar endokrin termasuk kelenjar hipofisa dan ovarium. Keadaan ini menyebabkan hipofungsi ovarium yang selalu diikuti gejala anestrus.
III.3 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Anestrus
Menurut (Dihan, 2011) Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya anestrus:
1.    Umur.
Anestrus pada hewan betina yang masih muda disebabkan poros hypothalamus-hipofisa-anterior belum berfungsi secara baik, kelenjar hipofisa anterior belum cukup mampu menghasilkan hormon gonadotropin sehingga ovarium juga belum mampu menghasilkan hormon estrogen sebagai akibat belum terjadi pertumbuhan folikel yang sempurna. Anestrus pada hewan betina yang telah berumur tua, poros hypothalamus-hipofisa-anterior telah mengalami perubahan dan penurunan fungsi sehingga mendorong berkurangnya sekresi hormon gonadotropin disertai dengan penurunan respon overium terhadap hormon gonadotropin tersebut.
2. Kebuntingan.
Hewan yang sedang bunting, pada ovarium terdapat korpus luteum graviditatum yang mampu menghasilkan hormon progesteron yang berperan menjaga kebuntingan dalam jumlah besar. Hormon progesteron menghambat kerja kelenjar hipofisa anterior karena adanya mekanisme umpan balik negatif dan disertai sekresi hormon gonadotropin yang menurun sehingga tidak mendorong pertumbuhan folikel baru pada ovarium ( karena tidak ada hormon estrogen yang dapat disekresi ). Keadaan ini yang menyebabkan birahi tidak timbul dan selalu dalam keadaan anestrus.
3. Laktasi.
Kadar hormon LTH atau prolaktin yang tinggi dalam darah pada hewan yang sedang laktasidapat mendorong terbentuknya korpus luteum persisten ( kelanjutan dari korpus luteum graviditatum yang ada pada waktu bunting ). Hal ini berkaitan dengan kadar progesteron dalam darah meningkat tajam sebagai mekanisme umpan balik negatif pada kelenjar hipofisa anterior dan menghambat sekresi hormon gonadotropin. Keadaan ini menyebabkan folikel baru tidak tumbuh dan tidak ada sekresi estrogen sehingga terjadi anestrus.
4. Pakan.
Ransum pakan kualitas dan kuantitas rendah seperti kekurangan lemak dan karbohidrat dapat mempengaruhi aktivitas ovarium sehingga menekan pertumbuhan folikel dan mendorong timbulnya anestrus, kekurangan protein mendorong terjadinya hipofungsi ovarium disertai anestrus.
5. Musim.
Pada musim panas kualitas hijauan pakan menjadi sangat menurun sehingga banyak dijumpai kasus anestrus akibat kekurangan asupan nutrisi. Musim dingin yang ekstrem juga mendorong terjadinya anestrus. Anestrus musiman banyak terjadi pada ternak kuda dan domba.
6. Lingkungan.
Lingkungan yang kurang serasi, kandang yang sempit , kurang ventilasi dapat menimbulkan stres yang memicu kondisi anestrus.
7. Patologi ovarium dan uterus.
Adanya kelainan pada uterus menyebabkan sekresi prostaglandin turun, akibatnya korpusluteum tetap ada pada ovarium sehingga terbentuk korpus luteum persisten yang memicu peningkatan kadar progesterone dalam darah disertai penurunan sekresi hormon gonadotropin. Kondisi ini menimbulkan perkembangan folikel baru dan kadar estrogen meningkat dalam darah sehingga menyebabkan muncul kasus anestrus.
8. Penyakit kronis.
Penyakit secara umum menyebabkan penurunan berat badan sebagai pemicu anestrus akibat kekurangan asupan nutrisi. Penyakit cacingan pada saluran pencernaan yang bersifat kronis sering disertai anestrus dalam jangka panjang.


II. 4 Penyebab Anestrus
Anestrus merupakan suatu keadaan pada hewan betina yang tidak menunjukkan gejala estrus dalam jangka waktu yang lama. Tidak adanya gejala estrus tersebut dapat disebabkan oleh tidak adanya aktivitas ovaria atau akibat aktifitas ovaria yang tidak teramati. (Anonim, 2010)
Keadaan anestrus dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu (Anonim, 2010) :
a. True anestrus (anestrus normal)
Abnormalitas ini ditandai dengan tidak adanya aktivitas siklik dari ovaria, penyebabnya karena tidak cukupnya produksi gonadotropin atau karena ovaria tidak respon terhadap hormone gonadotropin.
b. Anestrus karena gangguan hormon
Biasanya terjadi karena tingginya kadar progesterone (hormon kebuntingan) dalam darah atau akibat kekurangan hormon gonadotropin.
c. Anestrus karena kekurangan nutrisi
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan gagalnya produksi dan pelepasan hormon gonadotropin, terutama FSH dan LH, akibatnya ovarium tidak aktif.
d. Anestrus karena genetik
Anestrus karena faktor genetik yang sering terjadi adalah hipoplasia ovarium dan agenesis ovaria. Penanganan dengan perbaikan pakan sehingga skor kondisi tubuh (SKT) meningkat, merangsang aktivitas ovaria dengan cara pemberian (eCG 3000-4500 IU; GnRH 0,5 mg; PRID/CIDR dan estrogen).
