BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Sistem urinari
memiliki tiga fungsi, yaitu metabolisme, hormonal dan ekskresi. Sistem ini
terdiri dari dua bagian, yaitu sistem urinari bagian atas dan bagian bawah.
Sistem urinari bagian atas hanya terdiri dari ginjal sedangkan
sistem urinari bagian bawah disusun oleh
ureter, vesica urinaria (gall
bladder) dan urethra. Pada sistem urinari, ginjal memiliki peranan yang sangat
penting karena ia memiliki dua fungsi utama, yaitu filtrasi dan reabsorpsi.
Selain itu, ginjal juga memiliki peranan penting dalam sistem sirkulasi darah.
Ginjal turut berperan dalam proses pembentukan sel darah merah dan menjaga
tekanan darah Sama halnya pada manusia, hewan pun dapat mengalami gangguan pada
sistem urinarinya.
Gangguan
tersebut dapat terjadi pada sistem urinari bagian bawah, bagian atas, maupun
keduanya. Gangguan yang diderita baik oleh manusia maupun hewan, pada akhirnya
dapat menyebabkan individu tersebut mengalami gagal ginjal, yaitu suatu keadaan
tidak berfungsinya ginjal dengan baik, dan kondisi tersebut dapat menyebabkan kematian
pada individu penderitanya. Terdapat beberapa kendala dalam mendiagnosis
gangguan sistem urinari pada hewan, antara lain: (1) hewan tidak dapat
memberitahukan secara langsung apa keluhan yang dideritanya, dan (2) beberapa
pemeriksaan yang dilakukan memerlukan biaya yang cukup besar sedangkan tidak
semua pemilik hewan bersedia mengeluarkan dana yang cukup besar untuk
pemeriksaan tersebut. Kendala-kendala di
atas dapat menyulitkan pemeriksaan dan penentuan diagnosis yang tepat apakah
hewan tersebut terkena gangguan ginjal atau tidak. Padahal dibutuhkan diagnosis
yang tepat untuk menentukan terapi yang sesuai. Hal ini dikarenakan terdapat
beberapa obat yang bersifat meracuni ginjal.
Jika hewan yang
bermasalah pada ginjalnya tidak berhasil di diagnosis dengan tepat, maka
terdapat kemungkinan terapi yang dilakukan mengharuskan hewan itu mengkonsumsi
obat-obatan yang dapat meracuni ginjalnya. Jika hal itu terjadi saat ginjal
hewan terganggu, maka kondisi ginjal terutama fungsi dari ginjalnya akan
semakin memburuk dan akan mempercepat proses terjadinya gagal ginjal.
Pemeriksaan
urine dalam mengindikasikan beberapa penyakit sangat penting. Pemeriksaan urin
tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta tentang ginjal dan saluran urin tetapi
juga mengenai faal berbagai organ dalam beberapa tubuh seperti hati, saluran
emepedu, pankreas dan korteks adrenal.
Jika
kita melakukan urinalisis dengan memakai urin kumpulan 24 jam pada hewan
ternyata susunan urin itu tidak berbeda dari susunan urin 24 jam berikutnya.
Akan tetapi jika kita melakukan pemeriksaan sampel urin dari hewan tersebut
pada saat tidak menentu maka akan kita lihat susunan sampel urin dapat berbeda
jauh. Itu sebabnya sangat penting memilih sampel urin sesuai dengan tujuan
pemeriksaan. Oleh karena pada pemeriksaa urin dapat dideteksi berbagai macam
penyakit maka sangat penting dilakukan percobaan urinalisis.
I.2
Tujuan
Tujuan Praktikum ini yaitu sebagai
berikut :
· Untuk
mengetahui dan memahami teknik pemeriksaan makroskopik pada urine (volume,
warna, kelarutan, keasaman/reaksi, berat jenis dan bau urine)
· Untuk
mengetahui dan memahami teknik pemeriksaan mikroskopik pada urine
· Untuk
mengetahui dan memahami teknik pemeriksaan kimia urine (Uji protein, Uji
Glukosa dan Uji “Occult Blood”)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.
1.
Pengertian Urine
Urin atau air seni atau
air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian
akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin
diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh
ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam mempertahankan
homeostasis tubuh peranan urin sangat penting, karena sebagian pembuangan
cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin. Selain urin juga terdapat mekanisme
berkeringat dan juga rasa haus yang kesemuanya bekerja sama dalam
mempertahankan homeostasis ini.
Fungsi utama urin
adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam
tubuh.Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang “kotor”. Hal ini berkaitan
dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang
terinfeksi, sehingga urinnyapun akan mengandung bakteri. Namun jika urin
berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin
sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar dari tubuh.
II.
2. Pemeriksaan Urine
Dalam basoeki (2000)
disebutkan bahwa pada proses urinalisis terdapat banyak cara metode yang dapat
digunakan untuk mendeteksi zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin.
