PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Anjing (Canis lupus
familiaris) adalah mamalia karnivora
yang telah mengalami domestikasi
dari serigala
sejak 15.000 tahun yang lalu atau mungkin sudah sejak 100.000 tahun yang lalu berdasarkan
bukti genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA. Penelitian lain mengungkap sejarah
domestikasi anjing yang belum begitu lama (Devi, 2009).
Pubertas atau siklus estrus pertama pada anjing betina
dicapai paling awal pada usia 6 bulan pada anjing ras dengan ukuran tubuh
kecil, dan paling lama pada usia 2 tahun pada anjing ras dengan ukuran tubuh
yang lebih besar. Siklus estrus anjing terdiri dari proestrus, estrus,
metestrus dan anestrus. Durasi proestrus rata-rata 9 hari. Durasi estrus adalah
sama dengan pro-estrus, kurang lebih 9 hari (dengan kisaran 4-12 hari) Durasi
metestrus 130-140 (Rata-rata durasi anestrus berlangsung selama 4 hingga 5 bulan
(Yudhie, 2010 ).
Anestrus
merupakan suatu keadaan pada hewan betina yang tidak menunjukkan gejala estrus
dalam jangka waktu yang lama. Tidak adanya gejala estrus tersebut dapat
disebabkan oleh tidak adanya aktivitas ovaria atau akibat aktivitas ovaria yang
tidak teramati. Anestrus sering merupakan penyebab infertilitas pada anjing
betina. (Anonim, 2010). Meskipun pada anjing beberapa perubahan hormonal selama fase
anestrus dan awal fase folikuler yang baru telah diketahui, namun mekanisme
kontrol yang pasti dari transisi anestrus ke fase folikuler masih belum dapat
dijelaskan (Yudhie, 2010).
Bagi beberapa pemilik anjing terutama
kennel, durasi anestrus yang lama ini dianggap sebagai suatu kendala dalam
mengawinkan anjing. Oleh karena itu, banyak peternak yang menginginkan agar
durasi ini bisa lebih pendek tanpa merubah fisiologis reproduksi normal.
Selain dikarenakan fisiologis normal,
anestrus juga dapat terjadi dikarenakan adanya gangguan reproduksi. Seekor
anjing yang tidak mengalami estrus sampai usia 18 bulan dianggap mengalami
anestrus primer, sedangkan ansetrus yang diperpanjang muncul ketika
tidak ada aktivitas pada ovarium selama lebih dari 16 hingga 20 bulan pada
anjing betina yang telah memiliki siklus estrus ( Yudhie, 2010).
Hal inilah yang menjadi latar belakang
penulis mengangkat judul makalah ”Anestrus pada Anjing Betina”.
I.2 Rumusan
Masalah
Gangguan reproduksi anestrus pada anjing betina sudah sering
terjadi di kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu dalam makalah ini akan membahas mengenai beberapa masalah, yakni:
1.
Mengapa
gangguan anestrus bisa terjadi pada anjing betina?
2.
Bagaimana
mencegah terjadinya anestrus pada anjing betina?
3.
Apa akibat yang ditimbulkan jika terjadi anestrus
pada anjing betina ?
4.
Bagaimana mekanisme hormonal selama anestrus?
I.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui factor yang mempengaruhi
terjadinya anestrus pada anjing betina
2. Mengetahui cara mencegah dan
mengobati anestrus pada anjing betina
3. Mengetahui
mekanisme hormonal selama anestrus
4. Mekanisme
dimulainya dan diakhirinya fase anestrus
5. Cara
memperpendek anestrus tanpa mengganggu fisiologis reproduksi normal
6. Akibat yang ditimbulkan jika tejadi anestrus
pada anjing betina
7. Gangguan
reproduksi yang menyebabkan terjadinya anestrus primer maupun anestrus
diperpanjang.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Anatomi dan Fisiologi
Reproduksi Anjing Betina
A1at kelamin betina secara anatomi dapat dibagi
menjadi tiga bagian besar (Eva, 1986):
(1)
Ovarium, merupakan organ reproduksi primer yang menghasilkan sel-sel kelamin
betina yang biasa disebut Ova atau telur dan hormon-hormon betina
(2)
Saluran-saluran reproduksi yang terbagi menjadi tuba fallopii atau oviduct,
uterus, cervix dan vagina
(3)
Alat kelamin bagian luar, terdiri atas sinus urogenitalis, vulva dan klitoris. Fungsi
organ reproduksi sekunder (saluran-saluran reproduksi dan alat-alat ke1amin bagian
luar) adalah menerima dan rnenyalurkan sel-sel kelarnin jantan dan betina;
menyediakan lingkungan, memberi makan dan melahirkan individu baru yang
terbentuk
Selain itu masih ada kelenjar susu yang dapat
dianggap sebagai alat kelamin pelengkap karena sangat erat berhubungan dengan
proses-proses reproduksi dan sangat penting fungsinya dalam pemberian makanan
bagi individu yang baru lahir (Anonim, 2010).
Anatomi dan fisiologi alat kelamin betina menurut
Eva (1986) adalah sebagai berikut:
1.
Ovarium
Berbeda dengan testes,
ovarium terletak di dalam ruang abdomen, jumlahnya sepasang dan digantung oleh
mesovarium. Mempunyai fungsi ganda yaitu.sebagai alat eksokrin yang
menghasilkan ovum atau sel telur dan sebagai alat endokrin yang mensekresikan hormon
kelamin betina yaitu estrogen dan progesteron. Ovarium anjing berbentuk oval
dan pipih, berukuran lebih kurang dua sentimeter dan bergantung pada fase
sikIus berahi. Berat ovarium anjing berkisar antara satu sampai delapan gram.(Anonim,
2010).
Ovarium anjing yang baru 1ahir diperkirakan
mengandung 700.000 buah oocyt. Kemudian jum1ah ini menurun menjadi 250.000 pada
saat pubertas, 33.000 pada usia lima tahun dan hanya 500 buah pada anjing yang
berusia 10 tahun. Hal ini disebabkan oleh kegagalan fo1ike1 menjadi matang, tidak.
berovu1asi dan ma1ah berdegenerasi. Jum1ah folike1 de Graaf yang terbentuk pada
satu sik1us berahi tergantung pada hereditas dan faktor-faktor 1ingkungan. Pada
anjing 3-15 fo1ike1 de Graaf matang pada setiap estrus (Epi Muhammad, 2011).
Segera
setelah ovu1asi rongga fo1ikel diisi oleh darah dan limfe membentuk corpus
haemorrhagicum, dan untuk kemudian berubah menjadi corpus 1uteum. Corpus 1uteum
anjing mempunyai bentuk agak membulat dengan diameter dua sampai lima mi1imeter.
Jika terjadi fertilisasi, corpus luteum ini akan terus berfungsi untuk mempertahankan
kebuntingan. Sedangkan jika ferti1isasi tidak terjadi, corpus luteum tetap akan
berfungsi sampai akhir masa estrus (Anonim, 2010).