II.5. Dampak Anestrus
            Adapun dampak anestrus menurut Sujono (2010) yaitu sebagai berikut:
       Tidak menunjukkan gejala birahi dalam waktu yang lama setelah melahirkan
       Ovarium tidak pernah menghasilkan ovum.
       Beberapa faktor : Laktasi yang berat atau pedet yang dibiarkan menyusu pada induk, pakan defisiensi misalnya kekurangan mineral P atau vitamin E atau terjadinya gangguan/ kelinan organ reproduksi
       Kelainan organ reproduksi yang dapat menyebabkan terjadinya anestrus diantaranya; involusi uteri terlambat, radang uteri, retensi plasenta, hidrop amnion atau alantois.
       Birahi tenang dan birahi pendek (sub uterus)
       Birahi tenang adalah induk sapi yang tidak memperlihatkan gejala birahi, tetapi pada ovarium terjadi ovulasi
       Birahi pendek adalah induk sapi yang birahinya berjalan sangat cepat (2-3 jam) disertai ovulasi. Kedua keadaan ini disebabkan oleh karena korpus luteum dari ovulasi pertama menghasilkan sedikit progresteron, sehingga ovarium kurang respontif terhadap LH.
II.6  Endrokinologi
Berbagai faktor dapat mempengaruhi permulaan pubertas. Anjing yang hidup bebas dan anjing domestik yang dapat berkelana dengan bebas secara seksual lebih awal mencapai pubertas daripada anjing yang di kennel. Perbedaan dalam pertumbuhan tidak terjadi pada anjing, tetapi interval diantara estrus secara gradual diperpanjang dengan meningkatnya umur. Anjing tua yang masih estrus, fertilitasnya mungkin tidak terkena efek yang serius, dan siklus estrus telah dilaporkan berlanjut secara teratur hingga umur 20 tahun (Yudhie, 2010).
Pubertas dicapai paling awal pada usia 6 bulan pada anjing ras dengan ukuran tubuh kecil, dan paling lama pada usia 2 tahun pada anjing ras dengan ukuran tubuh yang lebih besar. Rata-rata dapat diperkirakan siklus estrus pertama kali muncul antara umur 6 hingga 12 bulan. Pada umumnya, anjing yang lebih tua mempunyai siklus estrus yang lebih tidak teratur daripada anjing yang lebih muda). umur ideal anjing betina kawin antara 2-6 tahun. Kawin pertama direkomendasikan saat estrus kedua atau ketiga, sesudah pemilik mengetahui, paling tidak satu kali siklus ovarium normal.
Menurut Yudhie (2010), tiga grup hormone utama yang mengontrol siklus reproduksi adalah hormon releasing, hormone gonadotropin dan hormone steroid. Hormone releasing asli dari hipotalamus dan mengontrol sintesis dan membebaskan hormone gonadotropin dari bagian anterior dari glandula pituitary. Hormone gonadotropin terdiri dari Follicle stimulating hormone (FSH), luteinizaing hormone (LH), dan prolaktin (PRL) mengontrol pemasakan sel germinal dan memproduksi hormone – hormone steroid; estrogen dan progesterone pada hewan begtina, testosterone pada hewan jantan (tabel 1)
Tabel 1. Hormon – hormon hipotalamus dan hipofise yang terlibat dalam siklus reproduksi betina
Sumber
Hormon
Fungsi utama
Hipotalamus
Gonadotropine releasing hormone (GnRH)
Pembebasan LH dan FSH
Thyrotropin releasing hormon (TRH)
Pembebasan thyrotropin hormone (TSH)
Prolaktin releasing factor (PRF)
Pembebasan prolaktin (PRL)
Prolaktin inhibiting factor (PIF)
Menghambat pembebasan PRL
Glandula pituitary
LH
Ovulasi
Pembentukan korpus luteum
Sekresi progesterone
Sekresi estrogen
FSH
Pertumbuhan folikel
PRL
Sekresi progesterone
Laktasi
Oksitosin
Parturi, kontraksi otot uterus
Pengeluaran air susu
Transportasi ova
Menurut Yudhie (2010), hormon LH yang dihasilkan oleh glandula pituitary anterior akan bekerja pada ovarium. Sel –sel pada ovarium pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk mensintesa hormone. Sel granulose mampu menghasilkan hormone steroid. Mungkin hormone ini penting untuk menstimulir pertumbuhan selanjutnya dari folikel dan produksi hormon LH dari kelenjar hipofisa anterior.
Tiga macam hormon yang dihasilkan oleh kelenjar ovarium:
1. Estrogen : zat yang menyebabkan birahi pada hewan betina, dan menstimulir pertumbuhan alat kelamin serta menyebabkan pertumbuhan sifat – sifat kelamin sekunder pada hewan betina.
2. Progestron : hormone yang dihasilkan korpus luteum dan memmpunyai fungsi yang berhubungan dengan pertumbuhan sel – sel endometrium sebelum dan selama hewan bunting. Bersama dengan prolaktin menyebabkan perkembangan system alveolar dari kelenjar mammae tetapi menghambat perkembangan folikel.
3. Relaksin hormon yang dihasilkan pada akhir masa kebuntingan menyebabkan relaksasi simphisis pubis. Hormone ini ditemukan pada ovarium, uterus dan tenunan plasenta.