Analisis urin dapat berupa analisis fisik, analisi kimiawi dan anlisis secara
mikroskopik.
Analisis urin secara
fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin dan pH serta suhu
urin itu sendiri. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis glukosa,
analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis kandungan proteinm
ada banyak sekali metode yang ditawarkan , mulai dari metode uji millon sampai
kuprisulfa dan sodium basa. Yang terakhir adalah analisis secara mikroskopik, sampel
urin secara langsung diamati dibawah mikroskop sehingga akan diketahui zat-zat
apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut, misalnya kalsium phospat,
serat tanaman, bahkan bakteri. (basoeki, 2000)
II.2.1.
Pemeriksaan Makroskopik
Urinalisis dimulai dengan mengamati penampakan makroskopik : warna dan
kekeruhan. Urine normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit
berkabut dan berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas warna
sesuai dengan konsentrasi urine; urine encer hampir tidak berwarna, urine pekat
berwarna kuning tua atau sawo matang. Kekeruhan biasanya terjadi karena
kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urine asam) atau fosfat (dalam urine
basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau
protein dalam urin (Riswanto, 2010).
Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr. Pengukuran volume ini pada
pengambilan acak (random) tidak relevan. Karena itu pengukuran volume harus
dilakukan secara berjangka selama 24 jam untuk memperoleh hasil yang akurat.
Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan
kemungkinan adanya infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit
hati, kerusakan otot atau eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan tertentu juga
dapat mengubah warna urin. Kencing berbusa sangat mungkin mewakili jumlah besar
protein dalam urin (proteinuria).
Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :
Merah : Penyebab
patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin. Penyebab
nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak), senna.
Oranye : Penyebab
patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik : obat untuk infeksi saliran
kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
Kuning : Penyebab
patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin. Penyebab nonpatologik
: wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
Hijau : Penyebab
patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas). Penyebab nonpatologik :
preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
Biru : tidak ada
penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.
Coklat : Penyebab
patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu. Pengaruh obat : levodopa,
nitrofuran, beberapa obat sulfa.
Hitam atau hitam kecoklatan : Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat, indikans,
urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks besi,
fenol (Riswanto, 2010).
II.2.2 Pemeriksaan Kimia
a. Protein
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di
glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine
biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen.
Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria (Riswanto, 2010).
Proteinuria yaitu urin
manusia yang terdapat protein yang melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari
150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m2. Dalam keadaan normal,
protein didalam urin sampai sejumlah tertentu masih dianggap fungsional
(Riswanto,2010).
Sejumlah protein
ditemukan pada pemeriksaan urin rutin, baik tanpa gejala, ataupun dapat menjadi
gejala awal dan mungkin suatu bukti adanya penyakit ginjal yang serius.Walaupun
penyakit ginjal yang penting jarang tanpa adanya proteinuria, kebanyakan kasus
proteinuria biasanya bersifat sementara, tidak penting atau merupakan penyakit
ginjal yang tidak progresif.Lagipula protein dikeluarkan urin dalam jumlah yang
bervariasi sedikit dan secara langsung bertanggung jawab untuk metabolisme yang
serius.adanya protein di dalam urin sangatlah penting, dan memerlukan penelitian
lebih lanjut untuk menentukan adanya penyebab/penyakit dasarnya.Adapun
proteinuria yang ditemukan saat pemeriksaan penyaring rutin pada orang sehat
sekitar 3,5%.
Jadi proteinuria tidak
selalu merupakan manifestasi kelainan ginjal. Biasanya proteinuria baru
dikatakan patologis bila kadarnya diatas 200mg/hari.pada beberapa kali
pemeriksaan dalam waktu yang berbeda.Ada yang mengatakan proteinuria persisten
jika protein urin telah menetap selama 3 bulan atau lebih dan jumlahnya
biasanya hanya sedikit diatas nilai normal.Dikatakan proteinuria massif bila
terdapat protein di urin melebihi 3500 mg/hari dan biasanya mayoritas terdiri
atas albumin.
b.
Glukosa
Di
dalam tubuh glukosa didapat dari hasil akhir pencemaan amilum, sukrosa, maltosa
dan laktosa. Glukosa darah merupakan bahan bakar utama yang akan
diubah menjadi energi atau tenaga dan juga merupakan hasil yang paling besar
(Baron, 1990). Sebagai sumber energi, glukosa ditranspor dari sirkulasi darah
kedalam seluruh sel-sel tubuh untuk dimetabolisme. Sebagian glukosa yang ada
dalam sel diubah menjadi energi melalui proses glikolisis dan sebagian lagi
melalui proses glikogenesis diubah menjadi glikogen, dimana setiap saat dapat
diubah kembali menjadi glukosa bila diperlukan. Kadar glukosa darah puasa normal
sewaktu puasa adalah 80-90 mg/dL.