2. Tuba Fallopii
Tuba fallopii atau oviduct merupakan saluran kelamin
yang paling anterior; mempunyai hubungan anatomik yang intim dengan ovarium dan
menggantung pada mesosalpinx. Terbagi atas infudibulum dengan fimbriaenya,
ampula dan isthmus. Ovum yang dihasilkan dari proses ovulasi akan disapuke
dalam ujung fimbriae. Kapasitasi, fertilisasi dan pembelahan embrio terjadi di
dalam tuba fallopii ini. Pengangkutan sperma ke tempat fertilisasi dan
pengangkutan ovum ke uterus untuk perkembangan selanjutnya diatur oleh kerja
silier dari kontraksikontraksi muskuler yang dikoordinir oleh hormon-hormon ovarial,
estrogen dan progesterone (Yudhie, 2010).
3.
Uterus
Uterus adalah suatu saluran muskuler yang diperlukan
untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi, nutrisi dan perlindungan foetus. Selain
itu juga berfungsi pada stadium permulaan ekspulsi foetus pada waktu kelahiran.
Uterus terdiri dari cornua, corpus dan cervix uteri. Anjing mempunyai uterus
yang tergolong dalam tipe bicornua subsepticus atau bipartitus, dengan cornua
yang cukup panjang 10-14 cm dan corpus 1.4-2 cm. Cornua yang panjang ini
merupakan penyesuaian anatomik dengan produksi anak yang banyak. Cervix uteri
adalah urat daging spincter yang terletak dian tara uterus dan vagina dengan
panjang sekitar 1.5-2 cm, dan pada anjing mempunyai bentuk lumen yang tidak
teratur. Fungsi utama cervix adalah sebagai penutup lumen uterus, sehingga mengurangi
kesempatan masuknya jasad renik.
Tipe uterus anjing adalah duplex, yang terdiri dari dua
kornu uteri masing-masing dengan saluran vagina. Ukuran dan berat dari uterus
meningkat sewaktu anjing menginjak dewasa dan memasuki proestrus dan estrus,
mencapai ukuran maksimal selama awal metestrus. Kemudian menurun sewaktu
mulainya anestrus, meskipun tidak kembali ke ukuran anjing dewasa. Ketebalan
dan lebar mencapai maksimal 7 – 9 minggu sesudah mulainya estrus (Yudhie,
2010).
4. Tuba Uterina
Tuba uterina panjangnya 4 – 10 cm dan
diameternya 1 – 2 mm, tampak seperti saluran yang terbuka pada akhir ovarium
dan diameternya mengecil ke arah uterus. Kornu uteri berbentuk elips pada
potongan melintang, panjang dan menyempit dan bergabung di kaudal membentuk
korpus uteri (Anonim, 2010).
5.
Vagina, Serviks, dan
Vulva
Vagina adalah organ kelamin betina dengan struktur
selubung muskuler yang terdiri dari bagian vestibulum dan portio vaginalis.
Bagian vestibulum yaitu bagian yang berhubungan dengan vulva (vagina anterior)
yang panjangnya 5-10 cm. Sedangkan bagian portio vaginalis cervicis yaitu
bagian yang berhubungan dengan cervix. Diantara kedua bagian ini terdapat
selaput tipis yang disebut hymen, yang karena tipisnya akan robek dan hilang
sewaktu hewan mencapai umur dewasa (Eva, 1986). Pada hewan betina normal dan
tidak bunting, epitel mukosa vagina secara periodik berubah atas pengaruh
hormone yang disekresikan ovarium. Sehingga pada anjing, perubahan histologis
epitel vagina sangat baik untuk menentukan periode siklus reproduksi (Eva, 1986).
Alat kelamin bagian luar terbagi atas vestibulum, vulva dan klitoris.
Vestibulum memiliki beberapa otot sirkuler atau seperti spinkter yang menutupi
saluran kelamin terhadap dunia luar. Sewaktu kopulasi terjadi, otot-otot pada
vestibulum ini berkontraksi, dan ini merupakan salah satu unsur untuk
terjadinya proses terkait pada anjing.
Servik berbentuk oval memisahkan uterus
dan vagina. Vagina memanjang dari servik ke selaput dara (hymen) dan
vestibula memanjang ke vulva. Ciri utama dari servik adalah tidak dapat
dijangkau lewat vagina karena vaginanya yang sangat panjang. Pada anjing yang
tidak estrus dan belum pernah bunting, saluran servik bagian kaudal membuka ke
arah bawah, ke arah dinding kranial vagina. Servik tetap
tertutup pada anjing normal kecuali selama siklus estrus dan parturisi.
Vagina anjing sangat panjang, diukur
berdasarkan panjang total dari vulva ke servik, termasuk vestibula. Pada anjing dengan berat 12 kg
panjangnya mencapai 10 – 14 cm. Vestibula dan vagina meningkat lebarnya selama
siklus estrus,dan saluran genital menjadi tegang dan bengkak. Pada fase
proestrus dan anestrus servik dan vagina membesar, menebal dan oedematus, dan
ketebalan myometrium meningkat. Pada fase anestrus servik dan vagina dalam
keadaan pasif.
Pada anak anjing, vulva adalah organ
yang relatif kecil yang dihiasi oleh berkas rambut sampai mendekati pubertas.
Mulai membesar selama periode prepubertal (4 -8 bulan) dan setelah memasuki
estrus pertama bentuk sudah sama seperti dewasa.
II.2 Anestrus
Anestrus adalah suatu keadaan pada hewan betina yang tidak
menunjukkan gejala birahi secara klinis dalam waktu lama.
Anestrus menurut (Dihan, 2011)
kondisinya terbagi menjadi dua, yaitu:
A. Anestrus
normal
Anestrus dikatakan normal jika pada alat reproduksi tidak
terjadi kelainan sehingga proses reproduksi tidak terganggu, meliputi:
1. Anestrus prapubertas.
Keadaan
dimana hewan betina yang masih dara gagal memperlihatkan gejala birahi pertama
pada umur sekitar 6 – 13 bulan. Hewan betina yang masih dara akan menunjukkan
birahi pertama bila berat badannya telah mencapai 2/3 dari berat badan dewasa
serta didukungdengan pemberian pakan yang cukup dan berkualitas baik.
2. Anestrus umur tua.
2. Anestrus umur tua.
Anestrus pada hewan yang sudah tua terjadi karena fungsi
endokrin dari kelenjar hipofisa anterior dan ovarium sudah mengalami penurunan
dan sudah tidak berfungsi secara baik.
3.
Anestrus pada periode laktasi.
Pada periode laktasi atau menyusui kadar hormon prolaktin
tinggi dalam darah dan menyebabkan terjadinya korpus luteum persisten disertai
gejala anestrus.
4. Anestrus diluar musim kawin.
4. Anestrus diluar musim kawin.
Pada hewan betina yang dipelihara di negara dengan empat
musim, birahi hanya muncul pada musim kawin yaitu musim dimana penyediaan pakan
dan suhu udara serasi untuk terjadinya proses reproduksi.
5.
Anestrus pada periode kebuntingan.
Kondisi anestrus diperlukan untuk menjaga kelangsungan
kebuntingan sampai saat proses proses kelahiran.
6.
Anestrus pasca kelahiran.
Anestrus berlangsung antara 30 - 35 hari pasca melahirkan
karena pada periode ini uterus mengalami involusi yaitu uterus kembali menjadi
normal setelah mengalami kebuntingan dankelahiran sebelumnya.
B. Anestrus
abnormal
Anestrus yang disertai dengan adanya abnormalitas pada salah
satu alat kelamin betina dan terjadi gangguan proses reproduksi, meliputi:
1.