II. 7 Siklus Estrus
Berbeda dengan hewan besar, anjing betina secara seksual tetap mau menerima pejantan selama beberapa hari sesudah ovulasi, sesudah pembentukan dan selama inisiasi fungsi dari corpus luteum, hal ini mempunyai peranan dalam problem terminologi dalam urutan siklus estrus seperti pada tabel 2. Menurut terminologi yang asli, siklus estrus terdiri dari pro-estrus, estrus, metestrus (dibatasi oleh hari terakhir menerima pejantan dan regresi dari corpus luteum) dan anestrus (Anonim, 2010).
Tabel 2. Terminologi dari urutan siklus estrus menurut berbagi sumber.
Urutan siklus estrus
Referensi
Pro-estrus
Estrus
Metestrus
Anestrus
Yudhie (2010)
Yudhie (2010)
Pro-estrus
Estrus
Metestrus
Anestrus
 Yudhie (2010)
     Yudhie (2010)
Pro-estrus
Estrus
Di-estrus
Anestrus
 Yudhie (2010)
Pro-estrus
Estrus
Metestrus
Di-estrus
Anestrus
 Yudhie (2010)
Pro-estrus
Estrus
Metestrus
Bunting atau bunting semu
Anestrus
Yudhie (2010)
a b c d
a. Ovulasi
b. Penolakan terhadap pejantan
c. Atropi korpus luteum
d. Regenerasi selesai
1Durasi metestrus 80-90 hari
2Durasi metestrus 140-155 hari
Proestrus
Proestrus terjadi selama 3 hari – 3 minggu dengan rata rata 9 hari. Selama proestrus anjing betina menjadi atraktif pada jantan, tetapi belum tertarik untuk dikawini. Muncul leleran vulva dari uterus yang bersifat serosanguin sampai hemoragi dan vulva terlihat sedikit membesar.sitologi vagina memperlihatkan bentuk sel yang akan berubah menurut derajat estrogen, mulai dari sel parabasal kecil, sel intermediet kecil dan besar, sel intermediet superficial dan akhirnya sel epithelial superficial (bertanduk). Sel darah merah sering terlihat. Lipatan Mukosa vagina terlihat edema, pink dan round.
Proestrus berhubungan dengan pembentukan folikel yang distimulasi oleh hormone – hormone gonadotropin LH dan FSH, yang disekresikan oleh glandula pituitary anterior dibawah pengaruh hipotalamus GnRH. Puncak dari estradiol menyebabkan satu atau dua hari puncak dari konsentrasi LH. Puncak LH diikuti oleh ovulasi.
Level FSH dan LH rendah sepanjang proestrus, meningkat saat preovulatori. FSh diperlukan untuk menstimulasi perkembangan folikel dan sekresi estradiol, tetapi sekresi FSH tidak meningkat seperti yang terlihat pada LH karena folikel menskresikan ‘inhibin’, inhibitor dari sekresi FSH. FSH juga berperan sangat penting dalam pendewasaan folikel dan menyediakan sel – sel tersebut untuk konversi pada korpus luteum sesudah ovulasi. Proses ini adalah kunci yang terpenting dalam siklus anjing betina karena ada peningkatan dalam sekresi progesterone oleh folikel sebelum ovulasi, yang muncul dan bermain di pusat dalam memacu estrus dan ovulasi.
Estrogen meningkat dari level anestrus basal (2-10 pg/mL) menuju level peak (50 – 100 pg/mL) pada akhir proestrus, progesterone pada level basal (<1 style=""> LH (2-3 ng/mL). Fase folikuler dari siklus ovarium terjadi bersamaan dengan proestrus dan awal estrus. Perilaku sesuai dengan peningkatan level estrogen dan penurunan level progesterone. Leleran serosanguinen sampai hemoragi. Edema vulva mencapai maksimal. Sitologi vagina di dominasi oleh sel superficial, sel darah merah meningkat. Lipatan mukosa vagina menjadi berkerut saat ovulasi dan maturasi oosit. OOsit anjing sesudah ovulasi harus mengalami stadium pendewasaan meiotic terlebih dahulu sebelum fertilisasi, pendewasaan oosit ini membutuhkan waktu 2 – 3 hari. Level estrogen meningkat setelah LH mencapai level puncak, dan progesterone meningkat (biasanya 4-10 ng/mL saat ovulasi) yang menandakan fase luteal dari siklus ovarium.
Estrus
Estrus merupakan tahap berikutnya dari siklus estrus pada anjing betina. Durasi estrus adalah sama dengan pro-estrus, kurang lebih 9 hari (dengan kisaran 4-12 hari), tetapi durasi 27 hari atau 30 hari pernah dilaporkan. Periode estrus dibatasi oleh hari pertama dan hari terakhir penerimaan pejantan. Secara hormonal, estrus dimulai dengan mulai naiknya hormon progresteron. Ovulasi dan masa subur terjadi pada periode ini (Eva, 1986).