Konsentrasi
tersebut meningkat menjadi 120-140 mg/dL selama jam pertama atau lebih setelah
makan dan normal dalam waktu 2 jam setelah absorpsi karbohidrat yang terakhir. Jika kadar urine terlalu besar
dalam darah maka akan dibuang melalui urine, padahal kurang dari 0,1% dari
glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang dari 130
mg/24 jam).
Glukosuria
(kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau
daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes
mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan
kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat
dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus. Untuk pengukuran glukosa
urine, reagen strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD), peroksidase (POD) dan
zat warna.
Kurang
dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin
(kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi
karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang
menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat
terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena
itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes
mellitus (Riswanto, 2010).
c. Darah (Blood)
Pemeriksaan dengan carik celup akan
memberi hasil positif baik untuk hematuria, hemoglobinuria, maupun
mioglobinuria. Prinsip tes carik celup ialah mendeteksi hemoglobin dengan
pemakaian substrat peroksidase serta aseptor oksigen. Eritrosit yang utuh
dipecah menjadi hemoglobin dengan adanya aktivitas peroksidase. Hal ini
memungkinkan hasil tidak sesuai dengan metode mikroskopik sedimen urine.
Hemoglobinuria sejati terjadi bila
hemoglobin bebas dalam urine yang disebabkan karena danya hemolisis
intravaskuler. Hemolisis dalam urine juga dapat terjadi karena urine encer, pH
alkalis, urine didiamkan lama dalam suhu kamar. Mioglobinuria terjadi bila mioglobin
dilepaskan ke dalam pembuluh darah akibat kerusakan otot, seperti otot jantung,
otot skeletal, juga sebagai akibat dari olah raga berlebihan, konvulsi.
Mioglobin memiliki berat molekul kecil sehingga mudah difiltrasi oleh
glomerulus dan diekskresi ke dalam urine.
Hematuri adalah suatu gejala yang ditandai dengan adanya darah atau sel darah merah dalam urin. Secara klinis, hematuri dapat dikelompokkan menjadi: Hematuri makroskopis (gross hematuria) adalah suatu keadaan urin bercampur darah dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Keadaan ini dapat terjadi bila 1 liter urin bercampur dengan 1 ml darah. Hematuri mikroskopis yaitu hematuri yang hanya dapat diketahui secara mikroskopis atau tes kimiawi. Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di dalam sistem urogenitalia atau kelianan yang berada di luar urogenitalia. Kelainan yang berasal dari sistem urogenitalia antara lain :
Hematuri adalah suatu gejala yang ditandai dengan adanya darah atau sel darah merah dalam urin. Secara klinis, hematuri dapat dikelompokkan menjadi: Hematuri makroskopis (gross hematuria) adalah suatu keadaan urin bercampur darah dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Keadaan ini dapat terjadi bila 1 liter urin bercampur dengan 1 ml darah. Hematuri mikroskopis yaitu hematuri yang hanya dapat diketahui secara mikroskopis atau tes kimiawi. Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di dalam sistem urogenitalia atau kelianan yang berada di luar urogenitalia. Kelainan yang berasal dari sistem urogenitalia antara lain :
·
Infeksi/inflamasi, antara lain pielonefritis,
glomerulonefritis, ureteritis, sistitis, dan uretritis
·
Tumor jinak/tumor ganas, antara lain tumor Wilm, tumor
Grawitz, tumor pielum, tumor ureter, tumor buli-buli, tumor prostat, dan
hiperplasia prostat jinak.
·
Kelainan bawaan sistem urogenitalia, antara lain kista ginjal
dan renmobilis
·
Trauma yang mencederai sistem urogenitalia
·
Batu saluran kemih
II.2.3
Pemeriksaan Mikroskop
Eritrosit
Eritrosit
dalam air seni dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih. Secara
teoritis, harusnya tidak dapat ditemukan adanya eritrosit, namun dalam urine
normal dapat ditemukan 0 – 3 sel/LPK. Hematuria adalah adanya peningkatan
jumlah eritrosit dalam urin karena: kerusakan glomerular, tumor yang mengikis
saluran kemih, trauma ginjal, batu saluran kemih, infeksi, inflamasi, infark
ginjal, nekrosis tubular akut, infeksi saluran kemih atas dan bawah,
nefrotoksin, dll (Anonim, 2010).
Leukosit
Lekosit
berbentuk bulat, berinti, granuler, berukuran kira-kira 1,5 – 2 kali eritrosit.
Lekosit dalam urine umumnya adalah neutrofil (polymorphonuclear, PMN).
Lekosit dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih. Lekosit hingga 4 atau 5 per LPK
umumnya masih dianggap normal. Peningkatan jumlah lekosit dalam urine
(leukosituria atau piuria) umumnya menunjukkan adanya infeksi saluran kemih
baik bagian atas atau bawah, sistitis, pielonefritis, atau glomerulonefritis
akut.