Anestrus akibat adanya patologi uterus.
Radang uterus, tumor uterus, abses dinding uterus dan
gangguan lain pada uterus menyebabkan adanya korpus luteum persisten sehingga
kadar hormon progesteron tinggi dalam darah, hal ini menyebabkan hambatan
terhadap sekresi hormon gonadotropin yang disertai folikel tidak berkembang
pada ovarium.
2.
Anestrus karena penyakit kelamin menular.
Berkaitan dengan adanya korpus luteum persisten sehingga
kadar hormon progesteron tinggi dalam darah dan berlanjut pada kondisi
anestrus.
3.
Anestrus karena adanya ketidakseimbangan hormon reproduksi.
Anestrus selalu terjadi pada kekurangan hormon gonadotropin.
Adanya kista luteal pada ovarium juga selalu disertai kondisi anestrus.
4.
Anestrus karena kurang pakan.
Pakan dengan kualitas dan kuantitas yang rendah dapat
menyebabkan penurunan fungsi kelenjar endokrin termasuk kelenjar hipofisa dan
ovarium. Keadaan ini menyebabkan hipofungsi ovarium yang selalu diikuti gejala
anestrus.
III.3
Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Anestrus
Menurut (Dihan, 2011) Faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya anestrus:
1. Umur.
Anestrus pada hewan betina yang masih muda disebabkan poros hypothalamus-hipofisa-anterior
belum berfungsi secara baik, kelenjar hipofisa anterior belum cukup mampu
menghasilkan hormon gonadotropin sehingga ovarium juga belum mampu menghasilkan
hormon estrogen sebagai akibat belum terjadi pertumbuhan folikel yang sempurna.
Anestrus pada hewan betina yang telah berumur tua, poros
hypothalamus-hipofisa-anterior telah mengalami perubahan dan penurunan fungsi
sehingga mendorong berkurangnya sekresi hormon gonadotropin disertai dengan
penurunan respon overium terhadap hormon gonadotropin tersebut.
2. Kebuntingan.
2. Kebuntingan.
Hewan yang sedang bunting, pada ovarium terdapat korpus
luteum graviditatum yang mampu menghasilkan hormon progesteron yang berperan
menjaga kebuntingan dalam jumlah besar. Hormon progesteron menghambat kerja
kelenjar hipofisa anterior karena adanya mekanisme umpan balik negatif dan
disertai sekresi hormon gonadotropin yang menurun sehingga tidak mendorong
pertumbuhan folikel baru pada ovarium ( karena tidak ada hormon estrogen yang
dapat disekresi ). Keadaan ini yang menyebabkan birahi tidak timbul dan selalu
dalam keadaan anestrus.
3. Laktasi.
3. Laktasi.
Kadar hormon LTH atau prolaktin yang tinggi dalam darah pada
hewan yang sedang laktasidapat mendorong terbentuknya korpus luteum persisten (
kelanjutan dari korpus luteum graviditatum yang ada pada waktu bunting ). Hal
ini berkaitan dengan kadar progesteron dalam darah meningkat tajam sebagai
mekanisme umpan balik negatif pada kelenjar hipofisa anterior dan menghambat
sekresi hormon gonadotropin. Keadaan ini menyebabkan folikel baru tidak tumbuh
dan tidak ada sekresi estrogen sehingga terjadi anestrus.
4.
Pakan.
Ransum pakan kualitas dan kuantitas rendah seperti
kekurangan lemak dan karbohidrat dapat mempengaruhi aktivitas ovarium sehingga
menekan pertumbuhan folikel dan mendorong timbulnya anestrus, kekurangan
protein mendorong terjadinya hipofungsi ovarium disertai anestrus.
5.
Musim.
Pada musim panas kualitas hijauan pakan menjadi sangat
menurun sehingga banyak dijumpai kasus anestrus akibat kekurangan asupan
nutrisi. Musim dingin yang ekstrem juga mendorong terjadinya anestrus. Anestrus
musiman banyak terjadi pada ternak kuda dan domba.
6.
Lingkungan.
Lingkungan yang kurang serasi, kandang yang sempit , kurang
ventilasi dapat menimbulkan stres yang memicu kondisi anestrus.
7.
Patologi ovarium dan uterus.
Adanya kelainan pada uterus menyebabkan sekresi
prostaglandin turun, akibatnya korpusluteum tetap ada pada ovarium sehingga
terbentuk korpus luteum persisten yang memicu peningkatan kadar progesterone
dalam darah disertai penurunan sekresi hormon gonadotropin. Kondisi ini
menimbulkan perkembangan folikel baru dan kadar estrogen meningkat dalam darah
sehingga menyebabkan muncul kasus anestrus.
8.
Penyakit kronis.
Penyakit secara umum menyebabkan penurunan berat badan
sebagai pemicu anestrus akibat kekurangan asupan nutrisi. Penyakit cacingan
pada saluran pencernaan yang bersifat kronis sering disertai anestrus dalam
jangka panjang.
II. 4 Penyebab Anestrus
Anestrus merupakan suatu keadaan pada hewan betina yang
tidak menunjukkan gejala estrus dalam jangka waktu yang lama. Tidak adanya
gejala estrus tersebut dapat disebabkan oleh tidak adanya aktivitas ovaria atau
akibat aktifitas ovaria yang tidak teramati. (Anonim, 2010)
Keadaan anestrus dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya
yaitu (Anonim, 2010) :
a. True
anestrus (anestrus normal)
Abnormalitas ini ditandai dengan tidak adanya
aktivitas siklik dari ovaria, penyebabnya karena tidak cukupnya produksi gonadotropin
atau karena ovaria tidak respon terhadap hormone gonadotropin.
b. Anestrus karena gangguan hormon
Biasanya terjadi karena tingginya kadar progesterone
(hormon kebuntingan) dalam darah atau akibat kekurangan hormon gonadotropin.
c. Anestrus karena kekurangan nutrisi
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan gagalnya
produksi dan pelepasan hormon gonadotropin, terutama FSH dan LH, akibatnya
ovarium tidak aktif.
d. Anestrus karena genetik
Anestrus karena faktor genetik yang sering terjadi
adalah hipoplasia ovarium dan agenesis ovaria. Penanganan dengan
perbaikan pakan sehingga skor kondisi tubuh (SKT) meningkat, merangsang
aktivitas ovaria dengan cara pemberian (eCG 3000-4500 IU; GnRH 0,5 mg;
PRID/CIDR dan estrogen).
II.5. Dampak Anestrus
Adapun
dampak anestrus menurut Sujono (2010) yaitu sebagai berikut:
•
Tidak menunjukkan gejala birahi dalam
waktu yang lama setelah melahirkan
•
Ovarium tidak pernah menghasilkan ovum.
•
Beberapa faktor : Laktasi yang berat
atau pedet yang dibiarkan menyusu pada induk, pakan defisiensi misalnya
kekurangan mineral P atau vitamin E atau terjadinya gangguan/ kelinan organ
reproduksi
•
Kelainan organ reproduksi yang dapat
menyebabkan terjadinya anestrus diantaranya; involusi uteri terlambat, radang
uteri, retensi plasenta, hidrop amnion atau alantois.