Estrus dapat didefinisikan sebagai transisi dari tingkah laku menarik (attractive) tetapi tidak mau menerima pejantan (karakteristik proestrus) ke tingkah laku siap untuk dinaiki dan mau menerima (lordosis) (Anonim, 2003). Feromon merupakan komponen penting dalam masa transisi ini. Feromon disekresikan oleh anjing betina di bawah pengaruh estradiol dan terdeteksi oleh olfaktori anjing atau organ “vemeronasal”. Feromon diproduksi di ginjal dan saluran reproduksi dan bercampur dengan urin atau ada di leleran vagina. Bersamaan dengan tanda-tanda tingkah laku, feromon meningkatkan daya tarik seksual dan menstimulasi aktifitas reproduksi pejantan. Salah satu feromon betina adalah methyl-p-hydroxybenzoate, dan jika komponen ini diterapkan ke vulva dari betina anestrus ataupun yang sudah dikebiri, tetap akan menstimulasi kegairahan. Feromon dapat juga untuk memacu estrus atau berpengaruh pada sinkronisasi estrus betina, khususnya di lingkungan kennel. Ini menunjukkan bahwa feromon dapat mempengaruhi aktivitas pusat GnRH di hipotalamus yang akan menyebabkan peningkatan aktivitas ovarium (Eva, 1986).
Pusat tingkah laku di otak pada betina muncul sebagai akibat meningkatnya kadar estradiol. Anjing betina menunjukkan ketertarikan pada pejantan dan mencoba untuk menarik perhatiannya. Dia memutar pinggang dan kaki belakang ke arahnya, merendahkan bagian belakang dan menaikkan bagian pelvis, menunjukkan bagian perineal, menggerakkan ekornya ke samping dan menonjolkan vulvanya. Oedema vulva tetap ada tetapi leleran vagina berubah dari merah darah ke bening karena adanya sel superficial terkeratinisasi, besar, tidak terdapat inti sel (Anonim, 2010).
Waktu terbaik untuk mengawinkan anjing kira-kira 2 hari setelah ovulasi atau 4 hari setelah puncak LH. Pada permulaan estrus, terjadi peningkatan yang signifikan hormon LH diikuti dengan penurunan LH ke level dasar, hal ini berlangsung dengan sangat cepat kurang lebih selama 24 jam. Ovulasi terjadi ketika LH mencapai puncaknya. Dengan demikian, LH merupakan alat diagnosa yg paling akurat untuk menentukan waktu perkawinan.
Selama estrus, naik turunnya LH akan menghasilkan ovulasi yang juga merangsang pecahnya folikel dari ovarium, untuk mengeluarkan progesteron. Pada titik ini, sel folikular manjadi corpus luteum. Apabila betina bunting, corpus luteum akan dipelihara dan akan memproduksi progesteron yang dibutuhkan untuk memelihara kebuntingan. Pada masa ini ukuran vulva semakin mengecil dan semakin lembut. Sedangkan refleksnya menjadi semakin jelas. Epitel vagina terlihat pucat dengan lipatan-lipatan yang semakin berkurang dan kering.
Ovulasi
Ovulasi dipacu oleh memuncaknya level LH, yang menyebabkan ovarium melepas ovum yang telah berkembang. Ovulasi terjadi dalam interval 30-48 jam setelah puncak LH. Oosit tidak dapat dibuahi segera setelah dilepaskan dari ovarium. Tahap maturasi berikutnya (stadium pendewasaan meiotik) membutuhkan waktu 2 – 3 hari, yang harus terjadi sebelum penetrasi sperma dan pembuahan terjadi. Jadi, masa subur anjing betina yang sebenarnya adalah hanya 2-3 hari, dan mulainya 4-7 hari setelah gelombang LH (2-3 hari setelah ovulasi) dan terjadi sebelum mencapai permulaan metestrus. Beberapa faktor bertanggungjawab terhadap munculnya periode fertil yang panjang pada betina. Hal ini termasuk daya hidup spermatozoa yang panjang di dalam saluran reproduksi betina, sampai beberapa hari, sedangkan waktu terjadinya ovulasi dan pendewasaan oosit 2-3 hari dan daya hidup oosit 1-2 hari (Eva, 1986).
Anjing betina adalah multiple ovulators, yaitu memproduksi beberapa ovum, dan melepaskannya satu per satu dalam beberapa jam atau bahkan seharian. Betina yang akan menentukan berapa anak anjing dalam sekali kelahiran sedangkan pejantan yang akan menentukan jenis kelamin dari anak anjing tersebut (Anonim, 2010).
Perkawinan satu kali pada anjing betina yang fertil pada waktu yang tepat sudah cukup. Tidak diberi kesempatan untuk kawin pada saat estrus adalah penyebab utama infertilitas. Dalam kehidupan yang bebas, coitus terjadi dengan rata-rata satu atau dua kali setiap harinya sepanjang periode penerimaan, paling lama sampai 7 hari, sehingga adanya cukup viabel spermatozoa pada saluran genital untuk membuahi ova kapanpun mereka dilepaskan. Bervariasinya interval waktu dan periode ovulasi yang berlarut-larut, kemungkinan menjelaskan kejadian pada banyaknya jumlah anak sekelahiran yang kadang-kadang terlihat sewaktu anjing betina dikawini oleh beberapa anjing jantan (Anonim, 2010).