Sel
epitel
Sel
epitel tubulus ginjal berbentuk bulat atau oval, lebih besar dari leukosit,
mengandung inti bulat atau oval besar, bergranula dan biasanya terbawa ke urin
dalam jumlah kecil. Namun, pada sindrom nefrotik dan dalam kondisi yang
mengarah ke degenerasi saluran kemih, jumlahnya bisa meningkat. Jumlah sel
tubulus ≥ 13 / LPK atau penemuan fragmen sel tubulus dapat menunjukkan adanya
penyakit ginjal yang aktif atau luka pada tubulus, seperti pada nefritis,
nekrosis tubuler akut, infeksi virus pada ginjal, penolakan transplnatasi
ginjal, keracunan salisilat.
Silinder Hialin
Silinder
hialin atau silinder protein terutama terdiri dari mucoprotein (protein
Tamm-Horsfall) yang dikeluarkan oleh sel-sel tubulus. Silinder ini homogen
(tanpa struktur), tekstur halus, jernih, sisi-sisinya parallel, dan
ujung-ujungnya membulat. Sekresi protein Tamm-Horsfall membentuk sebuah
silinder hialin di saluran pengumpul.
Silinder
hialin tidak selalu menunjukkan penyakit klinis. Silinder hialin dapat dilihat
bahkan pada pasien yang sehat. Sedimen urin normal mungkin berisi 0 – 1
silinder hialin per LPL. Jumlah yang lebih besar dapat dikaitkan dengan
proteinuria ginjal (misalnya, penyakit glomerular) atau ekstra-ginjal (misalnya,
overflow proteinuria seperti dalam myeloma).
Silinder
Lekosit
Silinder
lekosit atau silinder nanah, terjadi ketika leukosit masuk dalam matriks
Silinder. Kehadiran mereka menunjukkan peradangan pada ginjal, karena silinder
tersebut tidak akan terbentuk kecuali dalam ginjal. Silinder lekosit paling
khas untuk pielonefritis akut, tetapi juga dapat ditemukan pada penyakit
glomerulus (glomerulonefritis). Glitter sel (fagositik neutrofil) biasanya akan
menyertai silinder lekosit. Penemuan silinder leukosit yang bercampur dengan
bakteri mempunyai arti penting untuk pielonefritis, mengingat pielonefritis
dapat berjalan tanpa keluhan meskipun telah merusak jaringan ginjal secara
progresif (Anonim, 2010).
Kristal
Kristal
yang sering dijumpai adalah kristal calcium oxallate, triple phosphate, asam
urat. Penemuan kristal-kristal tersebut tidak mempunyai arti klinik yang
penting. Namun, dalam jumlah berlebih dan adanya predisposisi antara lain
infeksi, memungkinkan timbulnya penyakit "kencing batu", yaitu
terbentuknya batu ginjal-saluran kemih (lithiasis) di sepanjang ginjal –
saluran kemih, menimbulkan jejas, dan dapat menyebabkan fragmen sel epitel
terkelupas. Pembentukan batu dapat disertai kristaluria, dan penemuan
kristaluria tidak harus disertai pembentukan batu.
Kalsium
oksalat
Kristal
ini umum dijumpai pada spesimen urine bahkan pada pasien yang sehat. Mereka
dapat terjadi pada urin dari setiap pH, terutama pada pH yang asam. Kristal
bervariasi dalam ukuran dari cukup besar untuk sangat kecil. Kristal
ca-oxallate bervariasi dalam ukuran, tak berwarna, dan bebentuk amplop atau
halter. Kristal dapat muncul dalam specimen urine setelah konsumsi makanan
tertentu (mis. asparagus, kubis, dll) dan keracunan ethylene glycol. Adanya 1 –
5 ( + ) kristal Ca-oxallate per LPL masih dinyatakan normal, tetapi jika
dijumpai lebih dari 5 ( ++ atau +++ ) sudah dinyatakan abnormal.
Kristal
asam urat
Kristal
asam urat tampak berwarna kuning ke coklat, berbentuk belah ketupat
(kadang-kadang berbentuk jarum atau mawar). Dengan pengecualian langka,
penemuan kristal asam urat dalam urin sedikit memberikan nilai klinis, tetapi
lebih merupakan zat sampah metabolisme normal; jumlahnya tergantung dari jenis
makanan, banyaknya makanan, kecepatan metabolisme dan konsentrasi urin.
Meskipun peningkatan 16% pada pasien dengan gout, dan dalam keganasan limfoma
atau leukemia, kehadiran mereka biasanya tidak patologis atau meningkatkan
konsentrasi asam urat.