•
Birahi tenang dan birahi pendek (sub
uterus)
•
Birahi tenang adalah induk sapi yang
tidak memperlihatkan gejala birahi, tetapi pada ovarium terjadi ovulasi
•
Birahi pendek adalah induk sapi yang
birahinya berjalan sangat cepat (2-3 jam) disertai ovulasi. Kedua keadaan ini
disebabkan oleh karena korpus luteum dari ovulasi pertama menghasilkan sedikit
progresteron, sehingga ovarium kurang respontif terhadap LH.
II.6
Endrokinologi
Berbagai faktor dapat mempengaruhi
permulaan pubertas. Anjing yang hidup bebas dan anjing domestik yang dapat
berkelana dengan bebas secara seksual lebih awal mencapai pubertas daripada
anjing yang di kennel. Perbedaan dalam pertumbuhan tidak terjadi pada
anjing, tetapi interval diantara estrus secara gradual diperpanjang dengan
meningkatnya umur. Anjing tua yang masih estrus, fertilitasnya mungkin tidak
terkena efek yang serius, dan siklus estrus telah dilaporkan berlanjut secara
teratur hingga umur 20 tahun (Yudhie, 2010).
Pubertas dicapai paling awal pada usia
6 bulan pada anjing ras dengan ukuran tubuh kecil, dan paling lama pada usia 2
tahun pada anjing ras dengan ukuran tubuh yang lebih besar. Rata-rata dapat
diperkirakan siklus estrus pertama kali muncul antara umur 6 hingga 12 bulan.
Pada umumnya, anjing yang lebih tua mempunyai siklus estrus yang lebih tidak
teratur daripada anjing yang lebih muda). umur ideal anjing betina kawin antara
2-6 tahun. Kawin pertama direkomendasikan saat estrus kedua atau ketiga,
sesudah pemilik mengetahui, paling tidak satu kali siklus ovarium normal.
Menurut Yudhie (2010), tiga grup
hormone utama yang mengontrol siklus reproduksi adalah hormon releasing,
hormone gonadotropin dan hormone steroid. Hormone releasing asli dari
hipotalamus dan mengontrol sintesis dan membebaskan hormone gonadotropin dari
bagian anterior dari glandula pituitary. Hormone gonadotropin terdiri dari
Follicle stimulating hormone (FSH), luteinizaing hormone (LH), dan prolaktin
(PRL) mengontrol pemasakan sel germinal dan memproduksi hormone – hormone
steroid; estrogen dan progesterone pada hewan begtina, testosterone pada hewan
jantan (tabel 1)
Tabel 1. Hormon – hormon hipotalamus dan hipofise yang
terlibat dalam siklus reproduksi betina
Sumber
|
Hormon
|
Fungsi
utama
|
Hipotalamus
|
Gonadotropine releasing hormone
(GnRH)
|
Pembebasan LH dan FSH
|
Thyrotropin releasing hormon (TRH)
|
Pembebasan thyrotropin hormone
(TSH)
|
|
Prolaktin releasing factor (PRF)
|
Pembebasan prolaktin (PRL)
|
|
Prolaktin inhibiting factor (PIF)
|
Menghambat pembebasan PRL
|
|
Glandula pituitary
|
LH
|
Ovulasi
|
Pembentukan
korpus luteum
Sekresi
progesterone
Sekresi
estrogen
|
||
FSH
|
Pertumbuhan folikel
|
|
PRL
|
Sekresi progesterone
Laktasi
|
|
Oksitosin
|
Parturi,
kontraksi otot uterus
Pengeluaran
air susu
Transportasi ova
|
Menurut Yudhie (2010), hormon LH yang dihasilkan oleh
glandula pituitary anterior akan bekerja pada ovarium. Sel –sel pada ovarium
pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk mensintesa hormone. Sel granulose mampu
menghasilkan hormone steroid. Mungkin hormone ini penting untuk menstimulir
pertumbuhan selanjutnya dari folikel dan produksi hormon LH dari kelenjar
hipofisa anterior.
Tiga macam hormon yang dihasilkan oleh
kelenjar ovarium:
1. Estrogen : zat yang menyebabkan birahi pada hewan betina,
dan menstimulir pertumbuhan alat kelamin serta menyebabkan pertumbuhan sifat –
sifat kelamin sekunder pada hewan betina.
2. Progestron : hormone yang dihasilkan korpus luteum dan
memmpunyai fungsi yang berhubungan dengan pertumbuhan sel – sel endometrium
sebelum dan selama hewan bunting. Bersama dengan prolaktin menyebabkan
perkembangan system alveolar dari kelenjar mammae tetapi menghambat
perkembangan folikel.
3. Relaksin hormon yang dihasilkan pada akhir masa
kebuntingan menyebabkan relaksasi simphisis pubis. Hormone ini ditemukan pada
ovarium, uterus dan tenunan plasenta.
II. 7 Siklus Estrus
Berbeda dengan hewan besar, anjing
betina secara seksual tetap mau menerima pejantan selama beberapa hari sesudah
ovulasi, sesudah pembentukan dan selama inisiasi fungsi dari corpus luteum, hal
ini mempunyai peranan dalam problem terminologi dalam urutan siklus
estrus seperti pada tabel 2. Menurut terminologi yang asli, siklus estrus
terdiri dari pro-estrus, estrus, metestrus (dibatasi oleh hari terakhir
menerima pejantan dan regresi dari corpus luteum) dan anestrus (Anonim, 2010).
Tabel 2.
Terminologi dari urutan siklus estrus menurut berbagi sumber.
Urutan siklus estrus
|
Referensi
|
||||||
Pro-estrus
|
Estrus
|
Metestrus
|
Anestrus
|
Yudhie (2010)
Yudhie (2010)
|
|||
Pro-estrus
|
Estrus
|
Metestrus
|
Anestrus
|
Yudhie
(2010)
Yudhie (2010)
|
|||
Pro-estrus
|
Estrus
|
Di-estrus
|
Anestrus
|
Yudhie (2010)
|
|||
Pro-estrus
|
Estrus
|
Metestrus
|
Di-estrus
|
Anestrus
|
Yudhie (2010)
|
||
Pro-estrus
|
Estrus
|
Metestrus
|
Bunting atau bunting semu
|
Anestrus
|
Yudhie (2010)
|
||
a b c d
a. Ovulasi
b. Penolakan terhadap pejantan
c. Atropi korpus luteum
d.
Regenerasi selesai
1Durasi metestrus 80-90 hari
2Durasi metestrus 140-155 hari
Proestrus
Proestrus terjadi selama 3 hari – 3
minggu dengan rata rata 9 hari. Selama proestrus anjing betina menjadi atraktif
pada jantan, tetapi belum tertarik untuk dikawini. Muncul leleran vulva dari
uterus yang bersifat serosanguin sampai hemoragi dan vulva terlihat sedikit
membesar.sitologi vagina memperlihatkan bentuk sel yang akan berubah menurut
derajat estrogen, mulai dari sel parabasal kecil, sel intermediet kecil dan
besar, sel intermediet superficial dan akhirnya sel epithelial superficial
(bertanduk). Sel darah merah sering terlihat. Lipatan Mukosa vagina terlihat
edema, pink dan round.
Proestrus berhubungan dengan
pembentukan folikel yang distimulasi oleh hormone – hormone gonadotropin LH dan
FSH, yang disekresikan oleh glandula pituitary anterior dibawah pengaruh
hipotalamus GnRH. Puncak dari estradiol menyebabkan satu atau dua hari
puncak dari konsentrasi LH. Puncak LH diikuti oleh ovulasi.