Metestrus
Tahap metestrus dimulai ketika anjing betina berhenti menerima pejantan. Namun ada perbedaan pendapat mengenai durasi ini. Beberapa peneliti mengukur metestrus sebagai durasi untuk memperbaiki kembali fungsi endometrium 130-140 hari (140-155 hari;) Ada pula yang menganggap bahwa durasi metestrus 70-80 hari (60-90 hari,), dibatasi oleh akhir penerimaan pejantan dan diakhiri berakhirnya atropi corpus luteum.
Fase ini terjadi setelah estrus, dan didefinisikan sebagai dimulainya sewaktu betina menolak untuk dikawini, biasanya 6-8 hari sesudah permulaan estrus, atau 8-10 hari sesudah puncak LH yang menjelang ovulasi. Konsentrasi Progesteron meningkat di tahap ini. Periode kebuntingan masuk dalam tahap ini.
Berbeda dengan mamalia yang lain, corpus luteum (CL) pada anjing tidak mengalami luteolisis (pada betina non-pregnant). Setelah ovulasi, CL terisi sel-sel lutein. Corpus luteum berhenti menjalankan fungsinya lebih jelas pada betina pregnant karena adanya kerja Prostaglandin akibat inisiasi kelahiran (Feldman and Nelson, 2004). Pada betina non-pregnant Corpus luteum tidak berubah bentuk maupun ukuran hingga 30 hari sesudah ovulasi, sesudah itu, CL lambat laun akan atropi. Namun, penjelasan mengenai mekanisme atropi ini masih menjadi bahan pertanyaan. Kemungkinan adanya pengaruh apoptosis dan aktivitas caspase 3.
Menurut yuda dkk (2010) pada anjing betina yang mengalami fase diestrus sel apoptosis jarang terdeteksi dan ketika muncul sel ini akan lebih mudah dideteksi dengan menggunakan hematoxylin dan teknik eosin dibandingkan dengan menggunakan teknik konsentrasi elektrolit. Struktur luteal pada diestrus hari ke 75 dan 85 memiliki karakteristik histologi menyerupai korpus albikan. Aktivitas caspasa-3 ditemukan pada morfologi normal korpus luteum baik pada betina bunting maupun pada betina diestrus hari ke 65, dan juga pada struktur jaringan korpus albikans. Hasilnya mengacu pada apoptosis bukan merupakan mekanisme utama yang terlibat dalam regresi fungsi luteal pada anjing, dan caspase-3 berperan baik dalam fungsional maupun proses luteolisis dan dalam reorganisasi jaringan pada pembentukan corpus albican.
Anestrus
Tahap terakhir dalam siklus estrus adalah anestrus. Ini merupakan masa dimana kadar hormon progesteron dan estrogen sangat rendah walaupun akan mengalami sedikit peningkatan dan kemudian menurun kembali (Anonim, 2003). Fase anestrus pada siklus estrus normalnya terjadi selama 1 – 6 bulan. Ditandai dengan inaktivitas ovarium, involusi uterus dan perbaikan endometrium. Anjing betina yang anestrus tidak tertarik ataupun menerima anjing jantan. Tidak ada leleran vulva, ukuran vulva kecil. Sitologi vaginal didominasi oleh sel parabasal kecil, terkadang disertai neutofil dan sedikit bakteri. Secara endoskopi, lipatan mukosa vagina terlihat datar, tipis dan kemerahan. Pada anestrus terjadi kemerosotan dari fungsi luteal serta penurunan sekresi prolaktin. Akhir anestrus ditandai dengan peningkatan FSH dan LH yang dipengaruhi oleh GnRH. Peningkatan FSH ini menyebabkan folikulogenesis proestrus. Level estrogen basal ( 2 -10 pg/ml) dan level progesterone pada nadir (Yuda, dkk  2010)
Pada induk yang melahirkan, anestrus dimulai dengan melahirkan dan berakhir dengan proestrus. Permulaan anestrus tidak dapat diketahui pada anjing betina yang tidak bunting, yang mana tidak terlihat jelas batasan antara metestrus dan anestrus
Kontrol fisiologi untuk mengakhiri fase anestrus tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemerosotan fungsi luteal serta penurunan sekresi prolactin merupakan salah satu prasyarat. inhibitor prolactin dapat digunakan untuk mengakhiri anestrus (induksi estrus). Sedangkan menurut selain penurunan sekresi prolaktin, peningkatan plasma FSH dalam sirkulasi merupakan inisiasi dari folikulogenesis pada anjing betina. Pada fase anestrus sekresi progesteron menurun lalu hilang, maka konsentrasi progesteron yang minimum ini kurang mampu memberikan feedback negatif terhadap pituitari anterior, akibatnya FSH dan LH akan dilepaskan, inilah awal fase proestrus dimulai. Awal pendarahan pada tahap proestrus menandai tahap ini mencapai bagian akhir.
Meskipun pada anjing beberapa perubahan hormonal selama fase anestrus dan awal fase folikuler yang baru telah diketahui, namun mekanisme kontrol yang pasti dari transisi anestrus ke fase folikuler masih belum dapat dijelaskan.