Cystine
Cystine berbentuk heksagonal dan tipis. Kristal ini muncul dalam urin
sebagai akibat dari cacat genetic atau penyakit hati yang parah. Kristal dan
batu sistin dapat dijumpai pada cystinuria dan homocystinuria. Terbentuk pada
pH asam dan ketika konsentrasinya > 300mg. Sering membingungkan dengan
kristal asam urat. Sistin crystalluria atau urolithiasis merupakan indikasi
cystinuria, yang merupakan kelainan metabolisme bawaan cacat yang melibatkan
reabsorpsi tubulus ginjal tertentu termasuk asam amino sistin.
Kristal
Kolestrol
Kristal
kolesterol tampak regular atau irregular , transparan, tampak sebagai pelat
tipis empat persegi panjang dengan satu (kadang dua) dari sudut persegi
memiliki takik. Penyebab kehadiran kristal kolesterol tidak jelas, tetapi
diduga memiliki makna klinis seperti oval fat bodies. Kehadiran kristal
kolesterol sangat jarang dan biasanya disertai oleh proteinuria (Anonim, 2103).
BAB III
MATERI
DAN METODE
III.1 Alat dan Bahan
a.
Pemeriksaan
Fisik
1. Alat
a. Tabung
reaksi
b. Pipet
tetes
2. Bahan
a. Sampel
Urine
b.
Uji
Protein
1.
Alat
a. pipet
ukur 1 ml
2.
Bahan
a. Sampel
urine
b. Asam
asetat 6 %
c.
Uji
Glukosa
1. Alat
a. Gelas
ukur
b. Beker
gelas
c. reagen
benedict
d. waterbath
2. Bahan
a. Sampel
urine
d.
Uji
“Occult Blood”
1. Alat
a. Gelas Ukur
b. Mikroskop
2. Bahan
a. Sampel
urine
b. Aquades
e.
Pemeriksaan
Sedimen Urine
1. Alat
a. Mikroskop Centrifuge
b. Tabung centrifuge
c. Objek
gelas
d. Dek gelas
e. Pipet
tetes
2. Bahan
a. Sampel
Urine
III.2. Prosedur
a.
Pemeriksaan
Fisik :
-
Mengukur Volume
-
Mencatat warna urine
-
Melihat
adanya Buih kocok urine dalam tabung
reaksi, kemudian amati adanya buih atau tidak
-
Mencatat derajat
kejernihan / kekeruhan
-
Mengukur pH urine
b.
Uji Protein Uji Didih
1. Tabung
reaksi diisi 5 ml urine kemudian panaskan diatas bunsen sambil
digoyang-goyangkan (30 detik)
2. Amati
dan catat jika timbul kekeruhan
3. Tambahkan
5 tetes asam asetat 6 % (dengan pipet ukur 1 ml)
4. Amati
dan catat jika timbul kekeruhan
5. Panaskan
lagi sampai mendidih
6. Penilaian
:
a. - :
Tidak ada kekeruhan
b. + :
Kekeruhan ringan tanpa butir
c. ++ :
kekeruhan mudah dilihat & tampak butir-butir
d. +++ :
Kekeruhan jelas dan ada keping-kepingan
e. ++++ :
Sangat keruh dengan keping-kepingan besar / bergumpal-gumpal
c.
Uji
Glukosa
1. 1
ml sampel urine ditambah dengan 3 ml reagen benedict
2. Letakkan
pada waterbath mendidih
3. Amati
perubahan warna
4. Penilaian
:
a. - :
Biru
b. Sangat
sedikit : Hijau
c. +1 : Hijau kekuningan
d. +2 : Kuning kehijauan
e. +3 : Cokelat
f. +4 : Merah bata
d.
Uji
“Occult Blood”
1. Urine
dalam tabung reaksi ditambahkan larutan benzidine sampai timbul perubahan warna
2. Penilaian
:
a. - :
Tidak ada perubahan
b. +1 : Hijau
c. +2 : Biru Hijau
d. +3 : Biru
e. +4 : Biru Tua
e.
Pemeriksaan
sedimen urine
·
Ambil urine kemudian masukkan
kedalam tabung centrifuge kemudian ¾ bagian tabung, lalu putar dengan kecepatan
3000 rpm selama 5 menit.
·
Buang sisa cairan sehingga yang tersisa cuma
endapannya.
·
Ambil endapan tersebut kemudian teteskan 1 tetes
diatas objek gelas lalu tutup dengan menggunakan cover glass.
· Periksa
dibawah mikroskop
BAB IV
PEMBAHASAN
1.
Pemeriksaan
Fisik
a.
Volume
Urin
Volume
urin yang didapat dari kelompok kami yaitu sebgai berikut :
Sampel
|
Volume
|
A4
|
5 cc
|
A5
|
2 cc
|
Dilihat
dari volume urine tidak menunjukkan gejala poliuri atau oliguri. Jika menunjukkan poliuria karena
biasanya kucing dalam sehari mengeluarkan kencing berkali- kali. Adapun jumlah
urin ini dipengaruhi oleh pola makanan, cuaca, dan latihan (Anonim, 2010)
b. Warna
Sampel
|
Warna
|
A4
|
Cokelat tua
|
A5
|
Cokelat muda
|
Hasil yang diperoleh berwarna cokelat tua dan cokelat
muda. Menurut Riswanto (2010) jika urine
bewrana coklat bisa mengindikasikan hematin asam, mioglobin, pigmen
empedu. Ini disebabkan oleh pengaruh obat seperti levodopa, nitrofuran,
beberapa obat sulfa.