Level FSH dan LH rendah
sepanjang proestrus, meningkat saat preovulatori. FSh diperlukan untuk
menstimulasi perkembangan folikel dan sekresi estradiol, tetapi sekresi FSH
tidak meningkat seperti yang terlihat pada LH karena folikel menskresikan
‘inhibin’, inhibitor dari sekresi FSH. FSH juga berperan sangat penting dalam
pendewasaan folikel dan menyediakan sel – sel tersebut untuk konversi pada
korpus luteum sesudah ovulasi. Proses ini adalah kunci yang terpenting dalam
siklus anjing betina karena ada peningkatan dalam sekresi progesterone oleh
folikel sebelum ovulasi, yang muncul dan bermain di pusat dalam memacu estrus
dan ovulasi.
Estrogen meningkat dari level anestrus
basal (2-10 pg/mL) menuju level peak (50 – 100 pg/mL) pada akhir
proestrus, progesterone pada level basal (<1 style=""> LH (2-3
ng/mL). Fase folikuler dari siklus ovarium terjadi bersamaan dengan
proestrus dan awal estrus. Perilaku sesuai dengan peningkatan level estrogen
dan penurunan level progesterone. Leleran serosanguinen sampai hemoragi. Edema
vulva mencapai maksimal. Sitologi vagina di dominasi oleh sel superficial, sel
darah merah meningkat. Lipatan mukosa vagina menjadi berkerut saat ovulasi dan
maturasi oosit. OOsit anjing sesudah ovulasi harus mengalami stadium
pendewasaan meiotic terlebih dahulu sebelum fertilisasi, pendewasaan oosit ini
membutuhkan waktu 2 – 3 hari. Level estrogen meningkat setelah LH mencapai
level puncak, dan progesterone meningkat (biasanya 4-10 ng/mL saat ovulasi)
yang menandakan fase luteal dari siklus ovarium.
Estrus
Estrus merupakan tahap berikutnya dari
siklus estrus pada anjing betina. Durasi estrus adalah sama dengan
pro-estrus, kurang lebih 9 hari (dengan kisaran 4-12 hari), tetapi durasi 27
hari atau 30 hari pernah dilaporkan. Periode estrus dibatasi oleh hari pertama
dan hari terakhir penerimaan pejantan. Secara hormonal, estrus dimulai dengan mulai naiknya hormon
progresteron. Ovulasi dan masa subur terjadi pada periode ini (Eva, 1986).
Estrus dapat didefinisikan sebagai
transisi dari tingkah laku menarik (attractive) tetapi tidak mau
menerima pejantan (karakteristik proestrus) ke tingkah laku siap untuk dinaiki
dan mau menerima (lordosis) (Anonim, 2003). Feromon merupakan komponen penting
dalam masa transisi ini. Feromon disekresikan oleh anjing betina di bawah
pengaruh estradiol dan terdeteksi oleh olfaktori anjing atau organ
“vemeronasal”. Feromon diproduksi di ginjal dan saluran reproduksi dan
bercampur dengan urin atau ada di leleran vagina. Bersamaan dengan tanda-tanda
tingkah laku, feromon meningkatkan daya tarik seksual dan menstimulasi
aktifitas reproduksi pejantan. Salah satu feromon betina adalah methyl-p-hydroxybenzoate,
dan jika komponen ini diterapkan ke vulva dari betina anestrus ataupun yang
sudah dikebiri, tetap akan menstimulasi kegairahan. Feromon dapat juga untuk
memacu estrus atau berpengaruh pada sinkronisasi estrus betina, khususnya di
lingkungan kennel. Ini menunjukkan bahwa feromon dapat mempengaruhi
aktivitas pusat GnRH di hipotalamus yang akan menyebabkan peningkatan aktivitas
ovarium (Eva, 1986).
Pusat tingkah laku di otak pada betina
muncul sebagai akibat meningkatnya kadar estradiol. Anjing betina menunjukkan
ketertarikan pada pejantan dan mencoba untuk menarik perhatiannya. Dia memutar
pinggang dan kaki belakang ke arahnya, merendahkan bagian belakang dan
menaikkan bagian pelvis, menunjukkan bagian perineal, menggerakkan ekornya ke
samping dan menonjolkan vulvanya. Oedema vulva tetap ada tetapi leleran vagina
berubah dari merah darah ke bening karena adanya sel superficial terkeratinisasi,
besar, tidak terdapat inti sel (Anonim, 2010).
Waktu terbaik untuk mengawinkan anjing
kira-kira 2 hari setelah ovulasi atau 4 hari setelah puncak LH. Pada permulaan
estrus, terjadi peningkatan yang signifikan hormon LH diikuti dengan penurunan
LH ke level dasar, hal ini berlangsung dengan sangat cepat kurang lebih selama
24 jam. Ovulasi terjadi ketika LH mencapai puncaknya. Dengan demikian, LH
merupakan alat diagnosa yg paling akurat untuk menentukan waktu perkawinan.
Selama estrus, naik turunnya LH akan
menghasilkan ovulasi yang juga merangsang pecahnya folikel dari ovarium, untuk
mengeluarkan progesteron. Pada titik ini, sel folikular manjadi corpus luteum.
Apabila betina bunting, corpus luteum akan dipelihara dan akan memproduksi
progesteron yang dibutuhkan untuk memelihara kebuntingan. Pada masa ini
ukuran vulva semakin mengecil dan semakin lembut. Sedangkan refleksnya menjadi
semakin jelas. Epitel vagina terlihat pucat dengan lipatan-lipatan yang semakin
berkurang dan kering.
Ovulasi
Ovulasi dipacu oleh memuncaknya level
LH, yang menyebabkan ovarium melepas ovum yang telah berkembang. Ovulasi
terjadi dalam interval 30-48 jam setelah puncak LH. Oosit tidak dapat dibuahi
segera setelah dilepaskan dari ovarium. Tahap maturasi berikutnya (stadium
pendewasaan meiotik) membutuhkan waktu 2 – 3 hari, yang harus terjadi sebelum
penetrasi sperma dan pembuahan terjadi. Jadi, masa subur anjing betina yang
sebenarnya adalah hanya 2-3 hari, dan mulainya 4-7 hari setelah gelombang LH
(2-3 hari setelah ovulasi) dan terjadi sebelum mencapai permulaan metestrus. Beberapa faktor
bertanggungjawab terhadap munculnya periode fertil yang panjang pada betina.
Hal ini termasuk daya hidup spermatozoa yang panjang di dalam saluran
reproduksi betina, sampai beberapa hari, sedangkan waktu terjadinya ovulasi dan
pendewasaan oosit 2-3 hari dan daya hidup oosit 1-2 hari (Eva, 1986).
Anjing betina adalah multiple
ovulators, yaitu memproduksi beberapa ovum, dan melepaskannya satu per satu
dalam beberapa jam atau bahkan seharian. Betina yang akan menentukan berapa
anak anjing dalam sekali kelahiran sedangkan pejantan yang akan menentukan
jenis kelamin dari anak anjing tersebut (Anonim, 2010).