II.8 Hubungan Mekanisme Kerja Hormon Dengan Anestrus
Gonadotropin Releasing Hormon dari hipotalamus mengontrol fungsi hipofisis anterior (pituitary anterior). Transportasi Gonadotropin dari hipotalamus ke pituitary anterior melalui hipofhyseal portal vessel. Mekanisme kerja hormon intraseluler bermula dari mekanisme intraseluler kerja gonadotropin dalam merangsang produksi hormon steroid. Hormon gonadotropin (first messenger) berikatan dengan reseptor membran sel yang mengaktifkan adenylate cyclase. Enzim yang menjadi aktif ini selanjutnya merangsang konversi Adenosin Triphosphate (ATP) menjadi Cyclic Monophosphate (cAMP) selaku second messenger. Mekanisme ini melewati serangkaian proses biokimia dan terjadi di sitoplasma sel. Selanjutnya, cAMP merangsang serentetan reaksi yang mengaktifkan enzim-enzim yang memproduksi hormon steroid sehingga menghasilkan produksi estradiol dan progesteron, sebagai contoh jika LH berikatan dengan reseptor progesterone di membran sel granulosa dalam CL, maka yang dihasilkan adalah progesterone. Jika telah terjadi produksi steroid, disekresikan dalam sirkulasi darah (Anonim, 2010).
Mekanisme kerja hormon intraseluler yang selanjutnya adalah mekanisme kerja intraseluler untuk hormon steroid itu sendiri (estradiol atau progesterone) yang bekerja pada sel sasaran. Mekanisme ini tidak melibatkan reseptor membran atau system second messenger. Hormon steroid melintasi membran sel dan berikatan dengan suatu reseptor protein dalam sitoplasma. Ikatan protein-reseptor kompleks bertranslokasi ke nucleus, yang selanjutnya merangsang sintesis mRNA melalui suatu mekanisme tertentu, kemudian mRNA bertranslokasi ke sitoplasma, dimana terjadi sintesis protein spesifik yang baru. Protein baru ini bertanggungjawab terhadap aktivitas biologis suatu hormon steroid pada jaringan sasaran (Yudhie, 2010)
Ketika anjing betina telah mengalami fase metestrus, CL yang terbentuk menjalankan fungsinya melalui progesteron yang terkandung di dalamnya. Selain berfungsi untuk memproduksi progesteron yang akan menjaga kebuntingan, corpus luteum juga akan memproduksi suatu inhibin, hormon yang akan menstimulasi kelanjar pituitary untuk mengurangi produksi FSH dan LH. Inhibin yang dikeluarkan dalam jumlah yang cukup, akan mengakhiri periode kawin. Progesteron merupakan feed back negative untuk Hipotalamus dan Hipofisis anterior sehingga Estrogen mengalami penurunan. Corpus luteum (CL) anjing tidak mengalami luteolisis. CL yang terbentuk sekitar 30 hari kemudian akan mengalami atropi (kurang begitu jelas mekanismenya) sehingga Progesteron mengalami penurunan. Atropi CL membutuhkan waktu lama yaitu sekitar 155 hari. Kondisi Estrogen dan Progesteron yang rendah menyebabkan tidak adanya mekanisme hormonal yang berakibat tidak adanya tingkah laku kawin pada anjing.
Agoni dopamine (cabergolline, bromocriptine) dapat digunakan untuk memperpendek anestrus baik pada betina normal maupun pada betina dengan ansetrus kedua yang tidak diketahui penyebabnya. Mekanismenya adalah agonis dopamine mempengaruhi proestrus dengan mempengaruhi penurunan level prolaktin secara langsung ataupun aksi dopaminergik secara langsung baik pada axis gonadotropik atau reseptor gonadotropin di ovarium dan dengan pemberian dopamin agonis yang lain dapat meningkatkan konsentrasi FSH dan LH (Beijerink, et al., 2004). Akhir fase anestrus ditandai dengan adanya sirkulasi estrogen. Sirkulasi estrogen berkaitan dengan adanya RNA messenger (mRNA). Dalam siklus normal, selama fase anestrus level Reseptor Estrogen (RE) mRNA yang ada di hipotalamus berangsur-angsur akan menurun karena ketidakhadiran estrogen, sebagai feedback positif hipotalamus. Dengan pemberian preparat hormon estradiol benzoate ternyata regulasi dari ekspresi RE mRNA dapat ditingkatkan (Yuda dkk, 2010)
II. 9  Anestrus Yang Diperpanjang Pada Anjing Betina
Abnormalitas siklus estrus dapat menyebabkan infertilitas. Penyebab anestrus yang diperpanjang dapat congenital maupun perolehan. Anjing ras besar memperoleh estrus pertama pada usia > 2 tahun dan beberapa ras ataupun individu hanya 1 kali estrus sepanjang tahun. Bentuk congenital dari anestrus disebabkan oleh menurunnya fungsi pituitary hipotalalmus axis ataupun dysgenesis ovarium. Diagnosa anestrus congenital berdasarkan usia hewan dan kesimpulan dari semua kemungkinan penyebab (termasuk defek kromosomal, gangguan endrocin dan adanya oovorectomi). Anestrus perolehan dapat disebabkan ovariektomi, pengobatan hormon eksogenus (termasuk glukokortikoid), hipotiroidismus ataupun penyakit ovarium (sista atau neoplasia). Diagnosa berdasarkan sejarah, pemeriksaan fisik, evaluasi biokimia, USH dan laparotomi. Anjing betina menunjukkan perpanjangan interval interestrus baik pada fase anestrus maupun diestrus. Ansetrus yang diperpanjang muncul ketika tidak ada aktivitas pada ovarium selama lebih dari 16 hingga 20 bulan pada anjing betina yang memiliki siklus estrus yang berikutnya. Kegagalan siklus harus dibedakan dengan silent heat ( siklus normal namun tidak terdeteksi oleh pemilik)(Yudhie, 2010).