Pemeriksaan warna urin dengan tabung reaksi atau
urinometer. Warna urin tergantung dari jumlah urin yang dikeluarkan, urin yang
encer berwarna pucat, urin yang pekat berwarna lebih tua. Normalnya urin
berwarna kuning, atau kuning coklat. Warna ini terutama disebabkan karena
“urochrom”. Urokrom (urochrome) adalah nama
lain dari urobilin,
zat kimia yang memberi warna alami kekuningan pada urin.
Urokrom adalah produk sampingan dari metabolisme
hemoglobin
oleh hati dan dikeluarkan melalui urin (Anonim, 2010).
c. Buih
Sampel
|
Buih
|
A4
|
Ada buih banyak/tebal
|
A5
|
Sedikit buih
|
Urine dikocok akan terjadi buih, adanya protein
mempermudah terbentuknya buih. Normal berwarna putih, warna kuning disebabkan
oleh karena adanya pigmen empedu (bilirubin) atau phenylazodian nopyridin.
Dalam pemeriksaan kami ada buih yang banyak pada sampel A4 sedangkan pada A5
sedikit buih.
d. Kejernihan/kekeruhan
Sampel
|
Kekeruhan/Kejernihan
|
A4
|
Agak keruh
|
A5
|
Keruh
|
Hasil yang diperoleh yaitu diperoleh pada sampel A4
agak keruh dan A5 itu keruh. Kekeruhan ini disebabkan pada proses pengambilan
yang tidak langsung dari ureter kucing tapi diambil dari tempat kucing pada
saat urinasi jadi bisa jadi urine tersebut bercampur dengan kotoran. Menurut
(Anonim, 2010) bahwa urin yang normal dan baru umumnya jernih, kecuali urin
kuda biasanya keruh dan berkabut karena adanya kristal CaCO3 dan mucus.
e. pH
Sampel
|
pH
|
A4
|
5
|
A5
|
3
|
Hasil pH yang diperoleh yaitu seperti pada tabel di
atas. Menurut Anonim (2010) Nilai keasaman urine kucing normal pH antara 6-7. Dari uji yang didapat nilai pH urine 5
dan 3, jadi urine ini bersifat asam. Jika urine terlalu asam maka terjadi
peradangan saluran kencing atau infeksi (Ayu, 2013).
Secara klinis pH urine tidak begitu penting, akan
tetapi memberikan gambaran kearah etiologi dari infeksi saluran kencing atau
adanya batu dalam saluran kencing dan memberi kesan tentang keadaan dalam
tubuh. pH urin normal pada berbagai spesies hewan tergantung dari makanan yang
di konsumsi serta metabolismenya.
2. Uji Protein pada urine
Sampel
|
Penilaian
|
A4
|
++ (kekeruhan mudah
dilihat & tampak butir-butir)
|
A1
|
+ (Kekeruhan ringan
tanpa butir)
|
Hasil Uji protein yang diperoleh pada sampel A4 itu diperoleh
kekeuhan mudah dilihat dan tampak butir-butir. Sedangkan pada sampel A1 itu
protein ini diperoleh kekeruhan ringan tanpa butir berarti ada kelainan. Setelah diuji didapat hasil negatif yaitu dengan melihat adanya
kekeruhan. Berarti fungsi renal bekerja dengan baik dan tidak ada indikasi
kelainan. Fungsi ginjal merupakan membuang sisa metabolisme yang tidak
diperlukan oleh tubuh dan mengatur keseimbangan cairan serta elektrolit tubuh.
Setiap saat, secara teratur, darah yang beredar di tubuh kita akan melewati
ginjal untuk menjalani proses filtrasi di ginjal. Proses filtrasi tersebut akan
menghasilkan urin yang membawa serta sisa metabolisme tubuh yang tidak
diperlukan lagi. Sedangkan zat-zat yang berguna bagi tubuh, seperti protein,
tidak terfiltrasi dan tidak keluar di urin. Proses metabolisme protein di dalam
sistem pencernaan akan menghasilkan asam amino yang kemudian ikut dalam
peredaran darah (Anonim, 2012)
Di
dalam sel akan disintesa dan sebagai hasil akhir adalah asam urat. Asam urat
merupakan suatu zat racun jika ada di dalam tubuh maka hepar akan dirombak
sedikit demi sedikit menjadi urea dan dikeluarkan ginjal. Jika urine mengandung
protein biasanya berupa asam amino. Keadaan demikian merupakan kelainan pada
hepar ginjal. Urine yang terdapat atau ditemukan protein disebut proteinuria.