Perkawinan satu kali pada anjing betina
yang fertil pada waktu yang tepat sudah cukup. Tidak diberi kesempatan untuk
kawin pada saat estrus adalah penyebab utama infertilitas. Dalam kehidupan yang
bebas, coitus terjadi dengan rata-rata satu atau dua kali setiap harinya
sepanjang periode penerimaan, paling lama sampai 7 hari, sehingga adanya cukup
viabel spermatozoa pada saluran genital untuk membuahi ova kapanpun mereka
dilepaskan. Bervariasinya interval waktu dan periode ovulasi yang
berlarut-larut, kemungkinan menjelaskan kejadian pada banyaknya jumlah anak
sekelahiran yang kadang-kadang terlihat sewaktu anjing betina dikawini oleh
beberapa anjing jantan (Anonim, 2010).
Metestrus
Tahap metestrus dimulai ketika anjing
betina berhenti menerima pejantan. Namun ada perbedaan pendapat mengenai durasi
ini. Beberapa peneliti mengukur metestrus sebagai durasi untuk memperbaiki
kembali fungsi endometrium 130-140 hari (140-155 hari;) Ada pula yang
menganggap bahwa durasi metestrus 70-80 hari (60-90 hari,), dibatasi oleh akhir
penerimaan pejantan dan diakhiri berakhirnya atropi corpus luteum.
Fase ini terjadi setelah estrus, dan
didefinisikan sebagai dimulainya sewaktu betina menolak untuk dikawini,
biasanya 6-8 hari sesudah permulaan estrus, atau 8-10 hari sesudah puncak LH
yang menjelang ovulasi. Konsentrasi Progesteron meningkat di tahap ini. Periode
kebuntingan masuk dalam tahap ini.
Berbeda dengan mamalia yang lain,
corpus luteum (CL) pada anjing tidak mengalami luteolisis (pada betina non-pregnant).
Setelah ovulasi, CL terisi sel-sel lutein. Corpus luteum berhenti menjalankan
fungsinya lebih jelas pada betina pregnant karena adanya kerja
Prostaglandin akibat inisiasi kelahiran (Feldman and Nelson, 2004). Pada betina
non-pregnant Corpus luteum tidak berubah bentuk maupun ukuran hingga 30
hari sesudah ovulasi, sesudah itu, CL lambat laun akan atropi. Namun,
penjelasan mengenai mekanisme atropi ini masih menjadi bahan pertanyaan.
Kemungkinan adanya pengaruh apoptosis dan aktivitas caspase 3.
Menurut yuda dkk (2010) pada anjing
betina yang mengalami fase diestrus sel apoptosis jarang terdeteksi dan ketika
muncul sel ini akan lebih mudah dideteksi dengan menggunakan hematoxylin dan
teknik eosin dibandingkan dengan menggunakan teknik konsentrasi elektrolit. Struktur luteal
pada diestrus hari ke 75 dan 85 memiliki karakteristik histologi menyerupai
korpus albikan. Aktivitas caspasa-3 ditemukan pada morfologi normal korpus
luteum baik pada betina bunting maupun pada betina diestrus hari ke 65, dan juga
pada struktur jaringan korpus albikans. Hasilnya mengacu pada apoptosis bukan
merupakan mekanisme utama yang terlibat dalam regresi fungsi luteal pada
anjing, dan caspase-3 berperan baik dalam fungsional maupun proses luteolisis
dan dalam reorganisasi jaringan pada pembentukan corpus albican.
Anestrus
Tahap terakhir dalam siklus estrus
adalah anestrus. Ini merupakan masa dimana kadar hormon progesteron dan
estrogen sangat rendah walaupun akan mengalami sedikit peningkatan dan kemudian
menurun kembali (Anonim, 2003). Fase anestrus pada siklus estrus normalnya
terjadi selama 1 – 6 bulan. Ditandai dengan inaktivitas ovarium, involusi
uterus dan perbaikan endometrium. Anjing betina yang anestrus tidak tertarik
ataupun menerima anjing jantan. Tidak ada leleran vulva, ukuran vulva
kecil. Sitologi vaginal didominasi oleh sel parabasal kecil, terkadang disertai
neutofil dan sedikit bakteri. Secara endoskopi, lipatan mukosa vagina terlihat
datar, tipis dan kemerahan. Pada anestrus terjadi kemerosotan dari fungsi luteal
serta penurunan sekresi prolaktin. Akhir anestrus ditandai dengan peningkatan
FSH dan LH yang dipengaruhi oleh GnRH. Peningkatan FSH ini menyebabkan
folikulogenesis proestrus. Level estrogen basal ( 2 -10 pg/ml) dan level
progesterone pada nadir (Yuda, dkk 2010)
Pada induk yang melahirkan, anestrus
dimulai dengan melahirkan dan berakhir dengan proestrus. Permulaan anestrus
tidak dapat diketahui pada anjing betina yang tidak bunting, yang mana tidak
terlihat jelas batasan antara metestrus dan anestrus
Kontrol fisiologi untuk mengakhiri fase
anestrus tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemerosotan fungsi luteal serta
penurunan sekresi prolactin merupakan salah satu prasyarat. inhibitor prolactin
dapat digunakan untuk mengakhiri anestrus (induksi estrus). Sedangkan menurut
selain penurunan sekresi prolaktin, peningkatan plasma FSH dalam sirkulasi
merupakan inisiasi dari folikulogenesis pada anjing betina. Pada fase anestrus
sekresi progesteron menurun lalu hilang, maka konsentrasi progesteron yang
minimum ini kurang mampu memberikan feedback negatif terhadap pituitari
anterior, akibatnya FSH dan LH akan dilepaskan, inilah awal fase proestrus
dimulai. Awal pendarahan pada tahap proestrus menandai tahap ini mencapai
bagian akhir.
Meskipun pada anjing beberapa perubahan
hormonal selama fase anestrus dan awal fase folikuler yang baru telah
diketahui, namun mekanisme kontrol yang pasti dari transisi anestrus ke fase
folikuler masih belum dapat dijelaskan.
II.8 Hubungan Mekanisme Kerja Hormon Dengan Anestrus
Gonadotropin Releasing Hormon dari hipotalamus
mengontrol fungsi hipofisis anterior (pituitary anterior). Transportasi
Gonadotropin dari hipotalamus ke pituitary anterior melalui hipofhyseal
portal vessel. Mekanisme kerja hormon intraseluler bermula dari
mekanisme intraseluler kerja gonadotropin dalam merangsang produksi hormon
steroid. Hormon gonadotropin (first messenger) berikatan dengan reseptor
membran sel yang mengaktifkan adenylate cyclase. Enzim yang menjadi
aktif ini selanjutnya merangsang konversi Adenosin Triphosphate (ATP)
menjadi Cyclic Monophosphate (cAMP) selaku second messenger. Mekanisme ini melewati serangkaian
proses biokimia dan terjadi di sitoplasma sel. Selanjutnya, cAMP merangsang
serentetan reaksi yang mengaktifkan enzim-enzim yang memproduksi hormon steroid
sehingga menghasilkan produksi estradiol dan progesteron, sebagai contoh jika
LH berikatan dengan reseptor progesterone di membran sel granulosa dalam CL,
maka yang dihasilkan adalah progesterone. Jika telah terjadi produksi steroid,
disekresikan dalam sirkulasi darah (Anonim, 2010).