Anjing betina yang dievaluasi dari interval yang diperpanjang dianatara siklus estrus berada dibawah pengaruh dari tingginya konsentrasi progesterone (. 2 – 5 ng/mL). ketika level progesterone meningkat lebih dari 9 -10 minggu, diestrus yang diperpanjang mungkin akan terjadi. Gejala klinis tidak dapat dibedakan, namun jumlah sitologi vagina, level serum progesterone dan penampakan USG dari ovarium dan uterus dapat digunakan secara nyata untuk diagnosa.
Seekor anjing yang belum pernah mengalami estrus sampai usia 18 bulan dipertimbangkan mengalami anestrus primer. Salah satu penyebab utamanya adalah hermaprodit ataupun pseudohermaprodit (memiliki gonad jantan dan alat kelamin eksternal betina). Anjing betina memiliki kariotipe 78,X0; 79,XXX; 79,XXY; atau 78,XX/78,XY. Diagnosa abnormalitas seksual dengan cara inspeksi visual dari abnormalitas alat kelamin eksternal, histopatologi dari jaringan gonad, pengukuran konsentrasi serum gonadotropin dan taksiran kariotipe (Eva, 1986).
Jika seekor anjing betina telah mengalami siklus estrus, dengan interval antar estrus lebih dari 12 bulan ataupun dua kali lebih lama dari biasanya, maka dipertimbangkan anjing betina ini mengalami perpanjangan interval antar estrus. Salah satu penyebabnya adalah hipotiroidismus. Hipotiroidismus mengawali perpanjangan ataupun perpendekkan masa proestrus atau gejala silent heat. Hipotiroidismus diikuti gejala infertile, perpanjangan waktu antar siklus, kegagalan memasuki siklus, perpanjangan perdarahan estrus. Tipe infertile seperti ini seringkali diikuti gejala letargi, berat badan yang naik artau turun, kehilangan banyak rambut. Penanganan hipotiroidismus yaitu dengan test T4 dalam darah untuk mengetahui level tiroid, kemudian dapat ditangani lebih lanjut (Eva, 1986),.
Anestrus juga dapat dipicu oleh pemberian obat glukokortikosteroid ataupun progestagens. Pada hiperadenocortison spontan, anestrus disebabkan oleh penurunan level sirkulasi hormone gonadotropik. Seiring dengan bertambahnya usia anjing betina, durasi dan frekuensi siklus estrus akan menjadi tidak beraturan dan interval antar estrus akan diperpanjang setelah usia anjing lebih dari 8 tahun (Yudhie, 2010)).
II. 10 Cara Pencegahan dan Pengobatan Anestrus
            Menurut Anonim (2010), pencegahan dan pengobatan anestrus yaitu sebagai berikut:
·      Penangan dan terapi anestrus:
1.    Perbaikan manajemen pakan
2.    Pemberian obat-obatan berupa antibiotok dan anthelmetik pada penyakit yang disebabkan oleh cacing dan virus.
3.     Pada kasus corpus luteum persisten, sista luteum, dan sista corpora luteum dapat diobati dengan menggunakan PGF2α.
4.    Penggunaan estradiol sintetik pada kasus silent heat dan subestrus.
5.    Pemberian LH sintetik pada kasus sista ovari.
6.      Pada kasus kematian fetus, dapat dipacu dengan oksitosin untuk memacu kontraksi myometrium untuk pengeluaran fetus.
·      Pencegahan
Manajemen pakan
Faktor manajemen sangat erat hubungannya dengan factor pakan/nutrisi. Jika tubuh kekurangan nutrisi terutama untuk jangka waktu yang lama maka akan mempengaruhi fungsi reproduksi, efisiensi reproduksi menjadi rendah dan akhirnya produktivitasnya rendah. Kekurangan nutrisi akan mempengaruhi fungsi hipofisis anterior sehingga produksi dan sekresihormone FSH dan LH rendah (karene tidak cukupnya ATP), akibatnya ovarium tidak berkembang (hipofungsi). Pengaruh lainnya pada saat ovulasi, transport sperma, fertilisasi, pembelahan sel, perkembangan embrio dan fetus. Kekurangan nutrisi yang terjadi pada masa pubertas sampai beranak pertama maka kemungkinannya adalah: birahi tenang, defek ovulatory (kelainan ovulasi), gagal konsepsi, kematian embrio/fetus. Nutrisi yang sangat menunjang untuk saluran reproduksi diantaranya: protein, vitamin A, mineral/vitamin (P, kopper, kobalt, manganese, lodine, selenium). Selain nutrisi tersebut diatas, yang perlu diperhatikan adalah adanya ransum yang harus dihindari selama masa kebuntingan karena dapat menyebabkan obortus (keguguran), diantaranya: racun daun cemara, nitrat, ergotamine, napthalen, khlor, dan arsenik.
Managemen pemeliharaan
§  Penyuluhan yang baik kepada pemilik anjing tentang cara pengamatan birahi
§   Pengamatan yang lebih sering dan teliti dapat mengurangi anestrus.