Proteinuria ini ditandai dengan adanya kekeruhan setelah diuji dengan suatu
metode. Proteinuria ditentukan dengan berbagai cara yaitu: asam sulfosalisilat,
pemanasan dengan asam asetat, carik celup (hanya sensitif terhadap albumin).
3. Uji Glukosa pada Urine
Sampel
|
Warna
|
A4
|
Hijau/sangat sedikit
|
A3
|
Cokelat/(+3)/tinggi
glukosa
|
Hasil Uji glukosa yang diperoleh pada sampel A4 itu sangat
sedikit berarti jumlah glukosa pada urine tersebut hanya sedikit. Sedangkan
pada sampel A3 itu glukosanya tinggi ini berarti ada kelainan. Menurut Retno
(2010) di dalam darah kadang terdapat jumlah glukosa yang berlebihan karena
kerja hormon insulin yang tidak sempurna yang disebut dengan diabetes melitus.
Keadaan demikian maka ginjal tidak bisa mempertahankan kadar glukosa tersebut.
Ginjal meloloskan masuk kedalam tubulus ginjal sehingga urine yang dihasilkan
akan mengandung gula. Hal tersebutlah yang menyebabkan glukosuria. Glukosuria
atau glikosuria adalah ekskresi glukosa ke dalam urin. Seharusnya air seni
tidak mengandung glukosa, karena ginjal akan menyerap glukosa hasil filtrasi
kembali ke dalam sirkulasi darah. Hampir dapat dipastikan bahwa penyebab
glikosuria adalah simtoma hiperglisemia yang tidak mendapatkan perawatan dengan
baik, walaupun gangguan instrinsik pada ginjal kadang-kadang juga dapat
menginduksi glikosuria. Simtoma ini disebut glikosuria renal dan sangat jarang
terjadi.
Glikosuria akan
menyebabkan dehidrasi karena air akan terekskresi dalam jumlah banyak ke dalam
air seni melalui proses yang disebut diuresis osmosis.
Metode pemeriksaan glukosa urin yang berdasarkan reaksi reduksi banyak macamnya, tetapi metode benedict dengan menggunakan reagen kuprisulfat yang sampai saat ini masih banyak dipakai di laboratorium sederhana untuk memeriksa glukosa urin (BLAA, 2012).
Metode pemeriksaan glukosa urin yang berdasarkan reaksi reduksi banyak macamnya, tetapi metode benedict dengan menggunakan reagen kuprisulfat yang sampai saat ini masih banyak dipakai di laboratorium sederhana untuk memeriksa glukosa urin (BLAA, 2012).
Cu2O + zat (oks)Ã CuSO4 + zat (red)
4. Uji “Occult Blood”
Sampel
|
Warna
|
A1
|
Tidak ada perubahan
(-)
|
|
|
Hasil yang diperoleh pada Uji ini yaitu
dinyatakan negatif (-) karena tak ada perubahan warna. Menurut Retno (2010)
menyatakan bahwa jika dinyatakan positif (+) berarti ditemukan hemoglobin dalam
urine yang mungkin disebabkan oleh pendarahan atau radang pada ginjal / saluran
kencing.
5.
Pemeriksaan Sedimen
Hasil Pemeriksaan
sedimen yaitu :
Pada pemeriksaan
sedimen pada sampel A3 yang dapat dilihat pada mikroskop itu diduga ditemukan
yaitu sebagai berikut :
· Sel epitel
Sel ini (juga disebut
sel urothelial) merupakan lapisan epitel pada sebagian besar saluran kemih dan
sering tampak di sedimen (nol sampai satu per LP). Bentuknya bertingkat-tingkat
dan biasanya beberapa lapisan sel tebal. Ada tiga bentuk utama:
bulat, polyhedral, dan "kecebong." , sel Transisi memiliki
karakteristik yang khas yaitu mudah menyerap air dan dengan demikian membengkak
sampai dua kali ukuran aslinya.. Sel transisi Polyhedral sulit dibedakan dari
sel RTE jika mereka tidak memiliki permukaan microvillus dan memiliki inti di
pusat. Sitoplasma sel transisional tidak mengandung jumlah besar fosfatase
asam. Sel urothelial berbentuk kecebong sering tampak dalam urin. Mereka
mungkin berasal dari lapisan pertengahan epitel transisi.
Sel Transisi kecebong muncul dalam kelompok-kelompok atau pasangan, serta
tunggal, inti biasanya di pusat, dan mereka memiliki sitoplasma berbentuk
fusiform Peningkatan jumlah sel Transisi dalam
urin biasanya menandakan inflamasi pada saluran kemih
· Kristal asam urat
Kristal asam urata adalah
pleomorfik dibanding semua kristal urin, mereka ada dalam berbagai bentuk,
seperti batang, kubus, mawar enam sisi,
piring, rhombi, dan seperti batu asahan. Mereka sangat birefringent dan
bervariasi dalam ukuran. Kristal asam urat larut dalam
larutan alkali dan tidak larut dalam asam. Mereka biasanya tidak berwarna
sampai berwarna kuning pucat, pink atau coklat. Kristal asam
urat sering dikaitkan dengan batu ginjal, tetapi keberadaan mereka di urin
orang normal adalah sangat umum (Ayu, 2012).
·
Kristal
Kolestrol
Kristal kolesterol tampak regular atau irregular ,
transparan, tampak sebagai pelat tipis empat persegi panjang dengan satu
(kadang dua) dari sudut persegi memiliki takik. Penyebab kehadiran kristal
kolesterol tidak jelas, tetapi diduga memiliki makna klinis seperti oval fat bodies. Kehadiran kristal
kolesterol sangat jarang dan biasanya disertai oleh proteinuria.
BAB V
PENUTUP
V.1 KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum ini yaitu
sebagai berikut :
1. Pemeriksaaan
fisik urin
·
Jumlah urin yang lebih banyak dari
normal menunjukkan polyuria
·
Warna urin berwana cokelat muda dan
cokelat tua. Jika urine bewrana coklat bisa mengindikasikan
hematin
asam, mioglobin, pigmen empedu
·
adanya buih yang
sangat tebal menandakan adanya kelainan
·
berbau
amonil menunjukkan adanya perombakan ureum oleh bakteri
·
Kedua sampel menunjukkan ph asam
2.
Uji protein
Uji Protein
sampel menunjukkan adanya kekeruhan berarti di dalam urine ada kelaianan atau
biasa disebut dengan protuneria
3.
Uji Glukosa
Uji glukosa yang
diperoleh pada sampel A4 itu sangat sedikit berarti jumlah glukosa pada urine
tersebut hanya sedikit. Sedangkan pada sampel A3 itu glukosanya tinggi ini
berarti ada kelainan. Salah satu kelainan jika kelebebihan glukosa yaitu
Diabetes Melitus.
4.
Uji “Occult Blood”
Pada Uji ini yaitu dinyatakan negatif (-) karena
tak ada perubahan warna berarti tidak ada kelainan dan tidak terjadi Hematuria.
5. Pemeriksaan
Sedimen diduga ditemukan sel epitel, kristal asam urat dan kristal kolestrol.
V.2 SARAN
Praktikum
ini belum berjalan dengan baik. Sampel urin yang digunakan tidak sesuai yang
direncanakan. Jadinya hasil praktikum yang didapatkan juga tidak tepat. Untuk
praktikum urin sampel urin adalah faktor utama yang menjaga proses praktikum
berjalan dengan baik dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2010. Laporan Biokimia Analisis Urine.
http://barbienetter .blogspot.
com/2010/01/laporan-biokimia-analisis-urine.html
diakses
pada tanggal 30 November 2013.
Anonim.
2012. Pemeriksaan Urine Secara Makroskopik
dan Pemeriksaan Sedimen Urine. http://mitsukoraynzz
.wordpress.com /2012 /06/10/
pemeriksaan-urine-secara-makroskopis-pemeriksaan-sedimen-urine/.
diakses pada tanggal 30 November 2013.
Anonim.
2013. Pemeriksaan Kimia Urine. http://rddachie. blogspot.com/ 2013
/03/pemeriksaan-kimia-urine. html# xzz2mWf38iJF.
diakses pada tanggal 30 November 2013.
Ayu.
2013. Defenisi Feline Urinary Syncdrome.
http://ayu-w.blogspot. com/2013
/04/definisi-feline-urinary-syncdrome-fus.html.
diakses pada tanggal 30 November 2013.
Ayu.
2011. Sistem Urinaria. http://sismami-ayu.blogspot.com/2011/10/sistem
urinaria.html. diakses pada tanggal 30 November 2013.
Bijanti,
Retno dan Utomo, Budi. 2010. Buku Ajar Patologi Klinik Veteriner. Pusat
Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP): Surabaya.
Dharmawan,
S. et all. 2000. Penuntun Praktikum
Hematologi Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
Denpasar.
Dharmawan,
S. 2002. Pengantar Patologi Klinik
Veteriner. Hematologi Klinik. Cetakan II. Penerbit Universitas Udayana Kampus
bukit Jimbaran. Denpasar.
Kusumawati,
Diah. 2006.Perbandingan Pemberian Cat
Food dan Pindang terhadap Ph Urin, Albuminaria dan Bilirubinaria Kucing.
Bagian Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Volume
22. No 2, Surabaya.
Wijayanti,
Tri. 2008. Diagnosa Ultrasonografi Untuk
Mendeteksi Kelainan Pada Organ Urinaria
Kucing (Felis Catus) [Skripsi],
Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Bogor.
LAMPIRAN
0 komentar:
Posting Komentar