Mekanisme kerja hormon intraseluler yang selanjutnya adalah
mekanisme kerja intraseluler untuk hormon steroid itu sendiri (estradiol atau
progesterone) yang bekerja pada sel sasaran. Mekanisme ini
tidak melibatkan reseptor membran atau system second messenger. Hormon
steroid melintasi membran sel dan berikatan dengan suatu reseptor protein dalam
sitoplasma. Ikatan protein-reseptor kompleks bertranslokasi ke nucleus, yang
selanjutnya merangsang sintesis mRNA melalui suatu mekanisme tertentu, kemudian
mRNA bertranslokasi ke sitoplasma, dimana terjadi sintesis protein spesifik
yang baru. Protein baru ini bertanggungjawab terhadap aktivitas biologis suatu
hormon steroid pada jaringan sasaran (Yudhie, 2010)
Ketika anjing betina telah mengalami
fase metestrus, CL yang terbentuk menjalankan fungsinya melalui progesteron
yang terkandung di dalamnya. Selain berfungsi untuk memproduksi progesteron
yang akan menjaga kebuntingan, corpus luteum juga akan memproduksi suatu
inhibin, hormon yang akan menstimulasi kelanjar
pituitary untuk mengurangi produksi FSH dan LH. Inhibin yang
dikeluarkan dalam jumlah yang cukup, akan mengakhiri periode kawin. Progesteron
merupakan feed back negative untuk Hipotalamus dan Hipofisis anterior
sehingga Estrogen mengalami penurunan. Corpus luteum (CL) anjing tidak
mengalami luteolisis. CL yang terbentuk sekitar 30 hari kemudian akan mengalami
atropi (kurang begitu jelas mekanismenya) sehingga Progesteron mengalami
penurunan. Atropi CL membutuhkan waktu lama yaitu sekitar 155 hari. Kondisi
Estrogen dan Progesteron yang rendah menyebabkan tidak adanya mekanisme
hormonal yang berakibat tidak adanya tingkah laku kawin pada anjing.
Agoni dopamine (cabergolline,
bromocriptine) dapat digunakan untuk memperpendek anestrus baik pada betina
normal maupun pada betina dengan ansetrus kedua yang tidak diketahui penyebabnya. Mekanismenya
adalah agonis dopamine mempengaruhi proestrus dengan mempengaruhi penurunan
level prolaktin secara langsung ataupun aksi dopaminergik secara langsung baik
pada axis gonadotropik atau reseptor gonadotropin di ovarium dan dengan
pemberian dopamin agonis yang lain dapat meningkatkan konsentrasi FSH dan LH
(Beijerink, et al., 2004). Akhir fase anestrus ditandai dengan adanya
sirkulasi estrogen. Sirkulasi estrogen berkaitan dengan adanya RNA messenger
(mRNA). Dalam siklus normal, selama fase anestrus level Reseptor Estrogen (RE)
mRNA yang ada di hipotalamus berangsur-angsur akan menurun karena
ketidakhadiran estrogen, sebagai feedback positif hipotalamus. Dengan
pemberian preparat hormon estradiol benzoate ternyata regulasi dari ekspresi RE
mRNA dapat ditingkatkan
(Yuda dkk, 2010)
II. 9 Anestrus Yang
Diperpanjang Pada Anjing Betina
Abnormalitas siklus estrus dapat menyebabkan infertilitas. Penyebab
anestrus yang diperpanjang dapat congenital maupun perolehan. Anjing ras besar
memperoleh estrus pertama pada usia > 2 tahun dan beberapa ras ataupun
individu hanya 1 kali estrus sepanjang tahun. Bentuk congenital dari anestrus
disebabkan oleh menurunnya fungsi pituitary hipotalalmus axis ataupun dysgenesis
ovarium. Diagnosa anestrus congenital berdasarkan usia hewan dan kesimpulan
dari semua kemungkinan penyebab (termasuk defek kromosomal, gangguan
endrocin dan adanya oovorectomi). Anestrus perolehan dapat disebabkan
ovariektomi, pengobatan hormon eksogenus (termasuk glukokortikoid),
hipotiroidismus ataupun penyakit ovarium (sista atau neoplasia). Diagnosa
berdasarkan sejarah, pemeriksaan fisik, evaluasi biokimia, USH dan laparotomi. Anjing betina
menunjukkan perpanjangan interval interestrus baik pada fase anestrus maupun
diestrus. Ansetrus yang diperpanjang muncul ketika tidak
ada aktivitas pada ovarium selama lebih dari 16 hingga 20 bulan pada anjing
betina yang memiliki siklus estrus yang berikutnya. Kegagalan siklus
harus dibedakan dengan silent heat ( siklus normal namun tidak
terdeteksi oleh pemilik)(Yudhie, 2010).
Anjing betina yang dievaluasi dari interval yang
diperpanjang dianatara siklus estrus berada dibawah pengaruh dari tingginya
konsentrasi progesterone (. 2 – 5 ng/mL). ketika level progesterone meningkat
lebih dari 9 -10 minggu, diestrus yang diperpanjang mungkin akan terjadi.
Gejala klinis tidak dapat dibedakan, namun jumlah sitologi vagina, level serum
progesterone dan penampakan USG dari ovarium dan uterus dapat digunakan secara
nyata untuk diagnosa.
Seekor
anjing yang belum pernah mengalami estrus sampai usia 18 bulan dipertimbangkan
mengalami anestrus primer. Salah satu penyebab utamanya adalah hermaprodit
ataupun pseudohermaprodit (memiliki gonad jantan dan alat kelamin eksternal
betina). Anjing betina memiliki kariotipe 78,X0; 79,XXX; 79,XXY; atau
78,XX/78,XY. Diagnosa abnormalitas seksual dengan cara inspeksi visual dari
abnormalitas alat kelamin eksternal, histopatologi dari jaringan gonad,
pengukuran konsentrasi serum gonadotropin dan taksiran kariotipe (Eva, 1986).
Jika seekor anjing betina telah mengalami siklus estrus,
dengan interval antar estrus lebih dari 12 bulan ataupun dua kali lebih lama
dari biasanya, maka dipertimbangkan anjing betina ini mengalami perpanjangan
interval antar estrus. Salah satu penyebabnya adalah hipotiroidismus.
Hipotiroidismus mengawali perpanjangan ataupun perpendekkan masa proestrus atau
gejala silent heat. Hipotiroidismus diikuti gejala infertile,
perpanjangan waktu antar siklus, kegagalan memasuki siklus, perpanjangan
perdarahan estrus. Tipe infertile seperti ini seringkali diikuti gejala
letargi, berat badan yang naik artau turun, kehilangan banyak rambut.
Penanganan hipotiroidismus yaitu dengan test T4 dalam darah untuk mengetahui
level tiroid, kemudian dapat ditangani lebih lanjut (Eva, 1986),.
Anestrus juga dapat dipicu oleh pemberian obat
glukokortikosteroid ataupun progestagens. Pada hiperadenocortison spontan,
anestrus disebabkan oleh penurunan level sirkulasi hormone gonadotropik.
Seiring dengan bertambahnya usia anjing betina, durasi dan frekuensi siklus
estrus akan menjadi tidak beraturan dan interval antar estrus akan diperpanjang
setelah usia anjing lebih dari 8 tahun (Yudhie, 2010)).
II. 10 Cara Pencegahan dan
Pengobatan Anestrus
Menurut
Anonim (2010), pencegahan dan pengobatan anestrus yaitu sebagai berikut:
·
Penangan dan terapi anestrus:
1.
Perbaikan manajemen pakan
2.
Pemberian obat-obatan berupa antibiotok dan
anthelmetik pada penyakit yang disebabkan oleh cacing dan virus.
3.
Pada kasus corpus luteum persisten,
sista luteum, dan sista corpora luteum dapat diobati dengan menggunakan PGF2α.
4.
Penggunaan estradiol sintetik pada kasus
silent heat dan subestrus.
5.
Pemberian LH sintetik pada kasus sista ovari.
6.
Pada kasus kematian fetus, dapat
dipacu dengan oksitosin untuk memacu kontraksi myometrium untuk pengeluaran
fetus.
·
Pencegahan
Manajemen pakan
Faktor manajemen sangat erat
hubungannya dengan factor pakan/nutrisi. Jika tubuh kekurangan nutrisi terutama
untuk jangka waktu yang lama maka akan mempengaruhi fungsi reproduksi,
efisiensi reproduksi menjadi rendah dan akhirnya produktivitasnya rendah.
Kekurangan nutrisi akan mempengaruhi fungsi hipofisis anterior sehingga
produksi dan sekresihormone FSH dan LH rendah (karene tidak cukupnya ATP),
akibatnya ovarium tidak berkembang (hipofungsi). Pengaruh lainnya pada saat
ovulasi, transport sperma, fertilisasi, pembelahan sel, perkembangan embrio dan
fetus. Kekurangan nutrisi yang terjadi pada masa pubertas sampai beranak
pertama maka kemungkinannya adalah: birahi tenang, defek ovulatory (kelainan
ovulasi), gagal konsepsi, kematian embrio/fetus. Nutrisi yang sangat menunjang
untuk saluran reproduksi diantaranya: protein, vitamin A, mineral/vitamin (P,
kopper, kobalt, manganese, lodine, selenium). Selain nutrisi tersebut diatas,
yang perlu diperhatikan adalah adanya ransum yang harus dihindari selama masa
kebuntingan karena dapat menyebabkan obortus (keguguran), diantaranya: racun
daun cemara, nitrat, ergotamine, napthalen, khlor, dan arsenik.
Managemen
pemeliharaan
§ Penyuluhan
yang baik kepada pemilik anjing tentang cara pengamatan birahi
§ Pengamatan
yang lebih sering dan teliti dapat mengurangi anestrus.
§ Untuk
Silent heat dan subestrus pada hewan jantan dapat dipasangi Chin Ball Mating
Device
§ Pencatatan
yang baik waktu birahi
§ Pemeriksaan
rektal berulang
BAB III
KESIMPULAN
· Permulaan anestrus tidak dapat
diketahui pada anjing betina yang tidak bunting, yang mana tidak terlihat jelas
batasan antara metestrus dan anestrus dan kontrol fisiologi untuk mengakhiri
fase anestrus juga tidak diketahui dengan pasti.
· Faktor yang mempengaruhi terjadinya
anestrus yaitu umur, kebuntingan, laktasi, pakan, musim, lingkungan, patologi
ovarium dan uterus, serta penyakit
kronis
· Dampak anestrus yaitu tidak
menunjukkan gejala birahi dalam waktu yang lama setelah melahirkan.
· Keadaan
anestrus dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu True anestrus (anestrus normal, anestrus karena gangguan hormone,
anestrus karena kekurangan nutrisi dan anestrus karena genetik
· Selama anestrus tidak terjadi
tingkah laku kawin karena pada fase ini level Reseptor Estrogen (RE) mRNA yang
ada di hipotalamus berangsur-angsur akan menurun karena tidak adanya stimulasi
kehadiran estrogen.
· Mekanisme hormonal yang mengakhiri anestrus adalah turunnya
sekeresi prolaktin serta hilangnya sekresi progesteron menyebabkan kurang mampu
memberikan feedback negatif terhadap pituitari anterior, akibatnya estrogen
akan dilepaskan, sehingga dimulailah fase folikulogenesis.
· Agoni dopamine (cabergolline,
bromocriptine) dan preparat hormon estradiol benzoate dapat memperpendek masa
anestrus.
· Seekor anjing yang tidak mengalami
estrus sampai usia 18 bulan dianggap mengalami anestrus primer, sedangkan
ansetrus yang diperpanjang muncul ketika tidak ada aktivitas pada ovarium
selama lebih dari 16 hingga 20 bulan pada anjing betina yang telah memiliki
siklus estrus. Anestrus yang diperpanjang disebabkan 2 hal: perolehan dan
kongenital.
· Cara pencegahan dan pengobatan jika
anjing betina terjadi anestrus yaitu dengan memperbaiki manajemen pakan dan
memberikan obat seperti obat antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Macam Gangguan Reproduksi dan Penanggulangannya, (Online), http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/12/20/macam-gangguan
reproduksi-dan-penanggulangannya/, diakses 22 Maret 2012.
Anonim. 2010. Anestrus, (Online). http://heyfifihindhis.blogspot.com/2012/02/blok-15-up-6-anestrus-.html, diakses 22 Maret 2012.
Anonim. 2010. Anestrus Anjing, (Online). http://heyfifi.blogspot.com/2012/02/blok-15-up-6-anestrus-.html, diakses 22 Maret 2012.
Dewi, Putri Yuliani. 2001. Kasus-Kasus Gawat Darurat Reproduksi Anjing
Betina. Studi Kasus: Pada Praktek
Dokter Hewan Bersama 24 Jam drh. Cucu K. Sajuthi dkk Jakarta. Skripsi tidak
diterbitkan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan-IPB.
Dihan. 2011. Anestrus, (Online), http://healthupyourlife.blogspot,com/2011/08/
anestrus.html, diakses 23 Maret 2012.
Harlina, Eva. 1986. Pola
Reproduksi Anjing. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Fakultas Kedokteran
Hewan-IPB.
Luqman,
Epi Muhammad.2011. Anatomi
Reproduksi Kucing dan Anjing, (Online). http://epyfkh.blog.unair.ac.id/category/anatomi-reproduksi-kucing-dan-anjing/, diakses 22 Maret 2012
Mustofa, 2010. Reproduksi Anjing, (Online). http://tofadjulaeni.
blogspot. Com /2010 /01/reproduksi-anjing.html, diakses 23 Maret 2012.
Ratnawati, Dian, dkk. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Sujono, 2010. Pencegahan dan Pengobatan
Anestrus, (Online). http://sujono.staff.
umm.ac.id/files/2010/02/Kulh--3.ppt, diakses 21 Maret 2012.
Yuda, H.B., Amelia, H., Tri, W.P., Pradtyo, Y.W., dan
Claude, M.A. 2010. Pemasakan Oosit Anjing (canis familiaris) Pada Stadium
Anestrus dan diestrus Pada Media Maturasi yang Diperkaya Cairan Folikel Sapi 10%
dengan Penambahan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteotropic Hormone
(LH). J Sain Vet Jurnal. Vol. 28. No.
1.
Yudhie. 2010. Siklus Estrus, (Online),
http://yudhiestar.blogspot.com/2010/05/siklus-estrus-pada-anjing-dan-kucing.html, diakses 23 Maret 2012.
Yudhie. 2010. Anestrus pada Anjing, (Online), http://yudhiestar.blogspot. Com /2010
/05/anestrus-pada-anjing.html, diakses 21 Maret 2012.