§  Untuk Silent heat dan subestrus pada hewan jantan dapat dipasangi Chin Ball Mating Device
§  Pencatatan yang baik waktu birahi
§  Pemeriksaan rektal berulang









BAB III
KESIMPULAN

·      Permulaan anestrus tidak dapat diketahui pada anjing betina yang tidak bunting, yang mana tidak terlihat jelas batasan antara metestrus dan anestrus dan kontrol fisiologi untuk mengakhiri fase anestrus juga tidak diketahui dengan pasti.
·      Faktor yang mempengaruhi terjadinya anestrus yaitu umur, kebuntingan, laktasi, pakan, musim, lingkungan, patologi ovarium dan uterus, serta  penyakit kronis
·      Dampak anestrus yaitu tidak menunjukkan gejala birahi dalam waktu yang lama setelah melahirkan.
·      Keadaan anestrus dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu True anestrus (anestrus normal, anestrus karena gangguan hormone, anestrus karena kekurangan nutrisi dan anestrus karena genetik
·      Selama anestrus tidak terjadi tingkah laku kawin karena pada fase ini level Reseptor Estrogen (RE) mRNA yang ada di hipotalamus berangsur-angsur akan menurun karena tidak adanya stimulasi kehadiran estrogen.
·       Mekanisme hormonal yang mengakhiri anestrus adalah turunnya sekeresi prolaktin serta hilangnya sekresi progesteron menyebabkan kurang mampu memberikan feedback negatif terhadap pituitari anterior, akibatnya estrogen akan dilepaskan, sehingga dimulailah fase folikulogenesis.
·      Agoni dopamine (cabergolline, bromocriptine) dan preparat hormon estradiol benzoate dapat memperpendek masa anestrus.
·      Seekor anjing yang tidak mengalami estrus sampai usia 18 bulan dianggap mengalami anestrus primer, sedangkan ansetrus yang diperpanjang muncul ketika tidak ada aktivitas pada ovarium selama lebih dari 16 hingga 20 bulan pada anjing betina yang telah memiliki siklus estrus. Anestrus yang diperpanjang disebabkan 2 hal: perolehan dan kongenital.
·      Cara pencegahan dan pengobatan jika anjing betina terjadi anestrus yaitu dengan memperbaiki manajemen pakan dan memberikan obat seperti obat antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Macam Gangguan Reproduksi dan Penanggulangannya, (Online), http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/12/20/macam-gangguan reproduksi-dan-penanggulangannya/, diakses 22 Maret 2012.
Anonim. 2010. Anestrus, (Online). http://heyfifihindhis.blogspot.com/2012/02/blok-15-up-6-anestrus-.html, diakses 22 Maret 2012.
Anonim, 2009. Dog, (Online). http://en.wikipedia.org/wiki/Canis, diakses 24 Maret 2012
Anonim. 2010. Anestrus Anjing, (Online). http://heyfifi.blogspot.com/2012/02/blok-15-up-6-anestrus-.html, diakses 22 Maret 2012.
Dewi, Putri Yuliani. 2001. Kasus-Kasus Gawat Darurat Reproduksi Anjing Betina. Studi Kasus: Pada Praktek Dokter Hewan Bersama 24 Jam drh. Cucu K. Sajuthi dkk Jakarta. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan-IPB.
Dihan. 2011. Anestrus, (Online), http://healthupyourlife.blogspot,com/2011/08/ anestrus.html, diakses 23 Maret 2012.
Harlina, Eva. 1986. Pola Reproduksi Anjing. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan-IPB.
Luqman, Epi Muhammad.2011. Anatomi Reproduksi Kucing dan Anjing, (Online). http://epyfkh.blog.unair.ac.id/category/anatomi-reproduksi-kucing-dan-anjing/, diakses 22 Maret 2012
Mustofa, 2010. Reproduksi Anjing, (Online). http://tofadjulaeni. blogspot. Com /2010 /01/reproduksi-anjing.html, diakses 23 Maret 2012.
Ratnawati, Dian, dkk. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Sujono, 2010. Pencegahan dan Pengobatan Anestrus, (Online). http://sujono.staff. umm.ac.id/files/2010/02/Kulh--3.ppt, diakses 21 Maret 2012.
Yuda, H.B., Amelia, H., Tri, W.P., Pradtyo, Y.W., dan Claude, M.A. 2010. Pemasakan Oosit Anjing (canis familiaris) Pada Stadium Anestrus dan diestrus Pada Media Maturasi yang Diperkaya Cairan Folikel Sapi 10% dengan Penambahan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteotropic Hormone (LH). J Sain Vet Jurnal. Vol. 28. No. 1.
Yudhie. 2010. Siklus Estrus, (Online), http://yudhiestar.blogspot.com/2010/05/siklus-estrus-pada-anjing-dan-kucing.html, diakses 23 Maret 2012.
Yudhie. 2010. Anestrus pada Anjing, (Online), http://yudhiestar.blogspot. Com /2010 /05/anestrus-pada-anjing.html, diakses 21 Maret 2012.










Copyright 2009 Assalamualaikum Penikmat BIRU..!!!. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy